Mohon tunggu...
La Ode Saiful Hendra
La Ode Saiful Hendra Mohon Tunggu... Wiraswasta - PITUTUR

Menulis ESAI

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pilkada Taliabu 2024: Awas Gaya Politik Sangkuni!

12 Oktober 2024   14:25 Diperbarui: 12 Oktober 2024   14:38 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sengkuni itu siapa yang tak kenal. Tokoh antagonis dalam kisah epik Mahabharata. Ia adalah Raja Gandara (Afganistan sekarang). Negeri yang terkenal sebagai para penghasil avonturir. Konon katanya Bhisma sebagai penjaga tahta Hastina Pura pernah memenjarakan keluarga Sengkuni karena kesalahan tanpa diberikan makan yang cukup. Akhirnya hanya tinggal Sengkuni saja yang bertahan hidup setelah keluarganya mati kelaparan semua. Ayah dari Sengkuni lalu menitipkan tulang jari-jarinya kepada sang putera satu-satunya yang tersisa untuk dijadikan alat dadu mistis untuk berjudi. Dadu sakti yang akan membuat Sengkuni tak pernah kalah dalam bermain judi.

Otak licik Sengkuni itu memang handal. Sebagai politisi yang memberikan pertimbangan kepada Maharaja Hastina Pura, Sengkuni selalu menggunakan perhitungan licik. Memainkan angka survey, probabilitas dan statistik. Termasuk ketika ia membantu keponakannya Duryudana pimpinan Kurawa dalam lomba judi melawan para Pandawa di balairung istana. Pertarungan yang akhirnya mempertaruhkan kehormatan dari Dewi Pancali sang permaisuri Pandawa. Sengkuni menggunakan dadu sihirnya secara optimal. Pancali akhirnya harus rela dilucuti pakaiannya sebagai tanda kekalahan Pandawa. Para Pandawa telah disihir oleh permainan dadu Sengkuni yang kotor. Tetapi akibat terpancing emosi juga sehingga Pandawa terjebak.

Cara licik sengkuni memang cukup beralasan, Dikutip dari video CakNun.com (2019), budayawan Cak Nun menjelaskan bahwa Sengkuni pernah mengalami penderitaan yang sangat pelik. Ia pernah dipenjarakan bersama dengan kedua orangtua dan 100 saudaranya oleh Destarata suami dari Dewi Gandari yang merupakan kakak kandung Sengkuni. Selama masa hukuman, ia bersama orangtua dan saudaranya merasakan penderitaan yang sangat luar biasa. Dari masa lalu Sengkuni yang begitu pahit, kita bisa mendapatkan alasan kuat mengapa ia menjadi sosok yang kejam dan licik. 

Lalu apa bedanya dengan kondisi sangkuni hari ini, meski berbeda konteks namun naluri licik sengkuni hari ini bisa diasumsikan bahwa itu berasal dari proses alienasi panjang sehingga cara licik dan haus kuasa panggung politik menjadi motifasinya. Politik itu memang bisa sangat kejam tergantung siapa yang menggunakannya. Politik bagi Sengkuni adalah seni untuk menghancurkan lawan tanpa ampun. Tidak perlu perang berdarah jikalau dengan permainan dadu musuh dapat dikalahkan. Bahkan dengan cara yang sangat memalukan.

Saat ini public taliabu diperhadapkan dengan Pilkda 2024. Kita berharap pilkada ini dapat berlangsung jujur dan adil serta menghasilkan keterpilihan yang benar. Karena itu merupakan benar-benar suara rakyat tanpa diembel-embeli dengan politik uang (money politics). Tentu saja kita tak pernah berharap ada Sengkuni-sengkuni muncul dalam kontestasi Pilkada Taliabu kali ini. Mereka yang memainkan angka, probalitas dan statistik, tapi dengan cara menyuap dan bermain sogok.

Tapi kita tak bisa menjamin tidak muncul Sengkuni-sengkuni politik pada gelaran pilkada taliabu di tahun 2024 ini. Mereka selalu bisa memainkan peluang dan kesempatan. Yang kita bisa kontrol adalah hasil penghitungan suara harus tercatat benar-benar dan solid menjaga suara yang masuk. Sekali kita lengah maka Sengkuni bisa memainkannya untuk keterpilihan kelompok dan atau diri mereka sendiri. Jangan memberikan janji yang tak mungkin bisa ditepati. Bahkan jangan memberikan uang untuk menarik suara pemilih. Lebih baik kalah terhormat karena kurang suara dari pada menang dengan curang mengakali data dan menyogok petugas pemilu. Itu bukan kemenangan sejati melainkan model ambisius Sengkuni.

Jelas Sengkuni merupakan contoh busuk dalam berpolitik. Ia tokoh tengik yang menghalalkan segala cara. Dalam kamusnya, tidak ada norma dan etika. Siapa pun yang bertentangan dengan garis politiknya, Sengkuni tidak segan menyatakan berseberangan, sekalipun mereka pepunden Astina semisal Resi Bhisma dan Prabu Salya, mertua Duryudana.

Mengutip dari media Harian Indonesia; "Belajar Dari Sengkuni" bahwa, meski dalam kebusukannya itu masih ada nilai karakternya yang bisa direnungkan. Sengkuni bukan politikus hipokrit. Ia apa adanya, tidak ada yang disembunyikan. Ia pun anggap enteng cap yang disematkan pada dirinya sebagai leletheking jagat panuksmaning jajalanat, yang artinya penjelmaan iblis yang paling jahat di jagat.

Sengkuni tidak mau menjadi pribadi palsu. Antara hati, pikiran, ucapan, dan perilakunya klop. Ibarat musang, ia tampil apa adanya sebagai musang, bukan musang yang bergaya dengan bulu domba. Aspek 'kejujuran' inilah yang masih sulit ditemukan pada politisi negeri hemung sia sia dufu ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun