Mohon tunggu...
Pius Klobor
Pius Klobor Mohon Tunggu... -

Kadang kuli pena, kadang kuli 'pabrik'

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Formadda: Indonesia Timur Bukan 'Sapi Perah'

14 Mei 2013   00:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:37 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13684656411952400456

Stigma preman akhir-akhir ini semakin menguat karena opini yang sengaja dibangun oleh sejumlah orang. Forum Pemuda Indonesia Timur Penggerak Keadilan dan Perdamaian (Formadda Timur Nusantara) mendesak Pemerintah Pusat agar serius memberikan perhatian terkait pembangunan di kawasan Timur Indonesia. Menurut mereka, selama ini Indonesia Timur menjadi 'sapi perah' yang terus-menerus dikuras namun kesejahteraan masyarakat setempat diabaikan. “Kami mendesak Pemerintah Pusat agar serius mengurus kawasan Timur Indonesia. Jika kami masih diperhitungkan sebagai bagian dari NKRI, maka selamatkanlah Indonesia Timur," kata Faren, Koordinator Aksi di Bunderan HI, Jakarta, Senin (13/5/2013). Dalam aksi yang diikuti oleh ratusan pemuda dan mahasiswa asal Papua, Maluku, Maluku Utara, NTT, NTB, dan Sulawesi, ini, Formadda Timur Nusantara membeberkan beberapa fakta akan ketidakadilan pembangunan di Indonesia Timur. Data BPS per September 2012 merilis prosentasi penduduk termiskin dari 10 Provinsi termiskin, setengahnya berada di kawasan Timur Indonesia, yakni Papua 31, 66 persen, Papua Barat 27, 04 persen, Maluku 20, 76 persen, NTT 20, 41 persen, NTB 18, 02 persen, dan Gorontalo 17.22 persen. "Ironisnya, jumlah penduduk termiskin itu justru tersebar di wilayah-wilayah dengan tingkat sumber daya alam yang melimpah. Eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran ternyata tidak diikuti dengan peningkatan kesejahteraan. Di kawasan-kawasan tersebut, kemiskinan mencakup hampir semua aspek kehidupan: sarana publik, kebutuhan dasar (sandang, pangan, dan papan), pendidikan, kesehatan, politik, dan lainnya," sebut Faren. Formadda Timur Nusantara lantas menyimpulkan bahwa hak-hak ekosob (ekonomi, sosial dan budaya) masyarakat di Kawasan Timur Indonesia tidak mendapat tempat istimewa dalam proses pembangunan nasional. Alih-alih diperhatikan, hak-hak ekosob masyarakat Timur Indonesia cenderung diberangus seiring dengan eksploitasi sumber daya alam yang sebagian besar dibawa ke kawasan Barat Indonesia. Eksploitasi sumber daya alam di kawasan Timur Indonesia seperti di sektor pertambangan, kehutanan, perkebunan, migas, dan perikanan seringkali tidak berpihak pada rakyat miskin dan lingkungan hidup setempat yang berdampak pada menurunnya kualitas hidup. “Kami menilai, ada kesan cukup kuat, rakyat kawasan Timur Indonesia diabaikan dalam dalam proses pembangunan nasional. Mereka belum mengalami dan merasakan makna kemerdekaan yang sesungguhanya setelah 67 tahun Indonesia merdeka. Indonesia Timur tetap mengalami ketertindasan dan ketidakadilan dalam proses pembangunan. Lebih dari itu, kawasan ini tetap menjadi catatan pinggir Indonesia dalam multi aspek,“ ungkap Faren. Dampak dari ketidakadilan dan ketertindasan dalam proses pembangunan ini, lanjut Faren, adalah tingginya angka kemiskinan dan pengangguran. Selanjutnya, kemiskinan dan pengangguran yang tinggi menyebabkan banyak masyarakat Timur Indonesia yang terpaksa bermigrasi ke kawasan Barat Indonesia, khususnya Jawa. Mereka seringkali bekerja serabutan, termasuk menjual jasa keamanan. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau masyarakat kawasan Timur Indonesia sering diberi label preman. Stigma premanis akhir-akhir ini semakin menguat karena opini yang dibangun, baik oleh sejumlah orang di kawasan atau lembaga tertentu termasuk media massa. Dari perspektif HAM, Formadda menilai ini merupakan sebuah proses pembunuhan secara psikologis terhadap masyarakat dari kawasan Timur Indonesia. "Oleh karena itu, kami pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam Formadda Timur Nusantara menyerukan agar hentikan segala bentuk ketidakadilan, penindasan, dan diskriminasi multi sektor terhadap masyarakat kawasan Timur Indonesia dalam proses pembangunan. Formadda Timur Nusantara juga mendesak kelompok masyarakat dan lembaga tertentu agar berhenti memberi stigma premanisme dan stigma negatif lainnya terhadap masyarakat kawasan Timur Indonesia," demikian tuntutan Formadda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun