Mohon tunggu...
David Olin
David Olin Mohon Tunggu... Pustakawan - Pemerhati Bahasa, Memberi Hati Pada Bahasa, Meluaskan Dunia Lewat Bahasa

Setiap kali menatap mentari, bulan selalu mendapat cahaya baru.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Puisi Salib: "Padaku"

21 Maret 2022   09:13 Diperbarui: 21 Maret 2022   10:44 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

PADAKU

Padaku Paduka berseru, "Marilah mati!"

Pada Paduka 'ku menyahut, "Tinggallah di sini!"

Pada padang sunyi, sepi. 

Jakarta, 20 Maret 2022

Sekarang saya akan memberikan semacam "zarah" atas puisi saya sendiri. Kata "Paduka" mewakili Tuhan yang pengasih terhadap manusia. Kasih itu sungguh besar  sehingga Putera-Nya sendiri rela menyerahkan diri secara bebas untuk menjadi korban agar manusia selamat. 

Seruan "Marilah mati" merupakan ajakan untuk ikut dalam arus kasih yang sama. Kehendak Tuhan menjadi lebih besar daripada keinginan diri untuk tetap "hidup" bagi diri sendiri. "Mati" merupakan simbol untuk kepenuhan, kesempurnaan, dan terselesaikannya suatu tugas. 

Tanggapan atas seruan Paduka mewakili permenungan saya tentang kehadiran Tuhan di dalam kehidupan sehari-hari. Kesempurnaan itu ibarat tepukan tangan: memerlukan pemberian diri yang ikhlas di satu sisi dan kerinduan yang besar akan Kasih Tuhan di sisi lain. Tanggapan itu diberikan setiap saat hingga akhir hidup. 

"Padang sunyi, sepi" merupakan latar yang mendua. Di satu sisi, jalan memikul salib tidak sepopuler upaya melarikan diri dari tanggung jawab, kenyataan hidup, dan panggilan Tuhan. Namun di sisi lain, jalan ini selalu terbuka seluas padang dan menanti setiap orang untuk lewat. 

Seringkali Tuhan dianggap tidak peduli karena tetap diam di tengah penderitaan manusia. Percayalah, kesepian ini merupakan bagian yang menjadi milik setiap orang, termasuk Tuhan sendiri. Kesunyian batin bersama Tuhan membebaskan kita dari kesepian dan keputusasaan yang mematikan jiwa. 


Semoga puisi ini membantu umat beriman untuk merenungkan Kasih Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun