Kalap belanja alias budaya konsumtif di bulan Ramadan sepertinya hal yang harus jadi introspeksi bersama. Bila pengeluaran bertambah karena menambah jumlah sedekah tidak menjadi masalah sebab sedekah di bulan puasa mendapat ganjaran pahala yang besar. Yang menjadi persoalan adalah saat berbelanja lebih dari kebutuhan adalah hanya nafsu belaka yang seharusnya di bulan puasa ini waktunya menekan hawa nafsu.
Selain itu kalap berbelanja membuat permintaan barang naik sehingga sesuai hukum ekonomi akan mengerek kenaikan harga di pasar. Buntutnya jika dilakukan oleh orang setanah air bisa dipastikan akan mengakibatkan inflasi dan makin melemahkan daya beli masyarakat lapisan bawah. Apalagi akibat pandemi Covid-19 saat ini di mana orang susah makin banyak. Susah karena tidak ada pekerjaan, susah karena kena PHK, dan susah karena usaha tidak jalan.
Tanpa bermaksud menghakimi tapi fenomena kalap belanja ini sebenarnya sangat memprihatinkan baik dalam rangka penerapan ajaran agama juga sensitivitas sebagai anggota masyarakat di tengah bencana yang tengah melanda. Sensitivitas ini yang perlu ditularkan kepada masyarakat terutama anak-anak sebagai generasi penerus di masa depan.
Tantangannya menjadi besar apalagi di masa moderen sekarang di mana nilai-nilai individualistis lebih mengemuka serta perkembangan teknologi yang melaju cepat jika kita sendiri yang tidak bisa mengendalikan remnya bisa diprediksi kehidupan gotong royong, tepa selira, akan terkikis semakin cepat di tengah masyarakat.
Padahal sejatinya dalam hidup ini selalu ada ketimpangan, ada dua hal yang selalu berkebalikan, dan itu merupakan sunatullah. Di bulan puasa inilah waktu yang tepat untuk selalu ingat dan belajar untuk melembutkan hati, menghaluskan rasa, dan mencari keseimbangan diri agar waras hidup di dunia dan selamat kelak di akhirat.
Edukasi pengelolaan keuangan yang baik harus selalu disebarkan karena merupakan ilmu yang berguna buat siapapun. Salah satunya dengan belanja sesuai kebutuhan alias tidak boros dan lapar mata sebab tidak ada yang tahu apa yang terjadi di masa depan. Pandemi Covid-19 harusnya menjadi pelajaran berharga bahwa semua rencana, mimpi, dan cita-cita bisa berantakan tiba-tiba berkaitan dengan pekerjaan, keuangan, dan pemasukan.
Sudahkah bencana dan ujian karena Corona ini menjadi pengingat kita untuk selalu mawas diri dan berbuat kebaikan? Berlomba-lombalah dalam kebaikan untuk menjemput akhirat sebab berlomba-lomba dalam keduniawian hanya hawa nafsu yang tidak pernah ada habisnya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H