Museum Sri Baduga adalah museum yang didirikan pada tahun 1974 berlokasi di jalan BKR tepatnya di seberang Taman Tegallega kota Bandung. Pada awalnya museum ini disahkan dengan nama Museum Negeri Provinsi Jawa Barat dan di tahun 1990 namanya berubah menjadi Museum Negeri Provinsi Jawa Barat Sri Baduga. Nama Sri Baduga sendiri diambil dari nama Raja Agung kerajaan Hindu Sunda di Jawa Barat. Terdapat banyak koleksi budaya Jawa Barat di dalam museum ini, salah satunya adalah baju adat. Terdapat beragam baju adat khas Jawa Barat yang ditampilkan. Dan diantaranya terdapat busana pengantin Sukapura yang akan menjadi pembahasan utama pada artikel ini.
Saya mengambil busana pengantin sukapura sebagai objek artikel saya karena busananya yang elegan namun belum banyak menjadi perbincangan di masyarakat.
Adapun tujuan dari pembuatan artikel ini adalah untuk menambah wawasan para pembaca dan juga diri saya sendiri.
Sukapura merupakan nama kabupaten yang berada di Tasikmalaya sekitar abad ke-17. Sampai saat ini busana pengantinnya disebut busana pengantin Sukapura. Busana pengantin yang dipamerkan adalah pakaian pengantin untuk golongan menengah. Pakaian pengantin pria diambil dari pakaian Bupati Sukapura ke XIV Rd. Tumenggung Wiratanuningrat yaitu Jas hitam yang disebut Prang Wadana, kemeja putih, dasi kupu kupu hitam, memakai kain sido mukti, selop tutup hitam, kembang melati dan bendo. Sedangkan pakaian pengantin wanitanya memakai kebaya putih dari saten atau sutra, kain batik sido mukti, selop tutup hitam, kembang melati dan sanggul putri.
Lenny Hastarini (2019) yang merupakan seorang ahli busana menyatakan bahwa busana pengantin Sukapura ini banyak digunakan oleh masyarakat daerah Cirebon yang merupakan hasil dari kebudayaan bukan dari strata sosial. Dalam tata rias pengantin perempuan, yang paling menonjol adalah pemakaian siger. Siger ini dipakai bukan hanya untuk memperindah penampilan pengantin, namun juga memiliki fungsi sosial dimana pada jaman dahulu hanya seorang bangsawan yang bisa memakai siger. Siger sendiri hanya dipakai pada saat upacara pernikahan dan tidak untuk dipakai dalam keseharian, dan hal ini menunjukan bahwa pernikahan dianggap sebagai sesuatu yang istimewa bagi kehidupan seseorang (Wibisana, Zakarsih & Sumarsono, 1986, h. 25).
Pakaian kebaya yang digunakan pengantin perempuan memiliki makna simbolis, yaitu warna kebaya yang berwarna putih melambangkan kesucian dan warna hijau melambangkan kasih sayang dalam kepercayaan masyarakat Sunda.
Pemakaian busana pengantin Sukapura ini tak lain untuk memenuhi fungsi ritual dari komunikasi, yaitu pemenuhan jati diri seseorang sebagai anggota dari komunitas tertentu. Dan penggunaan busana pengantin ini sebagai jati diri seorang individu yang menandakan bahwasanya mereka berasal dari suku Sunda.
Pemakaian busana pengantin Sukapura pada upacara adat pernikahan juga termasuk ke dalam Komunikasi Antar Budaya karena dengan penggunaan busana adat seolah menunjukan identisas kita sebagai anggota suku tertentu. Pada era globalisasi ini, sangat penting untuk membudidayakan kearifan lokal. Dengan adanya penggunaan pakaian adat dalam acara pernikahan juga sangat membantu untuk mengembangkan budaya Indonesia.
Referensi:
Ramadhanty, NR. 2019: Pakaian Pernikahan Sunda Priangan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H