Mohon tunggu...
Ainun Hadi Anggoro
Ainun Hadi Anggoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa, untuk tugas perkuliahan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Buah Naga dan Sense of Place dalam Membangun Ekonomi Kreatif di Banyuwangi

15 November 2024   14:46 Diperbarui: 15 November 2024   14:56 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Buah Naga di Indonesia

Buah naga atau pitaya roja adalah buah tropis yang rendah kalori dan terkenal dengan kulit merah cerahnya. Buah ini memiliki daging yang lembut dan manis, seringkali berwarna putih atau merah dengan biji-biji kecil hitam yang bisa dimakan. Buah naga telah hadir di Indonesia sejak tahun 1977 melalui impor dari Thailand. Pada awalnya, masyarakat Indonesia belum membudidayakan buah ini secara lokal.

Sejarah Pembudidayaan

Pembudidayaan buah naga di Indonesia pertama kali dilakukan pada tahun 2000 oleh Joko Rainu Sigit di Jawa Tengah. Ia mengimpor 250 benih dari Thailand, yang ternyata sangat cocok untuk ditanam di lahan kritis air. Keberhasilan ini mendorong petani lain untuk mencoba menanam buah naga, dan popularitasnya pun meningkat secara signifikan di seluruh Indonesia.

Banyuwangi sebagai Sentra Buah Naga

Banyuwangi, sebuah kabupaten di ujung timur Pulau Jawa, kini dikenal sebagai penghasil buah naga terbesar di Indonesia. Menurut data dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Banyuwangi, luas areal tanaman buah naga saat ini mencapai 3.786 hektare dengan produksi sebesar 82.544 ton per tahun. Wilayah selatan Banyuwangi, termasuk Kecamatan Bangorejo, Siliragung, dan Pesanggaran, telah menjadi pusat utama budidaya buah naga. Warga setempat memanfaatkan hampir setiap lahan kosong untuk menanam pohon buah naga.

Tantangan dan Inovasi

Produksi buah naga yang melimpah, terutama pada puncak panen raya, seringkali menyebabkan overproduksi yang mengakibatkan anjloknya harga jual hingga 2-3 kali lipat dari harga normal. Hal ini terjadi akibat ketidakseimbangan antara ketersediaan produk dan permintaan pasar. Untuk mengatasi masalah ini, masyarakat Banyuwangi, terutama kaum ibu rumah tangga, melakukan berbagai inovasi pengolahan buah naga menjadi produk bernilai tinggi. Mereka memproduksi setidaknya 10 varian kue olahan buah naga, termasuk dodol, kue kering, bagiak, mie kering, saus, dan kerupuk.

Pelatihan dan Dukungan

Kreativitas para ibu rumah tangga dalam mengolah buah naga mulai berkembang pada tahun 2016. Mereka terlibat dalam pelatihan pembuatan kue olahan yang diselenggarakan oleh PT Bumi Suksesindo (PT BSI). Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam mengolah buah naga menjadi produk yang lebih bernilai. Dalam kegiatan tersebut, perusahaan tambang emas yang berlokasi di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, juga membantu peserta untuk mendapatkan Izin Produk Industri Rumah Tangga (P-IRT). Izin ini penting untuk memastikan produk yang dihasilkan memenuhi standar kesehatan dan keamanan pangan yang berlaku.

Pembentukan UKM Center

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun