Ada sebuah pohon super besar, tinggi, dan rindang di tepi danau kecil di kampung halamanku. Akarnya menjalar ke segala arah. Ada yang tenggelam di dalam air dan ada yang merambat di atas tanah.
Batangnya besar hingga tak bisa dipeluk oleh orang dewasa sekalipun. Perlu dua orang dewasa atau lima anak kecil untuk memeluk tubuhnya tersebut.Â
"Pohon ini sudah berumur sekitar 250 tahun," cerita kakek tiga puluh tahun lalu saat kami, cucu-cucunya masih kanak-kanak.Â
"Dia dipanggil Aki Hujan sebab dia adalah pohon trembesi alias ki hujan yang banyak memberi air kehidupan bagi kampung ini."
Di bawah akar yang menghujam hingga ke dasar danau tampak rongga mata air yang membuat danau kecil tak pernah kering. Ikan, katak, siput, dan bermacam fauna banyak terdapat di sana.
Kami, anak-anak kecil, sangat suka main di sana. Mencari ikan, mencari kupu-kupu, mencari cacing, berenang, bermain lumpur, bergelantungan di dahan pohon lalu meloncat ke dalam air.
Daerah sekitarnya pun hanya padang alang-alang dan tanaman perdu. Lalu dikelilingi perkebunan jagung dan persawahan penduduk. Baru kemudian perkampungan dan rumah-rumah warga.Â
Aki Hujan adalah pelindung kampung kami. Menghasilkan air dan kehidupan bagi sekitarnya. Sawah dan kebun tumbuh subur.Â
Hingga akhirnya datang yang namanya pembangunan. Jalan aspal dibuat. Untuk menghubungkan antar kabupaten maka kampung kami sebagian harus digusur.Â