Mohon tunggu...
David Olin
David Olin Mohon Tunggu... Pustakawan - Pemerhati Bahasa, Memberi Hati Pada Bahasa, Meluaskan Dunia Lewat Bahasa

Setiap kali menatap mentari, bulan selalu mendapat cahaya baru.

Selanjutnya

Tutup

Book

Membaca "Negara Paripurna"

17 Mei 2024   07:00 Diperbarui: 17 Mei 2024   07:05 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Beberapa waktu ke depan saya akan membagikan pengalaman memang mahakarya bapak Yudi Latif, "Negara Paripurna" (Gramedia, 2021). 

Hari ini saya akan membagikan pengalaman membaca bagian pertama yang membahas sila "Ketuhanan Yang Maha Esa". Pada intinya, para pendiri bangsa sudah bergulat dengan relasi agama dan negara. Hasilnya, mereka menolak dua ekstrim yaitu: privatisasi (sekularisasi) yang menempatkan agama di ruang privat dan ekstrim teokrasi (negara agama). 

Dengan demikian, Indonesia adalah "Negara Bukan-Bukan": bukan negara sekuler dan bukan negara agama. Keduanya tidak terpisahkan tetapi dibedakan. Prinsip yang dipakai adalah "diferensiasi": Agama dan negara memiliki fungsi yang berbeda demi mencapai tujuan yang sama yaitu terwujudnya Pancasila secara keseluruhan dalam bingkai kebhinekaan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun