Mohon tunggu...
Muhammad Faris Helmi Priyono
Muhammad Faris Helmi Priyono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang di blog saya!

Saya Helmi, Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Antisipasi Perilaku Insecure pada Anak dengan Pygmalion Effect

28 September 2021   20:51 Diperbarui: 28 September 2021   21:01 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

ANTISIPASI PERILAKU INSECURE PADA ANAK DENGAN PYGMALION EFFECT

Oleh: Muhammad Faris Helmi Priyono

NIM: 202110230311596

Mempunyai anak adalah sebuah anugerah dan pemberian terbesar yang diberikan Allah Ta'ala kepada orangtua. Bagaimana tidak? Mengandunng selama sembilan bulan, proses melahirkan yang tidak mudah, sampai mengasuh dan membiayai sedari lahir. Semua itu dilalui untuk seorang anak yang diharapkan bisa menjadi seorang yang bermanfaat dan melanjutkan garis keturunan yang baik.

Tetapi bagaimana jika si anak tidak tumbuh seperti yang diharapkan? Bagaimana jika dia menjadi pribadi yang penakut? Atau pemalu? Atau bahkan rendah diri? Semua itu adalah perilaku karakteristik insecure.

Insecure sendiri adalah takut akan sesuatu yang bermuara dari kekecewaan dan tidak yakin dengan kemampuan diri sendiri (Uyu Mu'awwanah, 2017). Insecure bisa membawa anak sampai pada titik menjadi pribadi yang penakut, pemalu, atau rendah diri dan merasa tidak berharga. Tentu semua ini tidak diinginkan para orang tua terjadi kepada anaknya. 

Maka untuk menghindari hal-hal tersebut terjadi, para orang tua harus tau cara dan metode untuk mengantisipasi agar anak-anaknya tumbuh kembang seperti yang diharapkan. Salah satu metode yang bisa digunakan adalah dengan Pygmalion Effect.

Untuk mengetahui apa itu Pygmalion Effect mari kita ulas kembali asal-usul nama tersebut. Kita akan kembali jauh ke zaman Meteologi Yunani. Disebutkan hidup pemahat patung handal bernama Pygmalion. 

Pygmalion disenangi orang-orang selain karena selalu bertutur kata yang baik dan jujur, ia juga selalu memandang segala sesuatu dari sisi positifnya. Jadi tidak heran kalau orang-orang merasa nyaman dengannya karena aura positif yang dipancarkan Pygmalion sangatlah kuat.

Pygmalion juga sesosok orang yang perfeksionis. Mengerjakan segala sesuatu dengan tekun dan teliti. Sampai pada suatu hari, ia memahat sebuah patung wanita yang sangat cantik. 

Karena sempurnan karyanya, sampai disebutkan bahwa patung wanita tersebut mengalahkan kecantikan wanita yang hidup di kota tersebut. 

Pygmalion memberinya nama Galatea. Sehari-hari pygmalion meminta kepada dewi kecantikan, Venus, untuk menghidupkannya. Karena merasakan optimisme dan keseriusan pygmalion, Dewi Venus pun meminta dan mendapatkan izin dari Zeus untuk menghidupkan Galatea. Pygmalion pun hidup dengan Galatea sebagai suami istri (Monty P. Satiadarma, 2001)

Dari cerita diatas bisa kita ketahui bersama bahwa Pygmalion selalu optimis dan memberikan sugesti positif kepada Galatea. Alhasil, Galatea pun berubah menjadi manusia sebagaimana diharapkan Pygmalion. Bersumber cerita tersebut, Rosenthal dan Jacobson berhasil mengemukakan istilah Pygmalion Effect atau dampak Pygmalion pada tahun 1968.

Dampak Pygmalion adalah Istilah keadaan di mana perspektif dan sudut pandang individu akan menentukan disposisi tunggal untuk keadaan sekitarnya. Selanjutnya, keadaan tersebut akan merespon seperti yang ditunjukan oleh individu tersebut (Monty P. Satiadarma, 2001). 

Maka dalam konteks keluarga bisa diartikan apa yang orang tua sugestikan kepada dirinya terhadap anaknya serta menyampaikan sugesti tersebut kepada anaknya, maka anak tersebut akan tumbuh dan berkembang seperti apa yang disugestikan dan diinginkan orang tuanya.

Hal pertama yang bisa dilakukan orang tua adalah meyakini bahwa setiap anak berbeda dan setiap anak  berharga. Setiap anak yang lahir ke dunia ini membawa kelebihan dan kekurangan masing-masing. Setiap anak juga mempunyai karakteristik dan kepribadiannya masing-masing. Dengan meyakini hal-hal tersebut, maka orang tua bisa lebih menghargai setiap anak yang ia miliki serta lebih mudah menyalurkan sugesti positif kepada anak-anaknya.

Namun tidak sedikit orang tua yang justru mensugesti anak-anaknya dengan perkataan yang kurang baik, seperti "kamu pemalas" atau "kamu tidak tau diri". Dengan melakukan hal ini, orang tua sudah memberikan atribut yang tidak baik kepada anak-anaknya. Pola komunikasi dan pendekatan emosional yang baik sangat dibutuhkan dalam hubungan orang tua-anak.

Lingkungan juga menjadi peran penting dalam proses tumbuh kembang anak. Acuan kerangka perilaku dan perspektif masyarakat, yang mana anak akan dan harus terjun di dalamnya, kadangkala tidak sesuai dengan kerangka yang sudah dirancang orang tua untuk anaknya. 

Banyak kasus dimana anak yang lahir dari keluarga terpandang memilih jalan yang salah karena buruknya lingkungan di sekitarnya. Pemilihan lingkungan yang baik dan kondusif serta sesuai dengan rancangan orang tua terhadap perilaku anaknya haruslah sangat diperhatikan.

Pada akhirnya setiap orang tua ingin anak-anaknya tumbuh dewasa dengan pribadi yang baik. Maka sudah seharusnya keluarga dan anak menjadi titik fokus para orang tua, bukan hanya menjadi topik selingan ketika waktu luang. Dengan rencana yang matang dan usaha maksimal, tujuan membentuk anak menjadi pribadi yang baikpun bisa tercapai.

 Daftar Pustaka

Mu'awwanah, U., 2017. Perilaku Insecure Pada Anak Usia Dini. As-Sibyan: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(01), pp.47-58.

Satiadarma, Monty. 2001. Persepsi Orang Tua Membentuk Pribadi Anak: Dampak Pygmalion di dalam Keluarga. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun