Mohon tunggu...
Nita Harani (Syamsa Din)
Nita Harani (Syamsa Din) Mohon Tunggu... Guru - Guru Madrasah Ibtidaiyah

I'm Nothing Without Allah SWT. Guru Madrasah Ibtidaiyah. pengagum senja, penyuka sastra. Love to read, try to write, keep hamasah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mudik Terakhir?

14 Juni 2017   11:52 Diperbarui: 13 Agustus 2017   12:12 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Rhyan Plankton

Terakhir, jangan lupa charger ponsel. Iya..aku tahu ini zaman teknologi canggih. Tapi..tidak semua orang menggunakan ponsel canggih to? Nah, itulah sederet persiapan yang biasa aku lakukan dan sempurnakan dengan Doa. Kemungkinan, ini mudik terakhirku, karena setelah ini aku berencana untuk menetap di kota Bengkulu. Sebuah TK Islam Insyaallah akan menerimaku untuk mengajar disana. Tapi, aku masih menyimpan harap untuk merantau lebih jauh lagi. 

Pengumuman penerima beasiswa WMF tahun ini, akan diumumkan Agustus mendatang. Semoga aku menjadi salah satu penerimanya. Jika aku diterima, berarti ini akhir dari  awal sebuah perjalanan. Banyaknya kesulitan yang kulewati selama di perantauan, membuatku semakin berani untuk membangun mimpi. Seperti kata Belva Davis "Don't be afraid of the space between your dreams and reality. If you can dream it, you can make it so"

"Boi, serius kau ingin mengakhiri masa perantauan?" Zurai menatapku lekat, "kenapa? Kau tak sanggup berpisah denganku?" jawabku sambil cengengesan, kontan tangannya mendarat di bahuku. "masa perantauanmu segera berakhir, bagaimana dengan masa lajangmu boi? Kapan kau akan mengakhirinya?" Zurai mengerjapkan mata nakal. Aih..pintar benar perempuan kelumbi ini menggodaku. "kau sendiri?" kucubit lengannya. "Mmhh..minggu lalu Bapakku telphon, Agustus nanti, insyaallah Syarif siap meminangku" Zurai berkata pelan dengan wajah tersipu bahagia. Giliran aku yang ternganga.

"Wow! Selamat Boi..Syarif? lelaki yang pernah kau ceritakan itu?" kuguncang bahunya, "iya" senyumnya mengembang. Ah..kusandarkan punggungku di dinding, tiba -- tiba sosok Maulana berkelebat dalam ingatanku, tapi segera kutepis kelebat itu. Kenapa pula tiba -- tiba aku teringat lelaki pendiam itu ck..ck...

"Boi, kau masih mengharapkan Maulana?" selidik Zurai, "nggak!" jawabku mantap. Toh, aku akan segera pindah ke Bengkulu. Semoga Allah mempertemukanku dengan Maulana yang lain, yang jelas, aku akan menikmati mudik kali ini.

Palembang, pertengahan Ramadhan 1438 H

#SIAPMUDIK  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun