Alkisah ada sebuah negeri bernama Wakanda di mana terkenal dengan kekayaan alamnya, tanah yang subur, negeri yang aman dan rakyatnya yang ramah tamah.Â
Tapi sayangnya negeri itu belum bisa menyejahterakan semua rakyatnya, masih banyak pengangguran, masih banyak orang miskin, masih banyak anak yang putus sekolah.Â
Padahal dalam undang-undangnya orang miskin dan terlantar menjadi amanat negara untuk merawatnya. Di sisi lain korupsi masih meraja lela, dilakukan di banyak tingkatan pengelola negara.
Padahal di negeri itu menyepakati kalau korupsi adalah perbuatan terlarang. Di dalam kamus tertera dan berlaku sebagai tindakan korupsi adalah semua tindakan penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, atau sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.Â
Tentu yang menjadi perhatian rakyat Wakanda adalah korupsi yang merugikan uang negara karena akan berpengaruh pada nasib warga negara secara langsung atau tidak langsung. Selain itu uang negara diperoleh salah satunya adalah dari pajak yang dipungut negara pada warganya.
Pertama yang bisa melakukan korupsi uang negara adalah penyelenggara negara artinya orang yang dipercayakan menjadi bagian yang menjalankan fungsi-fungsi negara. Agar lebih mudahnya kita sebut saja sebagai aparat.
Aparat dengan kedudukannya di pemerintahan bisa melakukan korupsi untuk keuntungan dirinya sendiri dengan melakukan sendiri maupun bersama-sama baik dengan sesama aparat ataupun pihak lain (swasta). Korupsi dengan kata lain adalah mencuri uang negara.Â
Yang namanya mencuri adalah sebuah kejahatan karena mengambil yang bukan haknya. Apalagi korupsi uang negara yang mestinya digunakan untuk menjalankan program-program pemerintah yang ujungnya untuk kepentingan atau kemakmuran rakyatnya.Â
Alangkah jahatnya melakukan korupsi yang mengakibatkan program tidak jalan dan membuat saudara sebangsa menderita. Uang negara yang harusnya untuk bantuan pendidikan, bantuan sosial, perbaikan infrastruktur harus lenyap karena dimakan untuk kepentingan pribadi atau golongan saja. Buat banyak rakyat Wakanda hal tersebut adalah kejahatan yang sulit dimaafkan.
Negeri Wakanda memiliki UU tentang korupsi bahkan ada lembaga negara yang khusus menangani korupsi. Akan tetapi korupsi masih saja terjadi seakan tidak ada takut-takutnya aparat melakukan korupsi. Ditambah lagi adanya konflik di dalam lembaga itu sendiri yang membuat seakan ada kubu-kubuan yang membuat situasi sering tidak kondusif. Bagaimana bisa fokus menangani kasus korupsi jika di dalam institusinya sendiri selalu bergejolak.
Bahaya korupsi jelas terpampang di depan mata. Kerugiannya pun terasa hingga ke akar rumput. Upaya pencegahan sudah dilakukan akan tetapi kenapa hasilnya tidak bisa maksimal? Korupsi masih saja banyak terjadi dan gilanya jumlah uang, dana, atau kekayaan negara yang ditilap makin besar hingga trilyunan mata uang Wakanda. Uang milyaran saja jarang dilihat oleh mayoritas rakyat Wakanda apalagi memiliki.
Menurut sebuah laporan di negeri Wakanda ada sekitar 270 juta jiwa tapi yang memiliki rekening di atas 1 milyar hanya 565.000 yang berarti hanya 0.21% saja, sisanya 99.79% bisa dibilang ke dalam kaum pas-pasan. Bagaimana bisa koruptor mencuri uang negara yang harusnya untuk kepentingan rakyat yang masih hidup pas-pasan. Sungguh tidak punya otak dan nurani.
Sebegitu susahnya atau sebegitu banyak kepentingankah sehingga masalah korupsi ini ibarat benang kusut yang tidak bisa diurai?
Lantas bagaimana jika rakyat Wakanda sudah muak dengan koruptor? Apakah bisa memaksa pemerintah melakukan tindakan ekstrim agar koruptor jera? Apakah bisa membuat UU darurat untuk menghukum mati koruptor? Tidak hanya hukuman mati bagi pelaku tapi juga keluarga yang menikmati hasil korupsi dipajang di media massa dan disiarkan secara luas kepada masyarakat umum agar malu sehingga menjadi pengingat siapapun anggota keluarga yang memegang jabatan untuk tidak korupsi.
Budaya malu sepertinya sudah semakin luntur di negeri Wakanda. Yang menonjol justru budaya pamer apalagi setelah adanya sosial media, kesempatan untuk pamer seakan tersalurkan dengan sempurna. Semua dipamerkan bahkan tak jarang dengan cara-cara tidak etis dan menipu. Pamer tentu boleh saja asal sesuatu yang positif dan memotivasi orang lain untuk mencapai hal serupa. Pamer prestasi, penghargaan, pencapaian, bukan pamer kekayaan, hedonisme, dan sejenisnya.
Belum lagi ada cerita dukungan dari teman sejawat jika salah satu rekannya tertangkap korupsi termasuk jika pejabat besar yang tertangkap, aparat lain seakan dari memberikan perlakuan istimewa di penjara dan di persidangan. Sebuah tontonan yang menyakitkan rakyat dan merendahkan hukum itu sendiri.
Bahayanya sampai kapan rantai kebobrokan itu dipertahankan? Tontonan seperti itu bukannya malah mengajari generasi penerus bahwa korupsi bukan hal yang menakutkan?
Tentu selalu ada pro dan kontra masalah hukuman mati tapi bila melihat dampaknya di mana satu koruptor bisa mengorbankan ribuan bahkan jutaan rakyat miskin apakah menghukum satu koruptor bukan sebuah hukuman yang adil?
Tentu saja hukuman yang akan diberlakukan ada tingkatannya. Hukuman mati adalah hukuman maksimal jika dampak dari korupsinya bisa merugikan banyak orang.
Seandainya hukuman mati diberlakukan di negeri Wakanda--sebagai shock therapy sampai tingkat korupsi menurun drastis dan tidak ada lagi penyalahgunaan anggaran negara-- kemungkinan besar cerita akan lain. Cita-cita Wakanda menjadi negara maju, menjadi negara dengan GDP tinggi, negara dengan rakyatnya sejahtera, adil, dan makmur seperti yang juga diamanatkan undang-undang mungkin akan lebih cepat tercapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H