Saya justru terpesona dengan kecantikan alami perempuan Bali (jegeg Bali). Setiap hari dari pagi, mereka rajin mempersembahkan banten. Pergi ke pura setempat adalah keseharian aktivitas mereka. Para Perempuan Bali - tua dan muda - Â dengan dalam busana kebaya tradisionalnya dalam menjalankan ritual agamanya... sungguh mempesonaku. "Inner beauty" mereka sungguh terpancar.
 Biasanya "keterpesonaan" pada lawan jenis akan berlanjut pada romansa. Bisa cinlok bahkan affair. Apa lagi ada adagium (meniru di Las Vegas, AS) "apa yang terjadi di Bali, tetaplah tinggal di Bali".Â
Bisa jadi seorang pria berkeluarga  ketika berlibur di Bali menjadi "liar", gila-gilaan dan main cewek,  tapi setelah kembali ke Jakarta akan kembali ke rangkulan istri dan anak-anaknya... kembali menjadi "pria baik-baik" seakan tak pernah terjadi apa-apa di Bali...Â
NIAT saya ke Bali untuk bekerja mencari nafkah, BUKAN untuk senang-senang. Niat itulah yang kupegang selama di Bali. Makanya saya sejak awal "BERTEKAD untuk Setia" pada istri Amalia... yang mengikhlaskan dan mendoakan kepergianku ke Bali.
 Ternyata memang benar, UJIAN kesetiaan seorang suami bukanlah saat tinggal bersama istrinya, tapi ketika berada JAUH dari istrinya. LDR (long distance relationship) dan LDM (long distance marriage). Istriku pasti tahu membiarkanku tinggal 5 bulan di Bali memiliki "resiko atas perkawinan" kami (yang sampai saat ini tidak memiliki anak). Sungguh kuhargai "kepercayaan" (trust) istriku padaku bahwa aku takkan "macam-macam" di Bali... tidak melakukan "affair" bahkan kawin lagi.
 Oh ya pasti ada pertanyaan, kenapa istriku tidak ikut ke Bali sajs untuk mendampingiku saat itu? Jikalau ia mau, ia tidak bisa karena harus menunggui dan menjadi caregiver Mama-nya yang dirawat selama 3 bulan di Rumah Sakit. Bakti seorang anak pada Ibunya yang sakit.Â
Saya punya cara sendiri agar tidak "aneh-aneh" di Bali : berusaha konsisten untuk selalu sudah pulang ke kamar hotel saat maghrib. Membuatku tak punya peluang untuk "dugem".
 Rutin menelpon dan video call menjadi "obat rindu" kami Karena kesendirian dan kesepianku di Bali selama 5 bulan itu justru saya proaktif menjalin silaturahmi "jarak jauh".Â
Dengan media ZOOM berbayar, dengan akun baru "PandjikiansantangBali" saya MENGORGANISIR berbagai silaturahmi dan reuni online, yaitu :Â
1) Maljuming (Malam Jumatan Daring) untuk baraya PandjiÂ
2-3) Tahlilan online untuk 2 saudara yang wafat di Jakarta : Om Yoyo (keluarga Mukadi) dan Kak Sri (keluarga Pandji)