Mohon tunggu...
P Joko Purwanto
P Joko Purwanto Mohon Tunggu... Guru - Teacher

Becoming added value for individual and institute, deeply having awareness of personal branding, being healthy in learning and growth, internal, external perspective in order to reach my vision in life, and increasingly becoming enthusiastic (passion), empathy, creative, innovative, and highly-motivated.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

OCEAN Personality Model: Strategi Praktis bagi Guru dalam Menghadapi Siswa yang Beragam

12 Februari 2024   23:06 Diperbarui: 13 Februari 2024   07:10 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Dalam dunia pendidikan yang semakin beragam dan inklusif, peran guru tidak hanya terbatas pada penyampaian materi pelajaran, tetapi juga melibatkan pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan individual siswa. Salah satu kerangka konseptual yang dapat membantu guru dalam memahami dan merespons kebutuhan serta karakteristik unik setiap siswa adalah The Big Five Personality Model atau OCEAN Personality Model. Model kepribadian ini mengidentifikasi lima dimensi utama yang membentuk kepribadian manusia, yaitu Openness (Keterbukaan), Conscientiousness (Kesungguhan), Extraversion (Ekstroversi), Agreeableness (Kesetujuan), dan Neuroticism (Neurotisme).

Penting bagi guru untuk memperhatikan setiap dimensi kepribadian ini secara individual, karena setiap dimensi memiliki implikasi yang signifikan dalam konteks pendidikan. Dengan memahami karakteristik kepribadian siswa, guru dapat menyesuaikan pendekatan pembelajaran, mengelola kelas dengan lebih efektif, memberikan dukungan yang sesuai, dan menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung.

Dalam artikel ini, kami akan mengeksplorasi pentingnya guru memperhatikan satu-persatu dimensi kepribadian berdasarkan The Big Five Personality Model, serta memberikan saran dan strategi praktis tentang bagaimana mengintegrasikan pemahaman ini ke dalam praktik pendidikan sehari-hari. Dengan demikian, diharapkan guru dapat menciptakan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan berkelanjutan bagi semua siswa mereka.

The Big Five Personality Model atau OCEAN Personality Model

Penggagas pertama kali dari The Big Five Personality Model, atau OCEAN Personality Model, adalah Lewis Goldberg, seorang psikolog kepribadian Amerika Serikat, pada tahun 1981. Model ini dikembangkan sebagai alternatif yang lebih komprehensif dan luas dibandingkan dengan model-model sebelumnya yang membagi kepribadian menjadi beberapa dimensi. Dalam The Big Five Personality Model, kepribadian manusia dijelaskan dalam lima dimensi utama: Openness (Keterbukaan), Conscientiousness (Kesungguhan), Extraversion (Ekstroversi), Agreeableness (Kesetujuan), dan Neuroticism (Neurotisme). Sejak kemunculannya, model ini telah menjadi salah satu kerangka kerja utama dalam studi kepribadian, digunakan dalam berbagai bidang termasuk psikologi, sosiologi, dan pendidikan, serta menjadi landasan untuk penelitian dan aplikasi praktis yang luas. Penjelasan kelima dimensi ini adalah sebagai berikut:

  1. Openness (Keterbukaan): Mengukur sejauh mana seseorang terbuka terhadap pengalaman baru, ide-ide baru, dan kreativitas.

  2. Conscientiousness (Kesungguhan): Mengukur sejauh mana seseorang terorganisir, bertanggung jawab, dan cermat dalam tindakan dan kewajibannya.

  3. Extraversion (Ekstroversi): Mengukur tingkat keaktifan, percakapan, dan keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain.

  4. Agreeableness (Kesetujuan): Mengukur sejauh mana seseorang ramah, kooperatif, dan empatik terhadap orang lain.

  5. Neuroticism (Neurotisme): Mengukur sejauh mana seseorang cenderung mengalami emosi negatif seperti kecemasan, ketegangan, dan depresi.

Pemahaman tentang Big Five Personality Model sangat penting bagi guru kelas karena:

  1. Pengenalan Siswa: Dengan memahami dimensi kepribadian siswa, guru dapat lebih memahami kebutuhan individu mereka, preferensi belajar, dan bagaimana mereka bereaksi terhadap situasi pembelajaran.

  2. Penyesuaian Pengajaran: Guru dapat menyesuaikan pendekatan pembelajaran mereka untuk memenuhi gaya belajar dan kepribadian unik dari setiap siswa. Misalnya, siswa yang lebih terbuka mungkin menikmati tugas yang menantang secara kreatif, sementara siswa yang lebih introvert mungkin memerlukan waktu tambahan untuk memproses informasi secara mandiri.

  3. Manajemen Kelas: Memahami kepribadian siswa dapat membantu guru dalam mengelola kelas dengan lebih efektif. Guru dapat mengidentifikasi potensi konflik atau masalah perilaku yang mungkin timbul berdasarkan perbedaan dalam dimensi kepribadian, dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah atau menangani masalah tersebut.

  4. Bimbingan dan Konseling: Guru dapat menggunakan pemahaman tentang kepribadian siswa untuk memberikan bimbingan dan dukungan yang lebih efektif, baik secara individual maupun dalam kelompok. Mereka dapat membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan sosial, manajemen emosi, dan penerimaan diri yang positif berdasarkan karakteristik kepribadian mereka.

Dengan memperhatikan Big Five Personality Model dalam konteks pendidikan, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif, responsif, dan mendukung bagi semua siswa mereka.

Openness (Keterbukaan): Bagaimana kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang merangsang bagi siswa yang memiliki tingkat keterbukaan yang tinggi, sementara tetap mempertimbangkan kebutuhan siswa yang lebih cenderung terhadap kebiasaan dan rutinitas?

Dalam konteks Big Five Personality Model, "Openness" atau "Keterbukaan" mengacu pada sejauh mana seseorang terbuka terhadap pengalaman baru, ide-ide baru, dan kreativitas. Individu yang tinggi dalam keterbukaan cenderung tertarik pada berbagai ide, seni, budaya, dan tantangan intelektual. Mereka biasanya lebih fleksibel, eksperimental, dan inovatif dalam pendekatan mereka terhadap situasi baru.

Untuk menciptakan lingkungan belajar yang merangsang bagi siswa dengan tingkat keterbukaan yang tinggi, namun tetap mempertimbangkan kebutuhan siswa yang lebih cenderung terhadap kebiasaan dan rutinitas, beberapa langkah dapat diambil:

  1. Fleksibilitas Kurikulum: Guru dapat menyediakan ruang dalam kurikulum untuk eksplorasi dan eksperimen, memungkinkan siswa yang keterbukaannya tinggi untuk mengejar minat mereka dan mengeksplorasi topik yang mungkin di luar kerangka kurikulum biasa.

  2. Pilihan dan Proyek Berbasis Kreativitas: Memberikan siswa opsi untuk proyek-proyek berbasis kreativitas, seperti proyek seni, penulisan kreatif, atau penelitian independen, dapat memberi siswa dengan keterbukaan tinggi kesempatan untuk mengekspresikan diri dan mengejar minat mereka dengan lebih dalam.

  3. Diskusi Terbuka dan Stimulasi Intelektual: Mengadakan diskusi terbuka tentang topik-topik yang menarik dan merangsang secara intelektual dapat menarik minat siswa yang keterbukaannya tinggi dan memungkinkan mereka untuk berbagi pandangan mereka dengan kelompok.

  4. Kerja Kolaboratif: Mendorong kolaborasi antara siswa dengan latar belakang dan minat yang berbeda dapat menciptakan lingkungan belajar yang dinamis, di mana siswa dengan keterbukaan tinggi dapat merangsang teman-teman mereka yang mungkin lebih tertutup untuk mempertimbangkan sudut pandang baru.

  5. Pengakuan dan Penghargaan: Mengakui dan menghargai kontribusi siswa dengan keterbukaan tinggi dalam lingkungan belajar dapat mendorong mereka untuk tetap terlibat dan berkontribusi secara positif.

Dengan memperhatikan kebutuhan dan minat individu siswa, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang merangsang dan inklusif bagi semua siswa, tanpa meninggalkan siswa yang lebih cenderung terhadap kebiasaan dan rutinitas. Ini melibatkan keseimbangan antara fleksibilitas untuk siswa yang keterbukaannya tinggi dan struktur yang diperlukan untuk siswa yang lebih membutuhkan kerangka yang jelas.

Conscientiousness (Kesungguhan): Bagaimana kita dapat membantu siswa yang memiliki tingkat kesungguhan yang rendah untuk mengembangkan keterampilan organisasi dan manajemen waktu yang diperlukan untuk berhasil di lingkungan pendidikan inklusi yang kompleks?

Dalam Big Five Personality Model, "Conscientiousness" atau "Kesungguhan" merujuk pada sejauh mana seseorang terorganisir, bertanggung jawab, dan cermat dalam tindakan dan kewajibannya. Individu yang tinggi dalam kesungguhan cenderung memiliki kebiasaan yang baik, merencanakan dan mempersiapkan diri dengan baik, serta memiliki kemampuan untuk mengendalikan impuls dan menyelesaikan tugas dengan efisien.

Untuk membantu siswa yang memiliki tingkat kesungguhan yang rendah mengembangkan keterampilan organisasi dan manajemen waktu yang diperlukan untuk berhasil di lingkungan pendidikan inklusi yang kompleks, beberapa strategi dapat diterapkan:

  1. Penyediaan Struktur dan Rutinitas: Guru dapat membantu siswa dengan tingkat kesungguhan yang rendah dengan menyediakan struktur yang jelas dan rutinitas yang konsisten dalam kelas. Hal ini membantu siswa untuk memahami apa yang diharapkan dari mereka dan membuatnya lebih mudah bagi mereka untuk mengatur waktu dan tugas.

  2. Pelatihan Keterampilan Manajemen Waktu: Melalui sesi pelatihan khusus atau bimbingan individual, guru dapat membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan manajemen waktu yang efektif, seperti membuat jadwal harian atau mingguan, mengatur prioritas, dan menghindari prokrastinasi.

  3. Penggunaan Alat Bantu: Mendorong penggunaan alat bantu seperti agenda, planner, atau aplikasi manajemen waktu dapat membantu siswa untuk tetap terorganisir dan mengelola tugas-tugas mereka dengan lebih baik.

  4. Pendekatan Diferensiasi: Mengakui bahwa setiap siswa memiliki gaya belajar dan kebutuhan yang berbeda, guru dapat mengadopsi pendekatan diferensiasi dalam penyampaian materi dan penilaian. Ini memungkinkan siswa yang memiliki tingkat kesungguhan yang rendah untuk menemukan cara belajar yang paling efektif bagi mereka.

  5. Pemberian Dukungan dan Pujian: Memberikan dukungan yang terus menerus dan memberikan pujian atas usaha dan kemajuan siswa dalam mengembangkan keterampilan organisasi dan manajemen waktu dapat meningkatkan motivasi dan rasa percaya diri mereka.

Dengan memberikan bimbingan yang tepat dan mendukung siswa dalam mengembangkan keterampilan kesungguhan, guru dapat membantu mereka untuk berhasil dalam lingkungan pendidikan inklusi yang kompleks, sambil juga mempersiapkan mereka untuk sukses dalam kehidupan sehari-hari.

Extraversion (Ekstroversi): Bagaimana kita dapat menciptakan kesempatan bagi siswa yang lebih introvert untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran kolaboratif, sementara juga memberikan ruang bagi siswa yang ekstrovert untuk mengekspresikan diri dan mengembangkan koneksi sosial? 

Dalam Big Five Personality Model, "Extraversion" atau "Ekstroversi" mengacu pada tingkat keaktifan, percakapan, dan keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain. Individu yang tinggi dalam ekstroversi cenderung energik, sosial, dan terbuka terhadap interaksi sosial, sementara individu yang rendah dalam ekstroversi lebih cenderung introvert, lebih tertutup, dan lebih suka berpikir secara internal.

Untuk menciptakan kesempatan bagi siswa yang lebih introvert untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran kolaboratif, sambil juga memberikan ruang bagi siswa yang ekstrovert untuk mengekspresikan diri dan mengembangkan koneksi sosial, beberapa strategi inklusif dapat diterapkan:

  1. Pendekatan Berbasis Pilihan: Memberikan pilihan kepada siswa dalam cara mereka berpartisipasi dalam pembelajaran kolaboratif dapat membantu siswa introvert merasa lebih nyaman. Misalnya, mereka dapat memilih untuk berpartisipasi dalam diskusi kelompok kecil atau berkontribusi melalui platform online.

  2. Pengaturan Kelompok yang Beragam: Mengelompokkan siswa secara heterogen dapat menciptakan lingkungan di mana siswa dengan berbagai tingkat ekstroversi dapat saling melengkapi. Memperkenalkan siswa dengan berbagai kepribadian dan gaya belajar dapat menghasilkan kolaborasi yang lebih efektif.

  3. Pendekatan Kolaboratif yang Berbasis Proyek: Mengadopsi pendekatan pembelajaran berbasis proyek yang menekankan pada tujuan bersama dan tanggung jawab bersama dapat membuat siswa merasa lebih terlibat dan mendukung dalam konteks kolaboratif.

  4. Waktu Refleksi dan Persiapan Mandiri: Memberikan waktu untuk refleksi dan persiapan mandiri sebelum dan sesudah aktivitas kolaboratif dapat membantu siswa introvert untuk merumuskan pemikiran mereka dengan lebih baik sebelum berinteraksi dengan kelompok.

  5. Pembinaan Keterampilan Sosial: Menyediakan pelatihan keterampilan sosial dan komunikasi yang memungkinkan siswa untuk merasa lebih percaya diri dalam berinteraksi dengan teman sekelas mereka, baik dalam konteks kolaboratif maupun sosial.

Dengan menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung bagi semua siswa, guru dapat membantu mereka untuk mengembangkan keterampilan kolaboratif yang diperlukan untuk berhasil di dunia yang semakin terhubung secara sosial dan profesional.

Agreeableness (Kesetujuan): Bagaimana kita dapat mempromosikan kolaborasi yang sehat dan kerjasama antara siswa dengan berbagai tingkat kesetujuan, sambil juga mengajarkan mereka untuk menghargai dan menghormati perbedaan pendapat dan sudut pandang?

Dalam Big Five Personality Model, "Agreeableness" atau "Kesetujuan" merujuk pada sejauh mana seseorang ramah, kooperatif, dan empatik terhadap orang lain. Individu yang tinggi dalam kesetujuan cenderung baik hati, penuh perhatian, dan cenderung mencari harmoni dalam interaksi sosial, sementara individu yang rendah dalam kesetujuan mungkin lebih skeptis, kritis, atau kurang bersedia untuk mengikuti arus.

Untuk mempromosikan kolaborasi yang sehat dan kerjasama antara siswa dengan berbagai tingkat kesetujuan, sambil juga mengajarkan mereka untuk menghargai dan menghormati perbedaan pendapat dan sudut pandang, berikut beberapa strategi yang dapat diterapkan:

  1. Pembentukan Tim dan Kelompok dengan Teliti: Mengelompokkan siswa dengan mempertimbangkan tingkat kesetujuan mereka dan menciptakan tim yang seimbang dapat membantu meminimalkan konflik dan mempromosikan kerjasama yang produktif.

  2. Pendekatan Berbasis Proyek Bersama: Memberikan proyek atau tugas yang membutuhkan kerjasama antara siswa memungkinkan mereka untuk belajar bekerja sama, menemukan solusi bersama, dan menghargai kontribusi masing-masing anggota tim.

  3. Pelatihan Keterampilan Komunikasi dan Konflik: Melalui pelatihan keterampilan komunikasi yang efektif dan manajemen konflik yang konstruktif, siswa dapat belajar cara berkomunikasi secara efektif, mengekspresikan pendapat mereka dengan hormat, dan menyelesaikan konflik dengan cara yang mempromosikan pemahaman bersama.

  4. Pembelajaran Kooperatif: Mendorong pembelajaran kooperatif di mana siswa saling membantu dan belajar satu sama lain dapat menciptakan lingkungan di mana kesetujuan dan empati ditekankan.

  5. Menghargai Keanekaragaman: Memperkenalkan siswa pada gagasan bahwa perbedaan pendapat dan sudut pandang merupakan hal yang alami dan berharga dalam proses pembelajaran. Guru dapat mengajarkan siswa untuk menghargai keanekaragaman dan belajar dari perspektif yang berbeda.

Dengan mengintegrasikan strategi-strategi ini ke dalam lingkungan belajar, guru dapat menciptakan budaya kerja sama yang positif di kelas, membangun keterampilan sosial dan emosional siswa, serta mempersiapkan mereka untuk berhasil dalam dunia yang semakin terhubung dan kompleks.

Neuroticism (Neurotisme): Bagaimana kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung bagi siswa yang cenderung mengalami kecemasan atau stres, sambil juga memberikan tantangan dan dukungan yang tepat untuk mempromosikan pertumbuhan dan ketahanan mental mereka?

Dalam Big Five Personality Model, "Neuroticism" atau "Neurotisme" mengacu pada sejauh mana seseorang cenderung mengalami emosi negatif seperti kecemasan, ketegangan, dan depresi. Individu yang tinggi dalam neurotisme cenderung rentan terhadap stres, sulit untuk mengatasi tantangan, dan mungkin memiliki tingkat kecemasan yang tinggi.

Untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung bagi siswa yang cenderung mengalami kecemasan atau stres, sambil juga memberikan tantangan dan dukungan yang tepat untuk mempromosikan pertumbuhan dan ketahanan mental mereka, berikut beberapa strategi yang dapat diterapkan:

  1. Penciptaan Lingkungan yang Ramah: Menciptakan atmosfer kelas yang positif dan inklusif, di mana siswa merasa diterima dan didukung oleh guru dan rekan sekelas, dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional siswa.

  2. Penggunaan Teknik Relaksasi dan Mindfulness: Mengajarkan siswa teknik relaksasi dan mindfulness seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga dapat membantu mereka mengelola stres dan kecemasan dengan lebih efektif.

  3. Penyediaan Dukungan Emosional: Membangun hubungan yang kuat antara guru dan siswa, serta memberikan waktu dan ruang bagi siswa untuk berbicara tentang perasaan mereka, dapat memberikan dukungan emosional yang penting bagi siswa yang mengalami stres atau kecemasan.

  4. Memberikan Tantangan yang Dapat Diatasi: Memberikan tugas-tugas yang menantang namun dapat diatasi, dengan memberikan panduan yang jelas dan dukungan yang memadai, dapat membantu siswa untuk merasa kompeten dan meningkatkan rasa percaya diri mereka.

  5. Promosi Keterlibatan Aktif: Mendorong keterlibatan aktif dalam pembelajaran dan aktivitas ekstrakurikuler dapat membantu mengalihkan perhatian siswa dari stres dan kecemasan mereka, sambil juga mempromosikan pertumbuhan pribadi dan sosial mereka.

  6. Kolaborasi dengan Pihak yang Berwenang: Melakukan kolaborasi dengan konselor sekolah, psikolog, atau orang tua untuk mengidentifikasi dan merespons kebutuhan siswa yang mengalami stres atau kecemasan dengan cara yang tepat dan terkoordinasi.

Dengan memperhatikan kebutuhan emosional dan mental siswa, serta menyediakan dukungan yang tepat dan lingkungan yang mendukung, guru dapat membantu siswa yang rentan mengatasi tantangan dan tumbuh secara pribadi dan akademis dalam lingkungan belajar yang positif dan inklusif.

Quesioner 50 Item Pernyataan Reflektif tentang The Big Five Personality Model atau OCEAN Personality Model 

Berikut ini adalah contoh kuesioner dengan 50 pernyataan reflektif tentang Big Five Personality Model, dengan masing-masing dimensi kepribadian OCEAN diwakili oleh 10 item pernyataan:

Instruksi Pensekoran: Mohon berikan penilaian dari 1 hingga 5 untuk setiap pernyataan di bawah ini, di mana:

1 = Sangat tidak setuju 2 = Tidak setuju 3 = Setuju dengan kadar rendah 4 = Setuju 5 = Sangat setuju

1. Openness (Keterbukaan):

  1. Saya senang mengeksplorasi ide-ide baru dan konsep-konsep yang belum pernah saya pelajari sebelumnya.
  2. Saya tertarik pada seni dan kreativitas dalam segala bentuknya.
  3. Saya merasa nyaman dengan perubahan dan tantangan baru dalam lingkungan belajar.
  4. Saya suka mencoba hal-hal baru, bahkan jika itu berarti menghadapi ketidakpastian.
  5. Saya cenderung berpikir secara abstrak dan mempertanyakan status quo.
  6. Saya menikmati memecahkan masalah yang rumit dan memerlukan pemikiran kreatif.
  7. Saya merasa terbuka terhadap berbagai sudut pandang dan pendapat orang lain.
  8. Saya suka membaca buku atau artikel tentang topik yang tidak biasa atau tidak dikenal bagi saya.
  9. Saya merasa senang saat menemukan ide-ide baru dan cara baru untuk menyelesaikan masalah.
  10. Saya merasa terdorong untuk belajar dan mengembangkan diri saya secara terus-menerus.

2. Conscientiousness (Kesungguhan):

  1. Saya memiliki kebiasaan yang baik dalam merencanakan tugas dan mengatur waktu.
  2. Saya merasa tidak nyaman jika saya tidak menyelesaikan tugas tepat waktu.
  3. Saya merasa puas ketika saya menyelesaikan tugas dengan baik.
  4. Saya cenderung memperhatikan detail dan melakukan pekerjaan dengan cermat.
  5. Saya menganggap tanggung jawab sebagai sesuatu yang penting dan serius.
  6. Saya cenderung berusaha keras untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
  7. Saya merasa tidak nyaman jika saya tidak memiliki rencana atau jadwal untuk mengikuti.
  8. Saya memiliki kebiasaan untuk memeriksa pekerjaan saya untuk memastikan bahwa semuanya sudah benar.
  9. Saya merasa frustrasi jika orang lain tidak memenuhi standar yang saya tetapkan untuk diri saya sendiri.
  10. Saya cenderung mengorganisir lingkungan saya untuk memaksimalkan efisiensi dan produktivitas.

3. Extraversion (Ekstroversi):

  1. Saya menikmati berinteraksi dengan teman sekelas dan berpartisipasi dalam diskusi kelompok.
  2. Saya merasa senang saat menjadi pusat perhatian dalam kelompok.
  3. Saya suka menghabiskan waktu dengan orang banyak dan menghadiri acara sosial.
  4. Saya merasa energik dan bersemangat ketika berada di tengah keramaian.
  5. Saya merasa terstimulasi oleh interaksi sosial dan percakapan dengan orang lain.
  6. Saya cenderung mencari kesempatan untuk bergabung dengan klub atau organisasi di sekolah.
  7. Saya senang berbicara di depan kelas atau berpartisipasi dalam presentasi.
  8. Saya merasa energik dan bersemangat ketika bekerja dalam tim.
  9. Saya suka mencari teman baru dan memperluas lingkaran sosial saya.
  10. Saya merasa lebih bersemangat dan termotivasi ketika bekerja dalam kelompok daripada sendirian.

4. Agreeableness (Kesetujuan):

  1. Saya suka membantu teman sekelas saya ketika mereka membutuhkan bantuan.
  2. Saya cenderung mengutamakan kesejahteraan orang lain di atas kepentingan pribadi saya sendiri.
  3. Saya merasa senang ketika saya dapat membuat orang lain tersenyum atau merasa bahagia.
  4. Saya cenderung memaafkan kesalahan atau ketidaksempurnaan orang lain dengan mudah.
  5. Saya merasa tidak nyaman jika saya menyebabkan kesulitan atau penderitaan pada orang lain.
  6. Saya cenderung menghindari konflik dan mencari solusi yang damai.
  7. Saya suka bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama.
  8. Saya merasa peduli terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain di sekitar saya.
  9. Saya merasa puas ketika saya dapat membuat lingkungan sosial saya menjadi lebih harmonis.
  10. Saya cenderung menyukai kerjasama dan kolaborasi dalam proyek kelompok.

5. Neuroticism (Neurotisme):

  1. Saya sering merasa cemas tentang tugas-tugas sekolah atau ujian.
  2. Saya merasa sulit untuk mengatasi tekanan dan stres yang datang dari lingkungan belajar.
  3. Saya sering merasa tertekan atau cemas tanpa alasan yang jelas.
  4. Saya cenderung merespons secara emosional terhadap peristiwa-peristiwa kecil atau masalah sehari-hari.
  5. Saya sering merasa khawatir tentang masa depan dan apa yang akan terjadi.
  6. Saya merasa sulit untuk tidur atau beristirahat dengan baik karena pikiran yang terus-menerus mengganggu.
  7. Saya cenderung merasa sedih atau putus asa tanpa alasan yang jelas.
  8. Saya sering merasa tidak percaya diri atau meragukan diri sendiri dalam kemampuan saya.
  9. Saya cenderung memikirkan kemungkinan hal-hal buruk yang bisa terjadi.
  10. Saya sering merasa tegang atau gugup dalam situasi sosial atau akademis.

Berikut adalah deskripsi seseorang siswa SMA yang memiliki skor The Big Five Personality Model mendekati sempurna, ditunjukkan dalam presentase di masing-masing trait:

Nama: Aulia

Usia: 17 tahun

Aulia adalah siswi SMA yang menonjol dalam berbagai aspek kepribadian sesuai dengan The Big Five Personality Model atau OCEAN Personality Model. Berikut adalah presentase kepribadian Aulia dalam masing-masing dimensi:

  1. Openness (Keterbukaan): 90% Aulia memiliki kecenderungan yang sangat tinggi untuk menjadi orang yang terbuka terhadap pengalaman baru, ide-ide inovatif, dan budaya yang berbeda. Dia selalu antusias untuk mengeksplorasi konsep-konsep baru, seni, dan berbagai topik yang menantang.

  2. Conscientiousness (Kesungguhan): 95% Dengan presentase yang mendekati sempurna, Aulia sangat terorganisir, bertanggung jawab, dan memiliki kebiasaan yang sangat baik. Dia selalu merencanakan tugas dengan cermat, mengatur waktu dengan efisien, dan selalu berusaha keras untuk mencapai setiap tujuan yang ditetapkan.

  3. Extraversion (Ekstroversi): 85% Aulia memiliki tingkat ekstroversi yang tinggi, dia energik, suka berinteraksi dengan orang lain, dan selalu antusias dalam kegiatan sosial. Dia merasa nyaman menjadi pusat perhatian dalam kelompok dan selalu mencari kesempatan untuk bergabung dengan klub atau organisasi di sekolah.

  4. Agreeableness (Kesetujuan): 98% Aulia adalah siswi yang sangat ramah, penuh perhatian, dan empatik terhadap orang lain. Dia selalu siap membantu teman-temannya ketika mereka membutuhkan bantuan, dan dia cenderung mengutamakan kesejahteraan orang lain di atas kepentingan pribadinya sendiri.

  5. Neuroticism (Neurotisme): 10% Dengan presentase yang sangat rendah, Aulia hampir tidak pernah mengalami emosi negatif seperti kecemasan, ketegangan, atau depresi. Dia cenderung tenang, stabil secara emosional, dan mampu mengatasi tantangan atau stres dengan baik.

Dengan kepribadian yang mendekati sempurna dalam The Big Five Personality Model, Aulia adalah siswi yang sangat berprestasi dan memiliki potensi besar untuk berhasil dalam pendidikan serta kehidupan di masa depan.

Kesimpulan dan Penutup

Penerapan The Big Five Personality Model atau OCEAN Personality Model dalam konteks pendidikan telah membuka jendela baru bagi praktik pembelajaran yang lebih personal dan inklusif. Melalui pemahaman yang mendalam tentang dimensi-dimensi kepribadian siswa, guru memiliki kesempatan untuk mengakomodasi kebutuhan individual, memaksimalkan potensi siswa, dan menciptakan lingkungan belajar yang mendukung pertumbuhan holistik.

Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan siswa, penting bagi guru untuk memperhatikan satu-persatu dimensi kepribadian berdasarkan The Big Five Personality Model. Dengan memperhatikan keterbukaan, kesungguhan, ekstroversi, kesetujuan, dan neurotisme siswa secara individual, guru dapat mengadaptasi strategi pengajaran, mengelola kelas dengan lebih efektif, serta memberikan dukungan yang sesuai dan relevan.

Selain itu, pemahaman yang mendalam tentang kepribadian siswa juga dapat membantu membangun hubungan yang kuat antara guru dan siswa, menciptakan budaya kelas yang inklusif, dan mempromosikan kesejahteraan emosional dan mental dalam lingkungan belajar. Dengan demikian, melalui pendekatan yang berbasis The Big Five Personality Model, guru dapat menjadi agen perubahan yang efektif dalam menciptakan pengalaman belajar yang bermakna dan memperkaya bagi semua siswa.

Diinspirasikan dari: 

  • Lounsbury, J. W., Hutchens, T., & Loveland, J. M. (2005). An Investigation of Big Five Personality Traits and Career Decidedness among Early and Middle Adolescents. Journal of Career Assesment, 13(1), 29-39 
  • Soto, C. J. (2018). Big Five Personality Traits. In M. H. Bornstein, M. E. Arterberry, K. L. Fingerman, & J. E. Lansford (Eds.), The SAGE Encyclopedia of Lifespan Human Development (pp. 240-241). Thousand Oaks, CA: Sage.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun