Mohon tunggu...
Ratih R. Kai
Ratih R. Kai Mohon Tunggu... wiraswasta -

Hidup itu pendek. Seni itu panjang. Agama itu dalam

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Aku Ingin Bertemu Umar bin Khattab r.a

30 Juli 2012   04:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:27 4406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah 2 kali subuh ini saya tak bisa berhenti menitikkan air mata ketika menjalankan sholat subuh. Pun ketika tadarus sehabis sholat. Sampai mata saya sembab, mata merah. Ada banyak perasaan berkecamuk dalam dada saya. Ada gemuruh perasaan yang sulit untuk saya tepis. Walaupun saya sendiri susah untuk mengartikan gelombang gemuruh tersebut.Yang jelas ada rasa haru, takut, perih yang menghantui.

Itu setelah saya menyaksikan OMAR (Serial Kolosal Umar bin Khattab) di salah satu stasiun televisi swasta sehabis sahur. Mata ini enggan berpaling menyaksikan kisah Umar bin Khattab. Saya menangis untuk pertama ketika seri penyiksaan beberapa budak yang masuk Islam oleh Abu Jahal. Dimana disana ada Bilal, budak Abu Jahal yang bernama Sumayyah beserta suami dan anaknya Yassir dan Ammar.

Mungkin belum seberapa dahsyat penggambaran kolosal itu disbanding penyiksaan langsung ketika Jaman Jahilliyah. Tapi cukup membuat saya menggigit bibir yang bergetar memandang iba. Melihat Bilal ditindih batu diperutnya membuat saya menitikkan air mata. Ketika Abu Bakar datang membeli Bilal, Abu Lahab meluapkan kemarahannya pada keluarga Sumayyah. Yassir dan Ammar yang bertelanjang dada diikat di sebuah tiang pancang. Lantas Abu Jahal memanaskan sebilah pedang diatas bara api. Pedang itu ia angkat tinggi-tinggi. Ujungnya berkilat terkena sinar matahari. Abu Jahal mendekati Yassir, berkatalah dia ,” Demi Latta dan Uzza katakan Muhammad itu pembohong. Kembalilah pada agama leluhurmu maka kau akan kubebaskan.” Yassir menjawab ,” Allahu ahad.” Merah padam wajah Abu Jahal karena marah. Pedang yang baru ia panaskan tadi disentuhkan ujungnya pada poerut Yassir. Yassir meringis menahan sakit. Hal yang sama juga ia lakukan pada Ammar.

Penyiksaan itu membuat mata saya banjir air mata. Bibir saya bergetar menahan perih. Jantung saya berdegup lebih kencang. Tibalah ketika Sumayyah dibunuh Abu Jahal. Abu Jahal bertanya pada Sumayyah ,” Tidakkah kau masih ingin bebas Sumayyah? Bekerja lagi padaku? Atau ingin kubebaskan? Bersumpahlah bahwa kau akan kembali pada agamamu bukan pengikut Muhammad.” Apa yang kemudian dilakukan Sumayyah? Ketika Abu Jahal persis di depannya serta merta Sumayyah meludahi muka Abu Jahal sambil berseru ,” Laknatullah!!! Neraka tempatmu orang jahat.” Abu Jahal lantas merebut sebilah tombak milik orang di dekatnya. Tanpa banyak bicara tombak itu ia tusukkan pada perut Sumayyah hingga tembus ke punggungnya. Tangis saya membludak. Lantas saya matikan televise karena sudah tak sanggup melihat lagi. Tak lama adzan subuh bergema. Saya segera sholat tapi air mata saya tak mau berhenti sampai-sampai dalam hati saya berkata ,” Ya Allah begitu kejamkah umat-Mu dulu menyiksa orang yang mengikuti kebenaran? Lantas kenapa tak Kau turunkan orang-orang yang sama bengisnya untuk mengadili para penjahat di negara kami? Kenapa tak Kau turunkan Abu Jahal yang lain untuk menghakimi pemberontak di negeraku? Bukan tentang kafirnya tapi sikap tegasnya yang tanpa banyak bicara membunuh siapa saja yang tak tunduk padanya. Kenapa Kau biarkan saja orang-orang kejam merusak negaraku? Sementara orang-orang baik yang teguh pada ajaran-Mu tak Kau beri kekuatan menegakkan kebenaran yang shahih seperti yang dilakukan Muhammad saw. dan panutanku yang lain, Umar bin Khattab?”

Subuh kedua adalah tangis haru ketika serial itu bercerita tentang Umar bin Khattab yang masuk Islam. Semua bermula ketika Abu Jahal yang berada di sekitar Ka’bah melihat Nabi Muhammad saw. disana. Segala cercaan, makian dan hinaan dilontarkannya. Kabar itu terdengar sampai telinga Hamzah bin Abdul Muthalib yang tak lain paman Nabi yang terkenal dengan julukan Singa Padang Pasir karena ahli berperang. Hamzah segera memacu kudanya, saat dilihatnya Abu Jahal berbincang dengan Utbah, Hamzah berhenti dan mendekatinya. Kebetulan ada Umar di situ. Tanpa bicara sepatah kata, Hamzah segera memukulkan busur panahnya ke wajah Abu Jahal dan berteriak ,” Salahkah keponakanku menyebarkan kebenaran? Jagalah ucapanmu atau kau lebih senang anak panahku bersarang di tubuhmu?” Hamzah segera berlalu. Mata Umar mendelik dan segera pulang ke rumah dengan langkah tergesa. Diambilnya pedang miliknya. Ia kembali berjalan ke luar rumah dengan menghunus pedangnya. Siapapun yang ia jumpai ia berkata ,” Aku akan membunuh Muhammad.”

Belum lagi niatnya kesampaian, di tangah jalan ia diperingatkan bahwa keluarganya juga pengikut Muhammad. Umar bertanya ,” Siapa bagian dari keluargaku?” lantas dijawab ,” Adikmu Fatimah binti Khattab dan iparmu Said bin Zaid.” Wajah Umar tambah merah menahan marah. Giginya bergeletuk, dipercepat langkahnya ke rumah Fatimah. Sampai di depan pintu Umar tak mengetuk pintu karena mendengar suara mengaji. Ternyata Khabbab sedang mengajarkan Al-Qur’an pada Fatimah dan Said. Dibacanya surat Thaha ayat 1-8. Selesai membaca pintu digedor Umar. “Fatimah, Fatimah, ini aku Umar.” Fatimah dan Zaid kaget bukan kepalang. Segera Zaid menyembunyikan Khabbab. Fatimah menyembunyikan gulungan kertas bertulis ayat Qur’an tadi. Dibukakannya pintu, Umar masuk bertepatan dengan keluarnya Said dari kamar menyembunyikan Khabbab.

“Aku dengar kalian tadi membaca. Apa yang kalian baca?” Tanya Umar.

“Tidak, itu hanya sekedar obrolan kami berdua saja,” jawab Fatimah.

“Aku tak percaya,” hardik Umar.

“Wahai Umar, haruskah kami takut padamu kalau apa yang kami yakini benar?” jawab Said.

Umar langsung menghantam wajah Said dengan pukulan keras hingga Said tersungkur ke lantai. Sudut bibirnya mengeluarkan darah. Umar mencekik leher Said. Fatimah yang menyaksikan suaminya teraniya tak tinggal diam. Ditariknya tangan Umar dari cengkraman, tapi Umar balas menyentak tangannya hingga menampar bibir Fatimah dan mengeluarkan darah. Fatimah pun berseru ,” Ya kami sudah masuk Islam dan mengikuti keyakinan Muhammad. Sekarang lakukan saja apa yang mau kamu lakukan Umar. Demi Allah, tidak ada Tuhan selain Dia dan Muhammad itu utusan Allah.”

Dilihatnya Fatimah, melihat saudara perempuannya itu mengeluarkan darah ia lepaskan Said. Ia terduduk lesu di hadapan Said. Tiba-tiba mata Umar menatap gulungan kertas di bawah tmpat duduk Fatimah. “Apa itu? Kemarikan.” “Tidak Umar, ini hanya untuk orang suci. Tidak Umar, pasti akan kau robek.” “Tidak, jangan takut. Aku bersumpah hanya ingin membacanya.” Fatimah memberikan lembaran kertas itu pada Umar. Dibacanya surat Thaha ayat 1-8. Tiba-tiba Umar menangis. Fatimah dan said sedikit tersenyum menyadari Umar mulai tersentuh hatinya.

“Inikah yang membuat kalian mengikuti dia (Muhammad)?” tanya Umar.

Fatimah dan Said mengangguk. Dan Khabbab keluar dari persembunyiannya. “Khabbab, kau kah yang mengajarkan bacaan ini pada mereka?” Tanya Umar sambil memandang Fatimah dan Said. Khabbab menngangguk. “Sungguh indah.” Khabbab, Fatimah dan said tersenyum lebar. Khabbab segera berkata, “Wahai Umar, semoga do’a Rasullullah itu benar adanya. Aku mendengarnya berdo’a Ya Allah perkuatlah Islam dengan Abu Hakam bin Hisyam (Abu Jahal) atau dengan Umar bin Khattab. Pilihlah salah satu diantara mereka Ya Allah.” “Benarkah yang kau katakan Khabbab?” Tanya Umar. “Agamaku tak mengajarkan dusta Umar.” “Antarkan aku pada Rasulullah.”

Umar mengetuk pintu rumah Rasulullah saw. Hamzah ada di sana, penjaga pintu mengintip lewat celah dan berlari menemui sahabat Nabi yang lain ,”Umar dating sambil membawa pedang.” Hamzah menyahut ,”Bukakan saja pintu untuknya, kalau dia membawa kebaikan, langkah kakinya kesini karena ingin masuk Islam. Bila ingin mendapat keburukan, kita bunuh saja dia dengan pedangnya.” Pintu dibuka, Umar masuk. Kerah bajunya dicengkram kuat-kuat oleh Hamzah. Rasulullah datang menghampiri. Umar berkata ,” Ya Rasulullah, aku bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain-Nya dan Kau adalah utusan-Nya.” Semua sahabat yang ada di sana menangis haru dan memeluk Umar tak terkecuali Bilal. Semua meneriakkan takbir karena Umar masuk Islam. Umar lantas berjalan, setiap rumah ia ketuk pintunya. Masih dengan membawa pedang Umar berkata ,”Aku sudah masuk Islam” kepada setiap pemilik rumah ketika pintu sudah dibuka. Suatu saat Umar berkata pada para sahabat yang lain ,”Kenapa kita beribadah sembunyi-sembunyi? Kenapa tak melakukannya di depan Ka’bah?” Abu bakar menjawab ,”Umar, siapa yang berani kesana ketika seluruh kaum Quraisy nanti akan menyakiti kami?” “Wallahi!! Siapapun dari mereka berani menyentuh kalian sejengkalpun, ujung pedangku ini yang akan bicara,” kata Umar bin Khattab seraya menunjukkan pedangnya.

Kembali lagi dan lagi saya menangis haru. Sungguh Umar bin Khattab adalah sahabat Rasulullah saw. yang sangat saya kagumi. Dan dalam hati saya berucap ,”Ya Allah ijinkan aku bertemu Umar bin Khattab di surge-Mu kelak.” Amin , semoga.

Udah dulu kisahnya, saya nangis lagi nanti.. hehehe

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun