[caption caption="Remaja berkarya"][/caption]“Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia” –Ir. Soekarno
Onembute, lokasi penugasan Pencerah Nusantara (PN) Konawe, merupakan sebuah kecamatan yang berada di perbukitan kabupaten Konawe provinsi Sulawesi Tenggara, dan berbatasan darat dengan kabupaten Kolaka Timur dan Konawe Selatan. Ini adalah sepenggal kegelisahan kami, dan juga benih harapan, untuk anak-anak dan remaja Onembute.
Bertumbuh selayaknya generasi muda penerus bangsa, anak-anak dan remaja Onembute banyak menghabiskan waktunya untuk belajar di sekolah. Ada 1 SMK, dan 3 sekolah setingkat SMP di kecamatan ini. Namun tidak dapat dipungkiri, tidak sedikit pula dari mereka yang putus sekolah dan harus bekerja serabutan, membantu truk batu bata untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Wilayah ini adalah wilayah yang didiami oleh transmigran. Beberapa desa di kecamatan Onembute, seperti desa Trimulya, Kasumeia, Mataiwoi, dan juga Ulu Meraka, didominasi oleh penduduk dengan suku Jawa. Di sini, usaha kecil menengah yang dikembangkan yaitu usaha pencetakan batu bata merah.
Ketika PN berkunjung ke sekolah, kepala sekolah menuturkan bahwa anak-anak di desa ini banyak yang sering membolos sekolah untuk bekerja mengangkut batu bata. Satu hari ke sekolah, hari berikutnya bisa saja anak-anak ikut truk batu bata untuk membantu mengangkut batu bata ke kota Kendari dan kabupaten lain. Pasalnya, batu bata yang dihasilkan dari tanah bangsal (tempat untuk mencetak dan mengolah tanah menjadi batu bata) Onembute ini begitu terkenal seantero Sulawesi Tenggara sebagai batu bata yang bagus dan kuat untuk membangun rumah. Tidak mengherankan jika kemudian pekerjaan menjadi buruh angkut batu bata ini cukup menjanjikan bagi anak-anak dan remaja Onembute. Dalam satu hari, upah yang dapat dikantongi berkisar antara 100.000 hingga 120.000 rupiah.
Selain fenomena putus sekolah dan bekerja di bawah umur, ada fenomena lain yang tidak kalah mengusik jiwa, yaitu pernikahan pada anak dan juga pernikahan usia dini. Perempuan dan laki-laki usia belia yang seharusnya masih bersekolah dan menuntaskan wajib belajar 9 tahun, justru terjebak dalam pernikahan dini akibat pergaulan bebas di kalangan remaja. Menyikapi hal ini, ada kepala desa yang kemudian berinisiatif untuk membuat peraturan desa (perdes) yang mengatur bahwa warga dilarang menikahkan anak gadisnya di desa tersebut apabila diketahui bahwa ia telah hamil di luar nikah. Peraturan ini dibuat untuk mencegah peningkatan angka pernikahan dini dan pernikahan di usia anak-anak akibat pergaulan bebas, sekaligus memberikan sanksi moral bagi yang melanggar norma kesusilaan tersebut. Meskipun demikian, implementasi dan efektivitas dari perdes ini sendiri masih perlu untuk ditelusuri lebih lanjut.
Apabila ditilik dari kacamata medis, kejadian hamil di luar nikah pada usia anak-anak merupakan kehamilan yang sangat berisiko, mengingat alat reproduksi sang ibu yang masih belum matang , sehingga belum siap untuk hamil dan melahirkan. Bayi yang dikandung oleh ibu dengan usia sangat muda (dibawah 18 tahun) juga berisiko akan lahir premature (belum cukup bulan) dengan berat lahir rendah (
Di samping itu, salah satu ancaman nyata bagi anak-anak dan remaja di Onembute adalah rokok. Masyarakat di Konawe memiliki kebiasaan merokok yang telah mengakar kuat. Di sini, rokok dan miras dijual secara bebas sehingga siapapun dapat mengonsumsi tanpa ada kontrol dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya regulasi terkait kawasan tanpa rokok maupun perda anti miras di wilayah yang terkenal sebagai lumbung padi Sulawesi Tenggara ini. Meskipun demkian, ada inisiatif yang nyata dari Bapak Rusmiady yang saat ini menjabat sebagai Kapolsek Onembute, bersama dengan satuan komandonya, untuk memberikan penyuluhan dan sosialiasi kepada warga Onembute agar masyarakat menghindari konsumsi minuman keras dan penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika. Tidak hanya di acara-acara formal di level desa, Bapak Rusmiady juga aktif memberikan sosialisasi di mimbar-mimbar masjid pada saat pengajian dan khutbah. PN berharap dapat segera melihat upaya aktif pemerintah untuk lebih melindungi anak-anak, remaja, ibu hamil, orang dewasa dan lanjut usia dari bahaya rokok, miras dan narkoba.
Terlepas dari rumitnya permasalahan pendidikan, kesehatan, serta pergaulan yang ada di kalangan remaja Onembute, PN percaya bahwa pemerintah dan masyarakat tidak tinggal diam. Bahwa remaja pun juga tidak begitu saja berpangku tangan. Beberapa pemerintah desa bahkan telah aktif merespon permasalahan ini dengan menggerakkan Karang Taruna, sebagai basis gerakan pemuda di masyarakat. Sebagai contoh desa Kasumeia. Di awal bulan Juni ini, pemerintah desa Kasumeia yang dikepalai oleh Bapak Taryono Sigit telah mengambil langkah sigap untuk mengadakan pelatihan peningkatan kapasitas Karang Taruna desa Kasumeia dengan menggunakan anggaran dana desa. Satu inisiatif yang patut diapresiasi tentunya.
Hari ini kami telah menyampaikan gelisah melalui postingan singkat ini. Hari depan, kami percaya akan lebih banyak semangat dan optimisme yang terpancar dari remaja Onembute, dan akan lebih banyak lagi cerita seputar geliat perubahan yang terjadi. Karena yang muda yang berdaya !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H