Mohon tunggu...
Hasbullah Masudin Yamin DH
Hasbullah Masudin Yamin DH Mohon Tunggu... Lainnya - Calon Presiden RI

Muslim Negarawan

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Liga Terbaik vs Timnas Terbaik

19 Desember 2022   11:49 Diperbarui: 19 Desember 2022   12:07 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

32 tim, 64 pertandingan dan diperkirakan kurang lebih 715 juta pasang mata menyaksikan dengan emosi batin berbeda-beda, air mata kebahagian, kesedihan, gejolak sosial antar pendukung tertuang dalam momen ajang Piala Dunia.

 Iya, kompetisi sepak bola 5 tahunan ini memunculkan beragam ekpresi emosional bagi seluruh penggemarnya. Akhirnya, Argentina mampu memproklamirkan sepak bola negaranya sebagai sang juara. Timnas ber-emblem  La Albiceleste ini merenggut mahkota juara dunia setelah melumpuhkan  ayam jantan ( julukan timnas prancis) melalui drama adu pinalti.

Bukan saja membawa pulang trofi  berlapiskan emas 18 karat seberat 6 kg, Argentina hampir saja secara absolut membawa pulang seluruh trofi yang disediakan. Dari aspek  the best individual player  Argentina 'mendonasi-kan' tiga pemainnya  yakni penjaga gawang terbaik, pemain terbaik serta pemain muda terbaik. Argentina hanya gagal 'merampas' status top skor di ajang ini. 

Striker flamboyan Prancis Kylian Mbappe menjadi pemilik mahkota sebagai pemain dengan status paling banyak merobek jala gawang lawan yang pada pertandingan final saling ber-tala dengan mega bintang dunia, Lionel Messi.

Sebagai penggemar sepak bola, saya tidak berhenti pada tataran sekedar menonton namun mencoba mengambil pelajaran penting dari kompetisi olahraga nomor wahid ini. 

Sebuah adagium bahwa membangun liga berkualitas akan melahirkan timnas berkualitas. ini rupanya kurangtepat jika dinilai dari perhelatan piala dunia. Argentina, Kroasia, Prancis bukanlah negara dengan kompetisi lokal terbaik di dunia. 

Apalagi jika penilaian ini disematkan kepada Maroco. Jangankan menonton, mendengar liga sepak bola Maroco saja, tidak akrab di telinga para penggemar . Prancis sebagai salah satu kekuatan Eropa, kompetisi lokalnya masih kalah bersaing dengan Liga Inggris, Liga Spanyol, Seri A Italia dan Liga Jerman. 

Liga Kroasia, bukanlah kopmpetisi elit eropa! Kompetisi lokal Argentina dan Brasil dikenal bukan karena kompetisinya namun karena lahirnya bakat-bakat lokal yang menjamah panggung kompetisi Eropa yang dikenal liga paling presitius. Italia sebagai Top Five Kompetisi Eropa bahkan dunia tidak mampu berpartisipasi pada episode Piala Dunia Qatar karena gagal dalam babak 'penjaringan' zona eropa. 

Mengapa Argentina menjadi Juara? dalil apa yang digunakan untuk megukur keberhasilan Maroco? apakah cukup menilai kepiawaian Luca Modric untuk mengatakan bahwa keberhasilan Koroasi masuk  3 besar dalam perhelatan piala dunia dua kali secara konsekutif karena kompetisi lokalnya? Lalu, Bagaimana nasib timnas Inggris dengan predikat kompetisi lokal paling elit dunia?

Usut punya usut, saya mengambil kesimpulan bahwa untuk membangun kekuatan Timnas sepak bola tidak sekedar kualitas kompetisi domestik, pembinaan, infranstruktur namun juga adanya kemauan mencari tantangan dan pengalaman. bahwa sebaik-baiknya kualitas, ifrastruktur sepak bola seorang pemain harus berani mengambil keputusan untuk go abroad, bermain di kompetisi luar negeri. 

Tengoklah Timnas Argentina, 99% pemainnya adalah bermain di liga non domestik, tercatat hanya penjaga gawang cadangan Franco Armani yang bermain di kompetisi domestic. Hal serupa berlaku bagi Timnas Maroco, rata rata  berkompetisi di luar Marcoco dan bermain di liga top eropa

Timnas Inggris yang datang sebagai Predikat kompetisi lokal terbaik, termahal, terpopuler justru tidak dapat berbuat banyak. Berbanding terbalik dengan penghuni timans argentina. skuad Inggris di Piala Dunia Qatar justru 99 % bermain di kompetisi domestik, Liga Primer Inggris. 

Tercatat pemain Borusia Dortmund Jude Bellingham sebagai pemain yang bermain di luar inggris. sebagai penonton sepak bola sejak awal tahun 2000-an sudah banyak mengetahui bahwa  pemain-pemain berkewarga-negaraan inggris 'enggan' bermain diluar tanah Ratu Elisabeth.  JIkapun ada, hanyalah pemain-pemain yang sekedar mengakhiri masa aktif sebagai pesepak bola.

 Dari sini, para pemain indonesia, seluruh stakeholder sepak bola Indonesia dapat belajar tentang bagaimana membangun sepak bola  bahwa selain membangun kualitas kompetisi dan inftrastruktur, pembinaan dan menjadi 'promotor' kader-kader muda pesepak bola Indonesia untuk berkompetisi di luar negeri juga perlu dilakukan secara massive.

Ini hanyalah opini  semata dengan mengambil 'puzzle-puzzle' dari setiap pertandingan ajang Piala Dunia. Jika tidak sepaham, khususnya para tifosi yang batinnya sedang terganggu karena timnya gagal juara, mohon jangan caci maki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun