Kesucian mustahil diperoleh tanpa menerima dan memanggul salib. Namun, salib setiap orang terasa berat karena salib itu unik dan hanya untuk diri kita sendiri. Bunda Maria mengalami salib dengan berdiri di bawah kakinya, sementara penjahat yang bertobat di sisi Yesus mengalami salib dengan bergantung di atasnya. Karena itu, kita tidak bisa membandingkan beratnya salib seseorang dengan orang lain. Ukuran yang dipakai untuk semua orang adalah seberapa besar cinta dalam menanggung salibnya. Orang yang menolak salib menolak cinta.
Bab Ketiga, "Sesama Umat Beriman" merupakan renungan atas Sabda Bunda Maria dalam Lukas 1:38, "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu"; dan Sabda Tuhan Yesus dalam Yohanes 19:27, "Ibu, inilah anakmu! Inilah ibumu!". Â Uskup Sheen menyatakan bahwa hidup beriman tidak dapat dilaksanakan tanpa mengasihi sesama manusia. Ikatan rohani lebih erat daripada ikatan darah (hlm. 35). Pada hari Yesus disalibkan, bunda Maria menjadi ibu bagi anak-anak dalam Kerajaan Allah. Relasi yang erat dengan Bunda Maria, khususnya dalam doa Rosario, membangun relasi kasih terhadap Allah Tritunggal Mahakudus dan semua umat beriman.
Bab keempat, "Percaya akan kemenangan" merenungkan Nyanyian Pujian Maria (Magnificat, Lukas 1:46-55) dan Mazmur 22 (Hamba Allah yang Menderita). Tuhan Yesus hanya menyatakan kalimat pertama dari mazmur ini. Bagi Uskup Sheen, keduanya merupakan nyanyian kemenangan, meskipun diucapkan dalam kegelapan rahim dan salib. Selain itu, cinta yang disalibkan akan membebaskan orang-orang yang saling mencintai.
Bab kelima, "Agama sebagai suatu pencarian" merenungkan Sabda Bunda Maria dalam Lukas 2:48, "...Bapamu dan aku dengan cemas mencari Engkau" dan Sabda Yesus dalam Yohanes 19:28, "Aku haus!" Jika manusia tidak mencari Tuhan, hatinya akan dipenuhi oleh ilah-ilah palsu. Pertobatan yang sejati lebih dari kesadaran atas dosa, karena baru terjadi ketika seseorang berbalik kepada Tuhan.
Bab keenam, "Tentang Waktu" merenungkan Sabda Bunda Maria dalam Yohanes 2:3, "Mereka kehabisan anggur" dan Sabda Yesus dalam Yohanes 19:30, "Sudah Selesai". kalimat Uskup Sheen yang paling kuat dan berkesan bagi saya dalam buku ini terletak pada bab ini (hlm 82): "Tuhan tidak mempunyai motivasi lain ketika meminta kita memikul salib setiap hari, selain untuk menyempurnakan diri kita sendiri." Kesempurnaan terdiri atas disiplin diri, kerendahan hati, dan mengurangi sikap egois.
Bab ketujuh, "Tujuan Hidup" berisi permenungan atas Sabda Bunda Maria dalam Yohanes 2:5, "Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu" dan Sabda Yesus dalam Lukas 23: 46, "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Tujuan hidup Yesus adalah melaksanakan kehendak Bapa. Kedua sabda ini berbicara mengenai penyerahan diri. Serahkanlah seluruh kebebasanmu kepada Tuhan dan kamu akan menemukan kebebasan sejati!
Dengan demikian, Uskup Sheen membantu kita untuk memasuki suatu renungan yang mendalam tentang Sabda Yesus dan Bunda-Nya. Buku ini sangat menggugah hati. Lebih daripada itu, tujuan dari semua renungan ini bersifat praktis. Orang beriman diharapkan semakin memaknai salib hidupnya setiap hari sebagai jalan menuju kesempurnaan dan kebebasan sejati. Semoga semua orang datang dan menimba inspirasi dari Salib Tuhan sendiri. Selamat membaca dan merenungkan.
Di-review oleh: Fr. David Ben Usolin, SDB
Tulisan ini pernah dimuat di blog intern komunitas Wisma Salesian Don Bosco Sunter. Penulis memuat tulisan ini di Kompasiana agar (mudah-mudahan) menjangkau lebih banyak pembaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H