Teks Injil Lukas mengenai perjalanan dua Murid ke Emaus (Luk 24:13-35) menawarkan aspek-aspek reflektif untuk bidang komunikasi sosial.
Sebagai contoh, teks Emaus (Lukas 24:13-35) menunjukkan seni berkomunikasi melalui dialog, bercerita, simbol dan liturgi. Semua cara ini penting dalam konteks perjumpaan, penerimaan, mendengarkan sabda, berbagi, saling berinteraksi, misteri, afektivitas, khora komunikasi, latar sosial, politik dan religius, serta banyak aspek lainnya.
Beberapa poin yang menjadi benih pembahasan:
- Yesus turun langsung dan berdialog dengan dua murid. Komunikasi digital dan jejaring sosial merupakan latar tempat terbenamnya kebiasaan-kebiasaan (ritual) yang menunjukkan kebutuhan dasariah manusia untuk berkomunikasi secara interpersonal. Komunikasi ini diperoleh dengan jalan bercerita dengan bebas, berdialog dengan keterbukaan, rasa percaya serta dipandu oleh kebenaran. Kisah perjalanan ke Emaus merupakan model (archetype) dari komunikasi manusia. Dalam berkomunikasi, manusia mengisahkan dirinya secara bebas dan kreatif berdasarkan realitas teralami. Singkatnya, melalui cerita, manusia menyingkapkan kebiasaan, perasaan, hasrat, ketakutan, harapan dan cita-citanya.
- Topik pembicaraan. Kini kita menggali mediasi manusia sebagai bagian dari komunikasi. Dialog yang terbuka memungkinkan setiap orang melihat, mendengar, merasa dan berinteraksi secara otentik sedemikian sehingga mereka menjadi subjek komunikasi, mengungkapkan diri mereka kepada orang lain yang baru ditemui. Lebih lagi, mediasi manusia mengungkapkan identitas sosial dari setiap orang. Relasi manusia tidak bisa dipisahkan dari seluruh kerangka penggunaan gawai dan jaringan internet.
- Liturgi merupakan suatu cara berkomunikasi. Kegiatan saling berbagi cerita merupakan pintu pertama dalam komunikasi. Pintu ini akan membawa kita pada pintu yang kedua: saling berbagi pengalaman mendalam setiap orang, misalnya perasaan pribadi, rasa sakit, harapan yang ditunjukkan melalui tindakan liturgis. Perhatikan bahwa tempat Yesus memecahkan roti bersama kedua murid itu adalah rumah yang penuh kehangatan (common home). Salah satu ritual yang dibangun adalah persahabatan. Topik ini menyentuh tema kepedulian pada orang lain melalui peduli pada lingkungan hidup bersama.
- Pengalaman akan misteri dan keindahan dalam relasi manusia. Pengalaman disentuh oleh sabda dan misteri yang dirayakan "mengobarkan hati". Hal ini mengundang setiap orang untuk mengambil sikap (tanggung jawab) terhadap sesama dan seluruh ciptaan. Komunikasi dekat dengan penciptaan: dengan berkomunikasi, seseorang menjadi rekan-kerja Allah dalam proyek hidup (ingat kerangka inkarnasi: Sabda telah menjadi daging; Yoh 1:14)
- Pengalaman itu perlu dikomunikasikan. Emmaus merepresentasikan komunikasi dalam kancah lokal, sedangkan Yerusalem yang global-universal. Terlihatlah sudah nilai interkulturalitas dan pentingnya komunitas dalam komunikasi. Internet merupakan jejaring interkultural (karena sifatnya yang representatif). Ada kemungkinan kolaboratif dan mengundang pemahaman baru mengenai geografi manusia.
- Dunia digital dan Orang Muda. Dalam dunia digital, playground-nya anak-anak saat ini, ada banyak simbol dan bahasa/code seperti musik, tari, game, yang terus menerus diciptakan. Dengan adanya "bahasa" baru ini, cara berkomunikasi ditantang. Ekaristi bisa menjadi titik tolak tentang bagaimana berkomunikasi dari dalam situasi manusiawi dan budaya saat ini. Sabda Allah dalam berbagai kesempatan dan lingkup menjadi kekayaan tak ternilai yang mendorong komunikasi dengan sesama maupun dengan Tuhan.
Sebagai penutup, kisah Yesus dan Wanita Samaria (Yoh 1: 1-42) mengungkapkan daya transformatif dari Sabda Tuhan dalam komunikasi. Yesus mulai dengan percakapan pribadi, lalu mengaitkannya dengan konteks budaya saat itu dan menghasilkan suatu perubahan hati. Wanita itu mengakui Yesus sebagai Mesias yang diutus Allah. Semoga kesadaran ini membantu kita untuk mencari (dan mudah-mudahan menemukan) Sang Sabda dalam tindakan komunikasi.
Pertanyaan-pertanyaan refleksi:
- Bagaimana kita mengalami Sabda Tuhan dan mengkomunikasikannya secara kreatif dengan inspirasi dan kuasa Allah?
- Bagaimana kita bisa mengajukan metode "bercerita" sebagai cara mendengarkan dan menyentuh hati orang muda?
- Bagaimana kita menciptakan ritual of dialogue dan doa yang bertitik tolak dari pengalaman orang muda?
- Bagaimana merefleksikan semangat kebersamaan -- sendiri bersama-sama -- dalam dunia digital yang bergerak dalam tempo percepatan?
- Bagaimana mengatasi dikotomi absence-presence dalam komunikasi virtual?
Dengan demikian, kita bisa mengelaborasi lebih lanjut rekomendasi GC28: "menghidupi Sakramen Kehadiran Salesian" dalam terang Spiritualitas Salesian.
Sumber: Info AnsÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H