Mohon tunggu...
Taryono
Taryono Mohon Tunggu... karyawan swasta -

tinggal di Bandar Lampung

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Berhentilah Mendamprat Wartawan

28 Agustus 2012   05:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:14 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1346130816111551093

Siapa orang sering mendamprat wartawan? Jawabannya pejabat bermasalah, narasumber, dan pembaca. Wartawan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita untuk dimuat dalam surat kabar, majalah, radio, dan  televisi; juru warta; jurnalis. Selain istilah wartawan, ada juga istilah jurnalis, istilah ini kian populer di Indonesia setelah masuknya pengaruh ilmu komunikasi yang cenderung berkiblat ke Amerika Serikat. Wartawan, Profesi Mulia Mengenai profesi wartawan Wali Kota Metro Lukman Hakim pada sebuah kesempatan menyebut bahwa pekerjaan wartawan merupakan profesi yang mulia. Menurutnya menjadi wartawan merupakan salah satu bentuk pengabdian kepada Allah, maka, ucap Lukman, lakukanlah dengan baik dan profesional. Lukman mengharapkan para wartawan terus meningkatkan kemampuan dan profesionalisme. Jakob Oetama, pendiri Harian Kompas dan Kompas Gramedia, mengaku tak menyesal memilih profesi wartawan ketimbang jadi guru. Menurut Jakob, dia justru memperoleh pencerahan lewat pergaulan dengan dunia pers yang diperkenalkan awal oleh Rosihan Anwar, Ojong, dan Pastor Oudejans yang secara konkret memicu pembalikan cita-cita. Bahkan dalam hari-harinya, Jakob lebih senang disebut wartawan ketimbang pengusaha. Saat keluarga besar Kompas Gramedia kehilangan dua karyawannya: Dody Aviantara dan Didik Nur Yusuf, yang menjadi korban jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100. Jakob menyebut keduanya merupakan wartawan yang all out, memberikan segalanya untuk pekerjaan, jadi tidak jadi beban, tapi panggilan hidup yang selalu akan berusaha sebaik mungkin. Jakob Oetama berharap seluruh pihak yang ditinggal agar meneladani apa yang telah dilakukan kedua wartawan tersebut, semangat dari Dody dan Didik harus menjadi suri tauladan bagi seluruh rekan-rekannya. Wartawan, Pekerjaan Penuh Risiko Menjadi wartawan memang tidak mudah dan penuh risiko. Apalagi jika meliput di medan perang atau konflik. Nyawa adalah taruhannya. Tapi bagi wartawan Jepang, Mika Yamamoto, tekat mengabarkan apa yang terjadi di Suriah kepada dunia adalah segala-galanya, kendati konflik di wilayah tersebut bisa mengancam nyawa. Alhasil, wartawan yang pernah memenangi penghargaan Vaughn-Ueda dari Asosiasi Editor dan Penerbit Surat Kabar Jepang, semacam Pulitzer itu, pun tewas akibat dibunuh oleh milisi pro-Assad. Dunia pun berduka. Dinanti dan Dimaki Hasil reportase wartawan dari lapangan seringkali dinanti-nanti pembaca. Terutama liputan soal skandal besar: korupsi. Juga liputan di wilayah perang/konflik. Pembaca tentu ingin tahu informasi tentang apa yang sesungguh terjadi di lapangan. Temuan di lapangan, seringkali membuat decak kagum pembaca. Maka jangan heran jika pembaca pun memuji. Oplah koran atau majalah pun meningkat, karena diburu pembacanya. Ini juga akan berimbas naiknya kue iklan. Tapi tak jarang, ada juga pembaca yang memaki karena mungkin saja hasil liputannya tidak berimbang, kurang akurat dan sebagainya. Dan ini biasanya bisa kita lihat di media online. Tapi sangat disayangkan jika komentar tersebut di luar kontek berita. Misalnya, saja melecehkan profesi wartawan, dan kata-kata yang berbau SARA (suku, agama, ras dan antar golongan). Cerdas dan Beretika di Media Online Saya seringkali menemui komentar-komentar yang tidak etis dari pembaca artikel di kolom komentar di beberapa portal berita nasional. Ini sangat disayangkan, padahal kolom itu sengaja dibuat untuk media berdiskusi antara pembaca artikel. Oleh karena itu, ada baiknya sang pengelola portal benar-benar memerhatikan hal itu. Bagi pembaca, sudah saatnya kita menjadi pembaca yang cerdas dan beretika. Jadi, nikmatilah kebebasan di dunia online secara cerdas dan beretika. Bukan sebaliknya. sumber: tribunlampung, kompas.com, tempo.co

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun