Mohon tunggu...
Dika Satria
Dika Satria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Singaperbangsa Karawang

saya merupakan mahasiswa dari universitas singaperbangsa karawang teknik elektro

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Mewujudkan Komitmen Indonesia Net Zero Emision 2060: Langkah Apa yang Sudah Dilakukan?

4 Februari 2024   22:55 Diperbarui: 4 Februari 2024   23:00 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses Hujan Asam/https://bpusdataru-pc.jatengprov.go.id/hidrologi/

Perubahan iklim kini menjadi perbincangan hangat. Hal itu sejalan dengan kenaikan kerusakan lingkungan oleh manusia. Terlebih, berkaitan dengan faktor ekonomi dan pemanfaatan sumber daya yang berlebihan. Sejak laporan IPCC terakhir pada 2014, suhu permukaan rata-rata Bumi berada pada 1,2 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Berdasarkan kondisi saat ini, Bumi akan menghangat hingga suhu  1,6 derajat Celsius. Dengan kondisi iklim yang semakin memburuk pada tahun 2015 191 negara termasuk indonesia mengadapakan paris agreement yang berisikan persetujuan mengawal negara-negara untuk mengurangkan emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lain untuk membatasi pemanasan global kepada "cukup di bawah 2,0 derajat Celsius".  Berbicara mengenai posisi indonesia, Indonesia mendapati urutan kelima sebagai penghasil krisis iklim di dunia dengan sektor energi menjadi penyubang emisi tebesar. Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), energi fosil masih menjadi penyumbang utama pembangkit listrik di Indonesia. Sumbangan energi fosil dari seluruh pembangkit listrik Indonesia mencapai 60.485 MW setara 85,31% dari total kapasitas terpasang nasional.

Proses Hujan Asam/https://bpusdataru-pc.jatengprov.go.id/hidrologi/
Proses Hujan Asam/https://bpusdataru-pc.jatengprov.go.id/hidrologi/

Penggunaan energi fosil yang masih mendominasi menjadi perhatian global karena pembakaran energi fosil untuk bahan bakar menghasilkan emisi karbon dioksida (C02) dan gas metana. Emisi ini menyebabkan kadar gas rumah kaca di atmosfer mengika sehingga terjadi peningkatan efek rumah kaca dan pemanasan global. Pembakaran energi fosil juga melepaskan gas-gas selain co2, yaitu nitrogen dioksida (No2) dan sulfur dioksida, yaiu nitrogen dioksida (NO2) dan sulfur diosida (S02) yang menyebabkan pencemaran udara seperti hujan sam dan kabut asap. Emisi gas NO2 dan SO2 saat dilepaskan ke udara bebas daat bereaksi dengan uap air di awan dan membentuk asam nitrat (HNO3) dan asam sulfa (H2SO4) yang merupakan asam kuat. Jika dari awan tersebut turun hujan, air hujan tersebut akan bersifat asam (Ph-nya lebih rendah dari 5,6 yang merupakan pH hujan normal) atau yang dikenal sebagai hujan asam yang menyebabkan tanah dan perairan (danau dan sungai) turut menjadi asam sehingga dapat merusak pertumbuhan tarnaman, terganggunya ekosistem makluk hidup, dan gangguan penyakit secara langsung terhadap manusia. Selain iu pembakaran energi fosil atau batu bara menjadi penyumbang uama polusi udara yang menyebabkan kematian jutaan orang setiap tahun dan sumber pencemaran air.

Dengan tingginya total kapasitas pengbangkit berenergi fosil di Indonesia dengan tingkat bahaya yang tinggi, pemerintah harus memberikan solusi untuk menyelesaikan permasalahan ini. Ada berbagai cara yang dilakukan salah satunya mentransisikan pembangkit pembangkit fosil menjadi energi baru dan terbarukan yang ramah lingkungan dengan komitmen Indonesia Net Zero Emision 2060. Net zero emissions atau nol emisi karbon adalah kondisi dimana jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang mampu diserap oleh bumi. Untuk mencapainya diperlukan sebuah transisi dari sistem energi yang digunakan sekarang ke sistem energi bersih guna mencapai kondisi seimbang antara aktivitas manusia dengan keseimbangan alam. Energi menjadi salah satu sektor yang difokuskan dalam upaya mencapai program NZE. Berbagai negara telah mengeluarkan regulasi-regulasi baru dalam hal penyediaan energi listrik yang disesuaikan dengan program NZE, termasuk di Indonesia.

Potensi EBT di Indonesia/https://dielinke-fraktion-harz.de/jelaskan-potensi-konversi-energi-tenaga-surya-di-indonesia.html
Potensi EBT di Indonesia/https://dielinke-fraktion-harz.de/jelaskan-potensi-konversi-energi-tenaga-surya-di-indonesia.html

Energi baru terbarukan (EBT) memiliki potensi yang sangat besar di Indonesia, didukung oleh kekayaan sumber daya alam negara ini. Letak geografis Indonesia yang berada di kawasan tropis memberikan sinar matahari sepanjang tahun, menjadikan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pemanas air tenaga surya (PATS) sebagai pilihan yang sangat potensial. Selain itu, daerah pesisir dan pegunungan dengan angin yang cukup tinggi memberikan potensi bagi pengembangan pembangkit listrik tenaga angin (PLTA). Sumber daya air yang melimpah di beberapa wilayah mendukung pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan mikrohidro. Indonesia juga memiliki potensi panas bumi yang signifikan, memungkinkan pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Selain itu, penggunaan biomassa dari limbah pertanian dan hutan dapat mendukung pembangkit listrik tenaga biomassa. 

Sebagaimana diketahui, Indonesia memiliki potensi EBT yang berlimpah mencapai 3.687 GW, terdiri dari potensi surya sebesar 3.294 GW, potensi hidro 95 GW, potensi bioenergi 57 GW, potensi bayu 155 GW, potensi panas bumi 23 GW, potensi laut 63 GW. Diluar itu, terdapat potensi uranium 89.483 ton dan Thorium 143.234 ton. Potensi EBT tersebut sangat besar, tersebar, dan beragam. Menurut Menurut data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tahun 2023, tercatat kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) EBT secara menyeluruh sudah mencapai 12.736,7 Mega Watt (MW). Besaran angka ini merupakan hasil kontribusi dari PLT Air sebesar 6.738,3 MW, PLTBio 3.118,3 MW, PLT Panas Bumi 2.373,1 MW, PLT Surya 322,6 MW, PLT Bayu 154,3 MW, PLTBio , serta PLT Gasifikasi Batubara 30,0 MW. Dalam rangka percepatan implementasi EBT, Kementerian ESDM telah melakukan berbagai upaya yaitu Pembangunan PLT EBT on-grid, termasuk PLTS Terapung; Implementasi PLTS Atap; Program Dedieselisasi menjadi PLT EBT; Mandatori B35; dan Co-Firing biomassa pada PLTU

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun