Inspirasi dari pengrajin pelukis "TELUR KAYU" (menyebut diri di kartu namanya : "Egg painting specialist") Bapak I Nyoman Sukadana yang ketemui ketika sedang bersepeda di Beach Walk Pantai Sanur siang ini.Â
Seniman ini berasal dari Gianyar uang sejak 5 tahun lalu berjualan di Sanur. Sudah melukis Telur selama 40 tahun dari usia 22 tahun sampai sekarang usia 62 tahun. Dengan ramah beliau menjelaskan proses pembuatannya dari awal sampai akhir.
Ada 3 Inspirasi  "Lukisan Telur" Bali :
1). Karya Seni yang menyesuaikan dengan perkembangan zaman (adaptif) sehingga bisa tetap bertahan. Dulunya benar-benar dari Telur, yaitu Telur Angsa (ukuran medium) dan telur bebek (untuk ukuran terkecil).
Untuk ukuran yang paling besar dari Telur Burung Kasuari yang diimpor dari Australia. Makin sulit dicari karena wabah flu burung 2000-an dimana unggas dimusnahkan. Akhirnya dipilih media pengganti kayu yang dibentuk seperti Telur.
Pak Sukadana memakai kayu Albasia, yang menurutnya untuk menjaga kualitas agar pembeli tidak kecewa, karena kayu ini tidak dimakan rayap, kayunya kuat tapi ringan
Tadi dalam perjalanan pulang ke hotel, telur ukuran medium yang kubeli (100 K) yang dibungkus dalam anyaman janur tanpa sengaja terjatuh di jalan, sampai bunyi "klotak".Â
Saya pikir bakal pecah, minimal retak dan rusak. Alhamdulillah setelah diteliti ternyata tetap mulus dan tidak ada cacat.
2). Â Telur adalah makanan bergizi, tapi sangat rentan (fragile), mudah pecah. Harus hati-hati memegang dan membawanya.
Ini mengingatkan kita pada hidup, khususnya psikis kita yang "rentan". Kita harus benar2 menjaga "kesehatan mental" (mental health) supaya tidak terjadi "luka batin" yang menyebabkan penderitaan. Itulah pentingnya self-care dan self-healing... supaya diri kita tetap fit, sehat wal afiat... tidak menjadi "telur" yang retak atau "telur busuk"