[caption id="attachment_339092" align="aligncenter" width="630" caption="Suasana salah satu sidang perselisihan hasil Pilpres 2014 di Mahkamah Konstitusi. (TRIBUNNEWS/HERUDIN)"][/caption]
Meskipun secara formal aksi KPU membuka kotak suara tersegel tanpa izin hakim melanggar ketentuan, tapi Mahkamah Konstitusi menilai sah dan menerima alat bukti yang disampaikan KPU dalam kasus perselisihan hasil pilpres yang diajukan pasangan capres Prabowo-Hatta.
Lewat putusan yang sampai saat ini masih dibacakan secara bergantian oleh para hakim, MK menyampaikan bahwa bukti yang tersimpan di dalam kotak suara memang dibutuhkan oleh termohon (KPU) untuk memberikan jawaban dan bukti yang dibutuhkan di persidangan.
Ada pun terkait pembukaan kotak suara yang dilakukan tanpa izin hakim, MK menyerahkannya kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang berwenang memeriksa ada tidaknya pelanggaran kode etik dan aturan main oleh KPU.
Dalam sidang kode etik DKPP yang diadakan beberapa saat sebelum sidang putusan perselisihan hasil pilpres di MK, Dewan memberikan sanksi berupa peringatan kepada ketujuh komisioner KPU karena membuka kotak suara tersegel pascapenghitungan suara nasional.
"DKPP mengambil kesimpulan bahwa Teradu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 terbukti melanggar kode etik dan memberikan peringatan kepada teradu 1, 2,3, 4, 5, 6, 7," ujar majelis hakim DKPP, Valina Singka Subekti, saat membacakan putusan hari ini (21/8) , seperti dikutip KOMPAScom.
Lebih lanjut, Mahkamah Konstitusi juga menyinggung soal kemungkinan adanya perubahan data yang dilakukan akibat pembukaan kotak suara tersebut. Menurut MK, bila ada yang mengubah data, maka penanganannya masuk ke ranah hukum pidana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H