Mohon tunggu...
Saepiudin Syarif
Saepiudin Syarif Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Bau Tanah Basah di Bumi yang Membelah

27 Desember 2020   15:22 Diperbarui: 31 Desember 2020   06:55 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bau tanah basah menyeruak ke segala penjuru. Aroma yang menimbulkan rindu. Wangi yang menghadirkan kenangan. Bau rindu.

Suara rintik hujan yang berdetak. Seakan menghentikan waktu berdetik. Bunyi yang membuai sukma. Suara jiwa.

Alunan simfoni alam yang membuai menyerang seluruh indera. Indah. Nikmat. Buaian yang membuat terlena. Melena rasa.

Tanah yang menguap. Hujan yang menggenang. Bercampur merasuk sukma. Menyusup jiwa. Merobek vena. Mengalir ke seluruh raga.

Aroma.
Rasa.
Cinta.
Kenangan.
Genta jiwa bertaburan.

Bumi bergerak. Alam bergerak. Semesta bergerak. Kita tak bisa menolak. Pikiran manusia berarak-arak. Berbolak-balik ke masa lalu, ke masa depan, ke masa sekarang. Cuma itu. Di pikiran.

Pikirku. Pikirmu. Kuasa-Nya.
Mimpiku. Mimpimu. Kuasa-Nya.
Usahaku. Usahamu. Kuasa-Nya.
Doaku. Doamu. Kuasa-Nya.

Hujan masih merintik.
Aku masih merintih.
Bumi yang membelah.
Kembali pada-Nya. Pasrah.

Depok, 27 Desember 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun