Praktik predatory lending atau dikenal dengan pinjaman online saat ini gencar menggait masyarakat untuk bergabung menjadi pengguna. Berbagai keuntungan ditawarkan dan dipromosikan melalui media digital. Hal ini tidak terlepas dari keseharian masyarakat yang hidup berdampingan dengan media digital sehingga, menjadi kekuatan tersendiri bagi penyedia jasa predatory lending.
Salah satu keuntungan yang ditawarkan yakni kemudahan dalam mengakses dan bergabung menjadi pengguna jasa predatory lending. Kemudahan ini di samping memberikan keuntungan bagi pengguna seperti kelonggaran jangka pinjaman dan syarat yang harus dipenuhi terdapat momok yang siap menghantui kapan pun itu. Apalagi saat ini manusia hidup bukan lagi kebutuhan pokok terpenuhi lanjut ke kebutuhan sekunder, melainkan kebutuhan sekunder menjadi kebutuhan pokok.
Kasus tersebut sering kali ditemui apalagi dikalangan mahasiswa. Sebagai anak rantau dengan background dan lingkungan yang berbeda-beda menyebabkan kemampuan adaptasi mereka sering kali terombang-ambing bahkan berbagai cara dilakukan untuk membantu mereka beradaptasi utamanya di lingkup pertemanan. Salah satu contoh yang sering dijumpai, yakni mahasiswa yang berusaha mengikuti gaya penampilan teman tanpa memperdulikan kemampuannya. Hal tersebut tak jarang mengantarkan mereka untuk bergabung memanfaatkan fitur predatory lending.
Keadaan yang mendesak menjadi salah satu alasan mereka memilih untuk memanfaatkan fitur predatory lending. Akan tetapi, bertambahnya waktu mereka tergiur menggunakan untuk memenuhi inginnya membeli sesuatu tanpa memperdulikan manfaat bahkan efek sampingnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H