Mohon tunggu...
Playgel95
Playgel95 Mohon Tunggu... Guru - MAHASISWA

SEPAKBOLA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ekonomi Anti Riba

31 Juli 2024   12:55 Diperbarui: 31 Juli 2024   13:04 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Riba dalam Perspektif
Agama-Agama

TIDAK dapat dimungkiri, perdagangan dunia ini memang didominasi oleh praktik ribawi. Ironisnya, hal itu tidak  hanya terjadi di negara-negara sekuler, tetapi juga di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim. Pada hakikatnya, praktik perdagangan ribawi merupakan musuh setiap orang, tanpa batas keyakinan. Hampir seluruh keyakinan agama telah mengharamkan riba secara tegas. Kalaupun ada orang (selain Islam) mengatakan bahwa pengharaman riba hanyalah bagi orang Islam, hal ini merupakan tabiat orang Yahudi untuk selalu memojokkan Islam dan tidak mengakui kebenaran. Pernyataan ini pernah disebutkan Allah dalam Al-Quran, Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dicegah dari perbuatan itu (QS An-Nisa [4]: 161). Secara perlahan tetapi pasti, memang terlihat bahwa nonmuslim sekalipun telah mengakui bahwa virus riba yang begitu dahsyat bisa menghancurkan sendi-sendi perekonomian bangsa. Hal ini ditandai dengan semakin diminatinya sistem ekonomi syariah di seluruh dunia termasuk negara-negara nonmuslim. Meskipun lebih cenderung didasarkan faktor untung-rugi, ekonomi syariah telah menjadi alternatif sistem ekonomi dunia yang efektif untuk menghapus ketidakadilan ekonomi. Lantas, bagaimana konsep pengharaman riba dari perspektif agama-agama? Tulisan ini hendak membahas hal itu. Sebagian besar penjelasannya dikutipkan dari beberapa Tafsir Al-Quran karya Ulama Tiga Serangkai.

Larangan Riba dalam Agama Yahudi
Taurat ternyata banyak dipenuhi ayat tentang pelarangan memakan harta riba. Larangan memakan harta riba ini diperoleh melalui ajaran nabi orang Yahudi. Lihat saja dalam Kitab Keluaran XXII: 25 disebutkan: "Jika kamu memberi pinjaman uang kepada umatku, yakni kepada orang miskin di antara kamu, maka jangan kamu seperti penagih utang yang keras dan jangan ambil bunga daripadanya." Demikian juga dalam kitab Imamat XXV: 35--37 disebutkan: "Maka jika saudaramu telah menjadi miskin dan tangan- nya gemetar, maka hendaklah engkau memegangnya, jikalau ia seorang pedagang atau orang menumpang sekalipun, bolehlah ia hidup bersamamu" (35). "Maka janganlah kamu mengam- bil bunga atau laba yang banyak, maka takutlah kamu kepada Allah-mu, supaya saudaramu juga dapat hidup bersamamu" (36). "Jangan kamu memberi uangmu kepadanya dengan memakan bunga, dan makananmu pun jangan kamu berikan kepadanya dengan mengambil untung" (37).

Sedangkan dalam kitab Ulangan XXIII ayat 19 dan 29 disebutkan: "Maka tak boleh kamu mengambil bunga dari saudaramu, baik bunga uang maupun bunga makanan, baik bunga suatu barang yang dapat bunga" (19). "Maka dari bangsa lain boleh kamu mengambil bunga, tetapi daripada saudaramu, maka tak boleh kamu mengambilnya" (29). Menurut jumhur ulama sebagian dari nabi yang diutus kepada Bani Israel telah melarang riba kepada seluruh manusia. Larangan itu tidak ditentukan hanya kepada orang Israel ataupun kepada kaum mereka saja. Nabi Daud a.s, juga telah menyebutkan dalam kitab Mazmur (Zabur) pada XV: 5. "Maka tiada yang menjalankan uang dengan makan bunga dan tidak boleh makan suap akan melawan orang yang tidak bersalah ...." Demikian juga sabda Nabi Sulaiman a.s. dalam kitab Amsal XXVII: 8, "Adapun orang yang menambah hartanya dengan rubiyat (riba) dan laba yang keji, yaitu mengumpulkan dia bagai orang yang menaruh kasihan atas orang miskin." Dalam kitab Nabi Jehezkiel XVIII: ayat 7 dan 8 disebutkan:"Dan ia memberi makanan kepada orang yang lapar serta melindungi orang telanjang dengan pakaian"(7). "Dan ia tidak mengambil rubiyat dan tidak menerima laba yang terlalu banyak"(8).

Bunga Menurut Yunani dan Romawi
Dalam catatan sejarah, peradaban Yunani dimulai dari abad VI SM hingga abad I M. Saat itu, telah terdapat beberapa jenis bunga dalam lalu lintas perdagangan. Sebut saja bunga pada pinjaman biasa, pinjaman properti, pinjaman antarkota, dan bunga perdagangan industri. Demikian juga pada masa Romawi (abad V SM hingga abad IV Masehi). Saat itu, bunga memang dibolehkan, tetapi dibatasi dengan tingkat bunga tertentu, yakni bunga yang berlipat. Artinya, bunga diperbolehkan, tetapi tidak boleh secara berlipat-lipat. Lebih lanjut, dua ahli filsafat Yunani terkemuka, Plato (427--347 SM) dan Aristoteles (384--322 SM), sangat mengecam praktik riba dan mengutuk orang-orang Romawi yang mempraktikkan pengambilan bunga. Plato mengecam bunga dengan dua alasan. Pertama, bunga menyebabkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat. Kedua, bunga adalah alat golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin. Sedangkan Aristoteles menyoroti bunga dari fungsi uang sebagai alat tukar. Menurutnya, uang bukanlah alat untuk menghasilkan tambahan melalui bunga. Bunga sebagai uang berasal dari uang yang keberadaannya dari sesuatu yang belum pasti terjadi. Dengan demikian, pengambilan bunga se- cara tetap merupakan sesuatu yang tidak adil. Sedangkan ahli filsafat Cicero memberi dua ilustrasi yang menyatakan bahwa bunga adalah sesuatu yang hina untuk dilakukan. Menurut Cicero, perdagangan adalah suatu pekerjaan yang tentu mempunyai risiko, maka memberi pinjaman dengan bunga adalah suatu yang tidak pantas dilakukan. Karenanya, hukuman yang pantas adalah jika bagi pencuri didenda dua kali lipat, bagi pemakan bunga akan didenda empat kali lipat.

Bunga menurut Kristen
Dalam Lukas 6: 34--35 terdapat sinyalemen adanya ayat pengecaman dalam praktik pengambilan bunga. "Dan, jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang karena kamu berharap akan menerima sesuatu darinya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuat baiklah kepada mereka dan pinjamkan
dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan yang Mahatinggi sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat." Dalam redaksi ayat Lukas ini memang tidak secara tegas mengharamkan praktik pengambilan bunga, tetapi sebagian besar pendeta Kristen mengambil ayat ini sebagai dasar pengharaman bunga. Pendeta Kristen menganggap orang yang memakan bunga sebagai orang yang tidak berperikemanusiaan. Bahkan, larangan praktik riba ini telah dimasukkan dalam undang-undang. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun