Gibran, 10 tahun, merengek minta dibelikan sepasang kelinci lucu dan imut saat pulang liburan dari kawasan Puncak Bogor. Ayah menolak permintaan tersebut mengingat jadwal Gibran yang sibuk. Sedang Bunda sering tak tega jika tak bisa memenuhi keinginan buah hatinya. Lalu Ayah meminta Gibran menjelaskan kegiatannya sehari-hari.
Gibran berangkat dari rumah pukul enam pagi dan baru pulang menjelang pukul lima sore. Selain sekolah, ada kegiatan ekstrakurikuler dan les ini itu yang harus diikutinya. Jadwalnya tidak berhenti di situ, sebelum maghrib dia harus sudah di masjid untuk sholat maghrib lalu dilanjutkan mengaji hingga selesai sholat isya.
Selesai makan malam, dilanjutkan mengerjakan pekerjaan rumah dan belajar lagi jika ada ulangan esoknya. Praktis Gibran hanya punya waktu main dengan teman-teman sekolah di sela-sela kegiatannya di sekolah dan dengan teman-teman rumah saat di masjid.
Hari minggu pun tidak selalu bisa digunakannya untuk bermain karena sering digunakan untuk acara keluarga besar, mengunjungi kakek nenek, menjenguk kakaknya di pesantren, atau sekedar ikut ke mal untuk belanja kebutuhan bersama ayah dan bundanya. Walau kadang Gibran memilih tidak ikut dan diam di rumah untuk melampiaskan bermain handphone sebab susahnya bila di hari-hari biasa.
Ayah berpikiran bahwa memiliki binatang peliharaan bukanlah hal yang mudah. Ini juga bukan sekadar hobi. Memelihara binatang adalah sebuah komitmen.
Yang namanya komitmen berarti harus ada cinta, usaha, dan tanggung jawab untuk merawatnya. Memang memelihara binatang bagi anak-anak mempunyai manfaat tersendiri. Seperti menimbulkan sifat kasih sayang, empati, dan kesabaran.
Bagi anak maupun orang dewasa memelihara binatang tidak sama dengan hobi mendengarkan musik atau melukis misalnya di mana kegiatan bisa selesai kapan saja kita mau.Â
Memelihara binatang berarti anak harus siap sepanjang waktu karena yang dipelihara adalah makhluk hidup. Jadwal memberi makan, membersihkan kandang, periksa kesehatan, dan lain-lain tidak bisa ditinggal begitu saja.Â
Belum lagi jika anak tidak ada di rumah karena sedang liburan ke luar kota atau ada kegiatan sekolah yang mengharuskan menginap, anak juga harus bisa mengantisipasinya.
Ayah sengaja mengajak bunda dan Gibran berdiskusi. Bunda berpikiran praktis toh jika anaknya sibuk nanti ada si mbak (asisten rumah tangga) yang bisa menggantikan. Hal yang juga menjadi pemikiran Gibran saat ditanya "nanti siapa yang ngurus kalau kamu sibuk?"
Ayah yang harus menjelaskan lagi tentang sesuatu bukan hanya karena ingin tapi juga butuh karena ada tanggung jawab di sana. Keinginan Gibran pun dinilai ayah hanya keinginan spontan yang sesaat.Â