Mohon tunggu...
poeloeng dwi nugroho
poeloeng dwi nugroho Mohon Tunggu... -

saya adalah orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jika Ilmu Pengetahuan Hendak Dihabisi

9 Desember 2011   03:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:39 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_154678" align="alignleft" width="300" caption="Seorang Demonstran Yaman membawa bendera (AP Photo/Hani Mohammed)"][/caption] Sabtu (26/11) adalah hari yang amat kelam bagi Darul Hadist Yaman. Universitas yang didirikan oleh almarhum Syaikh Muqbil Al Wadi’i di lembah Dammaj utara Yaman dan menampung lebih dari 10.000 mahasiswa ini, akhirnya diserang oleh kelompok Syiah Hutsiy. Semua warga yang berada di kompleks Darul Hadist turut dikepung selama hampir dua bulan penuh tanpa adanya akses bantuan Internasional yang diperbolehkan masuk kesana. Darul Hadist mencekam. Dua orang mahasiswa asal Indonesia Abu Sholeh asal Medan, dan Abu Haidar asal Aceh, meninggal terkena terjangan peluru sniper. Anak-anak menjerit, dan wanita menjadi sasaran empuk pemerkosaan. Abu Fairuz salah satu mahasiswa Indonesia yang sedang menimba ilmu disana, mengabarkan sebagaimana dikutip dalam laman isnad.net bahwa mahasiswa Darul Hadits kini sedang menuju ke pegunungan, mencari perlindungan serta mengusir penyerang dengan senjata seadanya.

Kekejian ini bermula oleh keadaan politik yang sedang tidak stabil di negara itu. Yaman kini sedang didera persoalan demonstrasi serupa Libya, dan Mesir. Kekacauan terjadi dimana-mana, peredaran senjata dibuat keruh. Meski Yaman adalah negara yang sangat membebaskan warganya memiliki Kalashnikov dan senjata api lainnya, namun sejatinya, rakyat Yaman bukanlah bar-bar yang menggunakan senjata apinya untuk perbuatan nista. Yaman negara yang beradab. Akibat kekacauan politik, ketidak percayaan terhadap pemerintah secara belebihan, dan dieskpresikan menjadi tindakan yang tidak produktif inilah, yang membuat gejolak konflik horizontal lebih menyala dibandingkan konflik secara vertikal. Rakyat yang pro pemerintah menjadi musuh bagi yang tidak pro pemerintah. Yaman yang bersaudara, akhirnya harus saling menghunus senjata. Diantara mereka ada rasa tidak percaya satu dengan lainnya. Ketegangan terjadi dimana-mana.

Yaman memiliki dua komunitas yang besar yang berbeda secara ideologi. Muslim Sunni dan Syiah. Sebagaimana muslim di Darul Hadist, Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh adalah seorang Muslim Sunni. Muslim sunni sebagaimana kebanyakan kita di Indonesia, menganggap bahwa hanya Allah SWT dan Rasulullah SAW lah yang mengetahui hal-hal yang bersifat ghaib. Sedangkan Syiah menetapkan iman mereka kepada Imam yang sepuluh dan menempatkan sahabat Ali r.a sebagai yang mengetahui hal ghaib selain Allah SWT dan Rasulullah SAW. Abdullah bin Saba’ pencetus ideologi sekaligus agama Syiah inilah yang paling bertanggung jawab.

Muslim Sunni di Yaman maupun di negara Timur Tengah sangat intoleran dengan agama Syiah. Begitu pula sebaliknya. Dahlan Iskan dalam kunjungannya beberapa waktu yang lalu ke Yaman, mengatakan bahwa, masjid-masjid yang digunakan Muslim Sunni untuk beribadah, semuanya dilarang berdiri pada daerah yang mayoritas Syiah. Begitupula yang terjadi di Irak, Libanon, Suriah, dan Iran. Mayoritas telah menempatkan pemikiran bahwa minoritas adalah inang yang harus segera disingkirkan.

Syiah Hutsy menyerang Darul Hadist adalah karena di Universitas ini mengajarkan Ilmu Agama yang sarat dengan nilai-nilai Islam yang hakiki, shahih, dan sesuai dengan ajaran Rasulullah. Bagi kita, upaya yang dilakukan Darul Hadist amatlah baik. Mengingat sekarang ini sangat kering budaya pengajaran agama Islam yang sarat dengan nilai-nilai Islam yang hakiki, sahih, dan bisa dipertanggung jawabkan dalilnya. Tetapi sayang, bukannya dukungan, Syiah Hutsy justru sudah kelewat benci dengan ideologi ini. Syiah Hustsy memanfaatkan kekacauan politik dan ketidak percayaan pemerintah saat ini untuk menghabisi minoritas Sunni yang mendiami Dammaj beserta Universitasnya yang hebat itu.

[caption id="attachment_154680" align="alignright" width="300" caption="Kerukunan Hidup Beragama Indonesia"][/caption] Belajar dari konflik Yaman, kita perlu bersyukur atas kemajemukan yang dijaga dengan baik di Indonesia. Mayoritas muslim di Indonesia telah menempatkan minoritas sebagai saudara, dan hidup berdampingan. Sadar atau tidak, hasil pemikiran inilah yang dicetuskan Sukarno dibawah pohon sukun di Ende Flores selama pengasingan. Sukarno bersahabat bersama pastor-pastor di Ende dan berdiskusi, apa solusi yang tepat untuk merawat kemajemukan Indonesia ini. Sebagai umat Muslim, Kristiani, Budha, Hindu, Konghuchu, dll, Indonesia adalah tanah kita bersama. Kita akan merawatnya bersama, karena bukan hanya darah Muslim yang mengalir untuk kemerdekaan negeri ini dari tangan penjajah. Dan tidaklah sepatutnya kita menjadikan perbedaan non substansial selain aqidah, untuk dicuatkan menjadi ranah masalah yang akhirnya membuat kita harus mengangkat senjata seperti Yaman.

Yaman juga cermin dimana saat keadaan negara dibuat kacau oleh rakyatnya sendiri, maka kesempatan dari pihak ketiga yang akan menuai keuntungan akan datang tanpa diundang. Bagaimana tidak, perdagangan senjata yang seharusnya dikontrol, oleh karena terjadi konflik, peredaran senjata menjadi keruh. Konflik Ambon, Poso, telah menorehkan luka yang sangat dalam bagi Indonesia dan membekas di ingatan kita. Belum lagi soal trauma yang terjadi akibat peperangan, dan saling bunuh. Anak-anak menjadi yatim, wanita diperkosa. Penyerangan Darul Hadist Yaman telah membuat mata kita terbelalak, dimana Ilmu pengetahuan yang semestinya asset netral dan sangat berharga pun, justru akan dihabisi pula sebagai tumbal konflik horizontal. Dalam kengerian angan tentang kondisi Yaman inilah saya hanya bisa berujar pada sebatang pena. Sekaligus menyiapkan pertanyaan andai kita berfikir akan menggulingkan pemerintahan. Siapkah jika akhirnya keluarga kita yang menjadi tumbal itu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun