Mohon tunggu...
P Joko Purwanto
P Joko Purwanto Mohon Tunggu... Guru - Teacher

Becoming added value for individual and institute, deeply having awareness of personal branding, being healthy in learning and growth, internal, external perspective in order to reach my vision in life, and increasingly becoming enthusiastic (passion), empathy, creative, innovative, and highly-motivated.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menantikan Sang Sumber Pengharapan Sejati - Minggu Adven I

30 November 2024   22:41 Diperbarui: 30 November 2024   22:51 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa Adven adalah undangan suci untuk membuka hati kita dalam penantian akan kedatangan Kristus, Sang Sumber Pengharapan Sejati. Injil Lukas 21:25-36 memperingatkan kita tentang tanda-tanda akhir zaman yang mengguncang langit dan bumi. Namun, di balik gambaran yang penuh ketegangan ini, Yesus memberikan pesan yang tegas: "Angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat." Dalam janji ini, kita menemukan pengharapan yang melampaui kekacauan dunia.

Pengharapan Kristen bukanlah sekadar optimisme manusiawi, melainkan keutamaan teologis yang mengakar pada kasih Allah. Rasul Paulus dalam Surat Roma 5:5 menegaskan bahwa "Pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di hati kita oleh Roh Kudus." Dengan mengarahkan hati pada pengharapan ini, kita diundang untuk melihat setiap tantangan hidup sebagai jalan menuju pemenuhan janji Allah.

Adven juga menjadi waktu refleksi atas perjalanan iman kita. Sama seperti bangsa Israel menantikan kedatangan Mesias, kita menanti kedatangan Kristus dalam kemuliaan-Nya. Namun, penantian ini bukanlah sikap pasif. Kita dipanggil untuk waspada dan siap, seperti pelita yang tetap menyala, menerangi jalan menuju Sang Raja Damai.

Dokumen Spes Non Confundit dari Paus Fransiskus untuk Tahun Yubileum 2025 mengingatkan kita akan pentingnya harapan yang berbasis pada kasih dan belas kasihan Tuhan. Pengampunan yang ditawarkan Allah memungkinkan kita memandang masa depan dengan iman, bahkan ketika masa lalu membawa luka. Adven menjadi momen untuk membangun masa depan yang bebas dari kebencian dan penyesalan, dan penuh dengan pengharapan.

Dalam dunia yang sering kali diliputi keputusasaan dan ketidakpastian, kita dipanggil menjadi saksi harapan. Adven ini, kita diajak untuk merentangkan tangan kepada mereka yang miskin, tertindas, dan putus asa. Harapan yang sejati adalah harapan yang menggerakkan kita untuk menjadi alat belas kasih Tuhan di dunia, menciptakan ruang bagi kehadiran-Nya.

Penantian kita juga harus menjadi kesempatan untuk bersyukur. Kristus yang datang adalah bukti nyata kasih Allah kepada dunia. Di tengah berbagai kesulitan, hati yang bersyukur mampu melihat jejak Tuhan dalam setiap peristiwa hidup. Dengan syukur, kita tidak hanya menantikan, tetapi juga menyambut Kristus dengan sukacita yang penuh.

(Logo Yubileum Biasa Tahun 2025/Dok Pri) 
(Logo Yubileum Biasa Tahun 2025/Dok Pri) 

Sebagaimana simbol Tahun Yubileum 2025 yang menyerukan solidaritas dan persaudaraan, masa Adven mengundang kita untuk hidup dalam kesatuan dengan sesama. Pengharapan sejati tidak pernah bersifat individualistik; ia selalu mengarahkan kita untuk membangun komunitas yang saling mendukung, berbagi kasih Kristus.

Adven juga adalah waktu doa. Dalam doa, kita diajak untuk menyerahkan seluruh kerinduan, kecemasan, dan kebutuhan kita kepada Sang Sumber Pengharapan Sejati. Doa bukan sekadar kata-kata, melainkan tindakan percaya yang membawa kita lebih dekat pada rencana Allah.

Akhirnya, Adven adalah perjalanan menuju penggenapan. Kristus telah datang, Kristus hadir dalam hidup kita sekarang, dan Kristus akan datang dalam kemuliaan-Nya. Penantian ini memberikan kita kekuatan untuk bertahan dalam pengharapan, mengetahui bahwa akhir dari sejarah manusia adalah perjumpaan dengan kasih Allah yang abadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun