Sudah lima tahun saya merantau ke India untuk belajar. Ya namanya kita merantau ke negeri orang tentu saja kita harus mampu beradaptasi dengan lingkungan tempat kita tinggal. Nah begitu juga saya, saya harus beradaptasi dengan keseharian orang-orang India ditempat tinggal saya, baik itu di kampus maupun di luar kampus.
Namun walaupun demikian kita juga tidak boleh melupakan budaya tempat asal kita, yaitu Indonesia. Saya adalah anak desa yang lahir di desa, dididik di desa, dan diajari sopan santun seperti anak desa pada kebanyakan.
Saya beruntung sekali memiliki orang tua yang mendidik saya tata cara berprilaku dihadapan orang lain dan di masyarakat. Untungnya walaupun saya pergi keluar negeri, sopan santun itu masih saya bawa dan saya terapkan di lingkungan saya saat ini.
Cara saya bersopan santun, memberikan respek kepada orang lain ternyata menarik perhatian orang-orang disekitar saya, khususnya dosen-dosen saya. Oleh karena itu sering sekali dosen-dosen menanyakan arti dari sopan-santun gerak tubuh yang saya lakukan, baik itu di dalam kelas maupun di luar kelas. Karena hal ini sangat unik bagi mereka. Karena beliau-beliau bertanya, maka dengan senang hati saya menjelaskan.
Nah berikut ini adalah beberapa bahasa tubuh yang menarik perhatian dosen-dosen saya. Mungkin teman-teman di sini juga pernah melakukan hal yang sama.
Membungkuk ketika berjalan diantara orang yang sedang duduk atau berdiri
Kalau orang Bali dan Jawa saya yakin sudah tahu tentang sopan santun ini. Saya tidak tahu dengan di daerah lain apakah menerapkan sopan santun yang sama.
Sopan santun ini diajarka oleh orang tua saya mulai dari saya kecil. Pada saat kecil cara berjalan membungkuk ini lebih banyak saya lakukan saat ada acara di Pura, yaitu saat upacara persembahyangan.
Jadi ayah dan ibu selalu menekankan kepada saya, jika berjalan di depan orang yang sedang duduk di pura, maka wajib berjalan sambil membungkuk. Apalagi jika yang dilewati adalah orang yang lebih tua. Lingkungan ternyata juga mendukun. Sesepuh-sesepuh di kampung saya melakukan hal yang sama, maka budaya sopan-santun ini tertanam dengan baik pada saya.
Budaya inilah yang saya terapkan di tempat tinggal saya di sini. Jadi ketika saya sedang berjalan melewati dosen yang mengobrol di lorong kampus, maka saya berjalan sambil membungkuk dan mengucapkan kata permisi.
Begitu juga ketika ada orang yang sedang duduk di depan kantor kampus, ketika saya melewati orang-orang yang sedang duduk menunggu giliran untuk bertemu pejabat kampus, saya berjalan dengan membungkuk.
Tidak jarang apa yang saya lakukan ini dijadikan bahan lelucon oleh beberapa dosen yang sudah hapal dengan perilaku saya. Jadi berulang-ulang mereka bertanya kenapa saya berjalan membungkuk. Jika saya kebetulan lewat di depan mereka, kadang mereka menepuk punggung saya.