Mohon tunggu...
David Olin
David Olin Mohon Tunggu... Pustakawan - Pemerhati Bahasa, Memberi Hati Pada Bahasa, Meluaskan Dunia Lewat Bahasa

Setiap kali menatap mentari, bulan selalu mendapat cahaya baru.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Iksan Skuter, Hominisasi dan Humanisasi

27 Mei 2022   08:00 Diperbarui: 27 Mei 2022   09:05 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kutipan lirik "Sepertinya menjadi manusia adalah masalah buat manusia" dari lagu "Bingung" gubahan Iksan Skuter menyingkapkan sedikit insight tentang dua istilah yang diberikan dalam judul ini.

Dapat dikatakan bahwa dalam lagu tersebut, Iksan Skuter "membuat distingsi" antara "manusia" (hominisasi) dengan "menjadi manusia" (humanisasi).

Pembedaan ini dapat dilacak pada pemikir Thomas Aquinas. "Hominisasi" terkait dengan pembentukan manusia secara biologis (khususnya embrio), sementara itu "humanisasi" memuat unsur "rasionalitas". Ia mengikuti pandangan Aristoteles yang lagi "naik daun" di Eropa pada saat itu.

Hominisasi juga sering dikaitkan dengan perkembangan spesies manusia melalui evolusi. Sementara itu, kata "humanisasi" merujuk pada seluruh aspek "budaya" manusia. Seluruh aspek kebudayaan ini terarah pada "hidup yang bahagia" baik secara individu maupun sebagai kelompok.

Secara populer, pembedaan ini dikenal dengan istilah "human being" dan "human becoming". Bagi Pater N. Driyarkara, humanisasi merupakan kelanjutan dari homonisasi. Sebab, "humanisasi" memiliki kaitan yang erat dengan "kebebasan atau pembebasan". 

Pada kenyataannya, dua istilah ini saling terkait satu sama lain. Manusia tidak hanya dijelaskan secara faktual-biologis: "lahir, berkembang, lalu mati", tetapi memiliki kebebasan untuk menentukan masa depannya.

Marti dan Butticaz (2020) bahkan berani berpandangan bahwa proses humanisasi mendahului hominisasi. Artinya, manusia tidak hanya dibentuk sepenuhnya oleh alam, tetapi membentuk, bahkan mengubah alam. Kesadaran, akal budi dan kehendak bebas menjadikan manusia tidak tunduk sepenuhnya pada determinisme biologis, tetapi mampu menciptakan lingkungan-lingkungan baru.

Kini, lingkungan yang dimaksud termasuk "lingkungan digital."

Semoga pembedaan ini bisa sedikit meminimalisir rasa "Bingung" seperti dalam lagunya Iksan Skuter. Apabila punya pandangan yang berbeda, saya akan sangat senang menerimanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun