Belakangan ini, penggunaan media sosial sebagai media pewartaan Injil semakin meningkat. Sebelum kita, sudah ada Uskup Agung Fulton J. Sheen (Bishop Sheen, 1895-1979) yang bisa diberi predikat “pioneer broadcasting 'Katolik' pertama di dunia.”
Meskipun sepanjang sejarah nilai-nilai Kristiani telah diwartakan dalam berbagai cara, Uskup Sheen adalah orang pertama yang membawa nilai-nilai itu melalui televisi dalam acaranya yang terkenal, “Life is Worth Living”.
Serial acara Life is Worth Living berlangsung selama 8 tahun (1951-1957). Program ini disiarkan setiap hari Selasa pukul 8 malam dan berlangsung sekitar 25 menit (tanpa jeda iklan!). Uskup Sheen membawakannya tanpa teks (kecuali beberapa kutipan verbatim) dan hanya bermodalkan papan tulis. Serial televisi ini dilanjutkan dalam program bertajuk "Fulton Sheen Program" (1961-1968).
Program ini dengan cepat menyaingi tokoh populer seperti Frank Sinatra. Pada tahun 1952, ia menerima penghargaan “Emmy Award” untuk kategori “Most Outstanding Television Personality”. Acara-acara televisinya disaksikan lebih dari 30 juta orang setiap minggu. Lebih daripada itu, acara-acara itu masih ditonton hingga hari ini di Youtube! Selama tampil di televisi, menerima lebih dari 8.500 surat penonton setiap minggu.
Santo Yohanes Paulus II, ketika beraudiensi dengan Uskup Sheen, pernah berkata, “Engkau telah menulis dan berbicara dengan baik tentang Tuhan Yesus. Engkau adalah putera Gereja yang setia”.
Sebelumnya Uskup Sheen telah menulis lebih dari 90 buku dan sudah mengisi acara radio mingguan yang bertajuk “The Catholic Hour”, 1930-1950. Dalam suatu kesempatan, ia mengatakan bahwa ia berhutang pada keempat penulis Injil bagi segala pencapaian selama masa hidupnya.
Bagi saya, “kedalaman” kata-katanya jauh melebihi jumlah karya-karyanya. Ia tidak hanya menguasai bidang filsafat dan teologi, tetapi psikologi dan sastra klasik (termasuk Shakespeare).
Sumber utama inspirasinya adalah pribadi Yesus sendiri, Sang Sabda yang melalui diri-Nya, Allah mengkomunikasikan diri. Dari satu videonya saja, seseorang akan mampu menghasilkan "anak-anak" renungan yang banyak, luas dan mendalam.
Sumber: