Sebagai WNI yang tinggal di Mesir, saya sering merasa iri dengan negara baru kenal demokrasi ini, apalagi menjelang hari raya idul fitri. Ya pemerintah Mesir dan negara timur tengah lainnya sudah menetapkan besok hari raya idul fitri, tapi tampaknya hal semacam ini tidak terjadi di Indonesia. Tahun ini sudah bisa dipastikan terjadi dua kali idul fitri. Ormas Muhamadiyah sudah jauh jauh hari menghitung dan menetapkan idul fitri akan jatuh pada tanggal 30 agustus sedangkan Pemerintah dan NU baru bisa menetapkan Idul Fitri pada tanggal 29 agustus dan kemudian ditentukan akan jatuh pada tanggal 31 agustus karena hilal ketika itu tidak terlihat. Mengapa bisa berbeda? tulisan ini mencoba memberikan pengertian sekilas tentang duduk permasalahan sebenarnya. Kita tahu di indonesia ada dua ormas besar yaitu NU dan Muhammadiyah. NU identik dengan pondok tradisionilnya sedangkan Muhammadiyah terkenal dengan lembaga sosialnya. Selain itu perbedaan juga terjadi di seputar persoalan furu'inyyah salah satunya yang paling senter adalah penetapan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Selama 10 tahun terakhir ini kita selalu berbeda seperti Idul Fitri 1327 H/2006 M dan 1428 H/2007 H dan Idul Adha 1431/2010. Idul Fitri 1432/201. dan perbedaan ini akan berlanjut tiga tahun kedepan 2012, 2013 dan 2014. Sebenarnya perbedaan itu pada dasarnya terletak pada cara memaknai hadist nabi yang intinya dalam hadist itu beliau mengajarkan dua metode menetapkan bulan baru yaitu Penglihatan atau Rukyat dan Perhitungan atau Hisab. Masalah muncul ketika islam tidak hanya dikenal di makkah dan madinah saja, tapi sudah menyebar ke seluruh pelosok dunia termasuk indonesia. Kemudian karena kemajuan jaman dan tambahnya polusi udara menjadikan wilayah barat sulit untuk melihat bulan sebagai tanda permulaan awal bulan, padahal ibadah dalam islam selalu berkaitan dengan perhitungan bulan. Sehingga mulailah metode penghitungan sebagai cara yang paling tepat menggantikan metode penglihatan. lihat gambar dibawah ini. disini terlihat wilayah yang sulit melihat hilal termasuk Indonesia. Nah, seperti apa dua metode tersebut, mari kita coba analisa, Pertama, Metode Penglihatan atau Rukyat. Metode ini digunakan NU, caranya sama dengan apa yang dianjurkan nabi yaitu melihat dengan mata telanjang atau kalo tidak bisa pakai teleskop. Jika di akhir bulan ramdhan terlihat hilal/bulan maka hari esok ditetapkan bulan baru tapi jika tidak, maka pakai alternatif kedua yaitu menggenapkan bulan ramadhan. Contoh tanggal 29 Ramadhan, posisi hilal kurang dari 2 derajat yang tidak memungkinkan untuk melihat hilal ketika itu sehingga perlu menggenapkan bulan ramadhan menjadi 30 hari. Kekurangan metode ini adalah klasik, belum tentu akurat karena bisa harus melihat hilal dulu baru menentukan awal bulan. Kelebihan metode ini adalah sesuai dengan petunjuk nabi yaitu rukyat dulu kalau tidak bisa dengan menggenapkan bulan jadi 30 hari atau hisab. Kedua, Metode Perhitungan atau Hisab Metode ini digunakan Muhammadiyah, caranya dengan langsung menghitung [hisab] tiap bulan dengan menggunakan ilmu falak tanpa membuktikannya dengan penglihatan [rukyat]. Contoh, secara hitungan ilmu falak, akhir bulan ramadhan jatuh pada tanggal 29 ramadhan/29 agustus sehingga awal bulan syawal bisa langsung ditetapkan tanggal 30 agustus meski terlihat ketika itu tapi sangat rendah. Kekurangan metode ini adalah tidak sesuai urutan dengan petunjuk nabi yaitu karena dalam hadist dikatakan rukyat dulu baru hisab bukan sebaliknya. Kelebihan metode ini adalah cepat, tidak perlu menunggu rukyat karena hasilnya sudah diketahui jauh sebelumnya. Kedua metode ini memiliki argumen yang sama kuat sehingga perlu peran pemerintah untuk menengahinya. karena kalau tidak perbedaan ini sangat berpotensi menimbulkan konflik intern umat islam [kalau dianggap tidak berlebihan]. ya bayangkan jika satu kampung sebagian masih puasa lalu sebagian lain sudah berlebaran, ini secara langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan rasa kurang harmonis. METODE PEMERINTAH Oleh karena itu pemerintah yang diwakili oleh para pakar falak atau astronomi menawarkan metode gabungan rukyat dan hilal. Caranya awal bulan syawal ditentukan dengan cara perhitungan atau hisab kemudian dibuktikan secara penglihatan atau rukyat. Contoh, menurut ilmu falak, hari raya idul fitri tahun 2011 jatuh tanggal 30 agustus, pada tanggal 29 ramadhan/29 agustus pemerintah melakukan rukyat di berbagai tempat dari sabang sampai merauke, ternyata hilal tidak terlihat saat itu sehingga menurut metode itu pemerintah menggenapkan bulan ramadhan menjadi 30 hari. Metode ini dianggap langkah idel karena berhasil menggabungkan dua metode sekaligus dan lebih mantab karena sesuai dengan tuntunan nabi. Kekurangan metode ini adalah kurang populer. Hampir seluruh kalender di dunia ini memakai metode hisab bahkan kalender hijriah di sofware athan juga sama. Tapi kekurangan itu bisa diatasi dengan bantuan ilmu astronomi sekarang. Menurut metode ini, jika bisa digunakan maka akan dibagi wilayah negara berdasarkan kemungkinan awal bulan terlihat. Negara kita akan satu kelompok dengan negara timur tengah sehingga tidak akan terjadi lagi perbedaan idul fitri, idul adha dan wukuf. Lihat gambar dibawah, SOLUSI Perbedaan produk hukum dari dua metode ini bersifat ijtihadi artinya mujtahid yang benar dapat pahala dua, dan mujtahid yang salah dapat pahal satu. Dua metode ini dari Nabi sehingga pemilihannya sepenuhnya pada umat islam tapi jika kemudian terjadi perbedaan yang menyebabkan kebingungan masyarakat maka pemerintah yang punya otoritas wajib menengahi demi persatuan umat islam. dalilnya. يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر ذلك خير وأحسن تأويلا "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya" Sekarang tinggal kesediaan salah satu ormas untuk bisa legowo mengikuti keputusan pemerintah dengan menyisihkan perbedaan demi kemaslahatan umat islam. Bukankah lebih baik mencari persamaan ditengah perbedaan daripada mencari pebedaan di dalam persamaan, apalagi perbedaan ini terjadi di hari besar islam dimana seharusnya kita sebagai umat islam bersatu. Ya bahasa indonesia saja mampu menyatukan kita yang bersuku-suku kenapa idul fitri tidak? Ya semoga saja tahun depan kita bisa memulai puasa bareng dan mengakhiri dengan shalat ied bareng. amin KULLU AMIN WA ANTUM BI KHOIR
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H