Mohon tunggu...
plur retknow
plur retknow Mohon Tunggu... Guru - menulis dengan hati

Cogito ergo sum (aku berfikir aku ada) / Rene Descrates

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengajaran Sastra di Sekolah, Kreativitas Masih Terkungkung

4 Desember 2019   09:29 Diperbarui: 4 Desember 2019   09:51 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karya sastra yang notabene sebuah hasil imajinasi penciptanya, saat ini mengalami krisis dalam perkembangannya. Mengapa demikian? pertanyaan ini banyak dijawab secara sepintas lalu saja. Misalnya karena kurangnya minat belajar sastra siswa di sekolah. 

Minat sangat berperan dalam menghasilkan sesuatu yang baru. Tetapi, bagaimana dengan pengetahuan tentang sastra serta contoh karya yang jarang ditelaah? Tentu pengethuan tentang sastra sangat penting dalam menghasilkan karya sastra. Kreativitas bisa terbentuk dari banyaknya pengetahuan yang dimiliki seseorang baik berupa pengetahuan dari referensi maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran di sekolah formal menjadi tonggak berkembangnya karya sastra di dunia. Hal itu karena waktu terpanjang belajar usia produktif khususnya di Indonesia adalah di sekolah formal. 

Jika demikian, sebenarnya sekolah formal punya andil yang besar dalam mengasah pengetahuan siswanya di bidang sastra. Tetapi pada kenyataannya pembelajaran sastra di sekolah hanya berhenti pada teori struktural dengan metode hafalan semata. Sedangkan untuk menciptakan sebuah karya diperlukan ladang pengetahuan yang luas dan imajinasi yang tinggi. 

Pengajaran sastra di sekolah hanya berkutat pada pertanyaan tentang sastrawan, tema, latar, dsb. Padahal seharusnya pada tingkatan menengah atas sudah berfikir kritis mencipta sebuah karya. 

Penciptaan karya seharusnya pun diwajibkan bagi pembelajar. Meskipun masalah genre dan diksi adalah hak otoritas penciptanya.Jika satu orang mengasilkan minimal satu karya, sastra di negeri ini akan berkembang pesat. Akan ada banyak aliran sastra serta genre baru yang akan muncul. Keunikan dan kebaruan karya adalah modal besar perkembangan sastra. 

Apapun alasannya, pengajaran sastra di sekolah harus mengutamakan isi bukan bagian luar karya. Sebuah pemikiran panjang yang sederhana, yaitu mengajar sastra dengan jiwa dan contoh nyata karya dari pengajarnya. Bagimana siswa akan menghasilkan karya, jika pengajarnya pasif. 

Pengajar dan pendidik yang mengajari sastra haruslah menjadi contoh nyata siswanya. Karya pengajar adalah model yang akan ditiru atau menjadi inspirasi pembelajarnya. Mengajar sastra dengan jiwa akan menjadikan karya sastra yang dihasilkan memiliki jiwa. (Plur)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun