Mohon tunggu...
Fariz Pratama
Fariz Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - Real Akun

You Can Call Me Pockes

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Manajemen Teknologi Sisa Makanan

30 Oktober 2019   23:16 Diperbarui: 30 Oktober 2019   23:20 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi, 29 oktober 2019 di Salatiga

Indonesia merupakan negara dengan jumlah sampah makanan yang tergolong tinggi didunia, dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa 

Berat sampah makanan di Indonesia selama setahun mencapai 13 juta ton. Tentunya sebagian dari sampah makanan terdapat hasil tanaman pangan yang kontroversi dan cukup menjadi perbincangan karena berbagai macam persoalan yang timbul. 

Persoalan yang timbul disebabkan karena hasil produksi dalam negeri dengan kebutuhan konsumsi tidak dapat seimbang bahkan hingga surplus.

hal ini menyebabkan pemerintah mengambil suatu langkah dengan mengimpor bahan pangan untuk mengimbangi dan menjaga pasokan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.

Padahal peran pemerintah sudah sangat berkembang untuk meningkatkan produktivitas lahan serta hasil produksi.

Namun, jika terdapat suatu masalah yang berkenaan dengan pangan maka pemerintah daerah maupun secara nasional akan menjadi bahan sasaran kesalahan.

Faktanya, sampah makanan di Indonesia selama setahun dapat dikonsumsi 28 juta orang. Artinya, Indonesia menciptakan masalah dari dirinya dan untuk dirinya sendiri. Bagaimana hal itu bisa terjadi bukan lain karena sikap atau kebiasaan masyarakat itu sendiri.

Belakangan ini banyak dijumpai pola hidup beli makanan berlebih karena takut kurang.

Faktanya, masyarakat cenderung belum tahu kemampuan dalam mengelola diri dan istilahnya mengendalikan hawa nafsu serta rasa penasaran akan suatu makanan yang dibelinya.

Era digital ikut mendorong bagaimana sampah makanan terus terjadi, semisal saat sesorang ingin memperlihatkan sautu gaya atau kelas dari makanan. Tingkah yang dilakukan sama sekali tidak menghargai makanan, pesan asal pesan hanya sekedar untuk diabadikan dengan gadgetnya.

Kemudian saat membuat konten, makanan bisa jadi dibuang-buang dengan sia-sia entah dari remukan atau sisa lainnya untuk sebatas alat meningkatkan pamor. Istilah kerennya panjat sosial. 

Padahal seharusnya masyarakat itu belajar dari pengalaman orang-orang terdahulu tentang makanan. Pasti pernah mendengar perbedaan orang jaman dulu dan jaman sekarang (kids jaman now). Dahulu orang tua itu berpikir keras supaya anaknya tidak menangis karena kelaparan dan susah pangan.

Berbedahal dengan kids jaman now, nangis karena disuruh makan karena keasikan mainan berbagai hal yang mereka ketahui, lebih parahnya dengan menyisakan makanan yang dimakannya.

Hal ini yang mendorong Indonesia penghasil sampah makanan terbanyak ke-2 di dunia. Memang makanan menjadi persoalan yang berbelit karena disalah satu sisi terjadi kekurangan bahan makanan seperti misalnya bahan dari tanaman pangan, padi, kedelai, jagung dan bahkan gandum.

Sisi lainnya karena termanjakan dengan selalu ada dan diimbangi kebutuhannya maka tidak memikirkan kerugian karena sisa makanan yang tidak habis. 

Limbah makanan yang dibuang setiap hari bernilai Rp 27 triliun. Terlihat jelas dengan besaran angka yang ada, menunjukkan kerugian sangat besar bagi Negara Indonesia. Kerugian dialami oleh Masyarakat maupun Pemerintahnya. Semua permasalahan tersebut perlua adanya penyelesaianyang berdasarkan fakta dilapangan atau dikehidupan masyarakat Indonesia.

Solusi yang dapat dilakukan secara pribadi sesuai dengan kemampuan masing-masing sangat diperlukan. Mengubah sikap atau kebiasaan yang jelek juga perlu dilakukan walaupun dengan berat dan cukup membuat gebrakan baru.

Berbagai Solusi yang dapat dilakukan sebagai berikut.

  1. Mulai kenali kemampuan diri sendiri, berarti setiap masyarakat sadar akan porsi konsumsi dirinya berbeda dengan orang lain.
  2. mengurangi konsumsi tanaman pangan yang sejatinya susah dikembangkan di Indonesia dan cenderung impor sangat tinggi, seperti kedelai dan gandum.
  3. Mengadakan sosialisasi dan penerapan pengumpulan sisa makanan sebagai produk olahan lain yang layak maupun pakan dan kompos.
  4. Membuat perencanaan tentang kebutuhan dan cadangan secara bijaksana agar makanan tidak banyak terbuang.
  5. Terakhir, mulailah mengerti keadaan sekitarmu, sekiranya makanan berlebih bagikan, sekiranya kondisi keadaan yang berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi kedepannya lakukan dengan bijak sana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun