Teng! Teng! Teng!
Itu bukan bunyi bel sekolah
Teng! Teng! Teng!
Juga bukan bunyi bel sepeda
Suara yang mengalun tiap malam
Di depan rumah yang temaram
Di atas pukul sepuluh malam
Bunyi mangkuk yang dipukul sendok
Teng! Teng! Teng!
Tiga kali lalu jeda begitu seterusnya
Tanpa suara tanpa kata manusia
Hanya bunyi pukulan saja
Bersama sosok lelaki membawa pikulan
Jalannya melenggok
Seirama dengan beban di bahunya
Seimbang kiri dan kanannya
Teng! Teng! Teng!
Berapa jauh dia berjalan kaki
Berharap ada yang membeli
Kuah hangat campur roti
Teng! Teng! Teng!
Saat lelah harus berhenti
Saat hujan mesti berteduh
Di pinggir jalan atau di emper rumah
Berteman hembusan rokok
Juga segelas kopi yang menemani
Meniti jalan selangkah demi selangkah
Di gang-gang rumah menanti pembeli
Mengais rejeki demi sang buah hati
Irisan roti
Butir-butir mochi
Rajangan kacang sangrai
Biji mutiara jeli
Kolang-kaling pucat pasi
Air jahe panas manis yang disaji
Teng! Teng! Teng!
Sekoteng
Hangat di perut nyaman di hati
Walau mungkin sudah tak banyak lagi
Penjual dan pembeli yang tidak pasti
Semoga rejeki selalu diberi
Dalam hidup yang dirahmati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H