Mohon tunggu...
Fitriyah Ar
Fitriyah Ar Mohon Tunggu... Lainnya - Cerita Fitri

Seorang Mahasiswa yang ingin berbagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Al-Quran Mengubah Pola Pikir Seseorang

27 Februari 2019   13:47 Diperbarui: 27 Februari 2019   13:55 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seperti yang sudah diketahui oleh banyak orang-orang muslim, Al-Quran adalah kitab Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat manusia serta sebagai penyempurna dari kitab-kitab sebelumnya. Pada kesempatan kali ini saya ingin menceritakan pengalaman saya tentang menghafal Al-Quran, semoga dengan menceritakan hal ini saya bisa lebih mencintai Al-Quran juga semakin semangat dan giat dalam menghafalnya dan tentunya semoga para pembaca sekalian bisa mengambil manfaat ataupun hikmah dari membaca cerita ini.

Oke langsung saja ya....

Sebelum menjadi seorang Mahasiswa, dulu saya adalah seorang santri yang tinggal di sebuah desa, tentu saja karena tinggal di desa saya sudah biasa dengan kebiasaan ngaji setelah maghrib dan subuh. Setelah lulus SD saya langsung pindah ke salah satu pondok pesantren yang ada di kabupaten, dari sini sudah bisa ditebak, karena saya belajar baca Al-Quran mulai dari kecil kemungkinan besar bacaan saya sudah lebih baik dari teman-teman saya. Benar juga saat mondok disana saya menjadi Mu'allimah Al-Quran. Ketika sudah lulus SMA saya melanjutkan kuliah di UIN Malang, salah satu kampus yang berbasis Ma'had (pondok) karena sebelumnya saya pernah mondok selama 6 tahun, tentu saja saya tidak merasa takut ataupun merasakan apapun yang biasa dirasakan oleh anak yang belum pernah mondok, pada saat menjadi Mahasantri disana saya merasa bacaan Al-Quran saya sudah bagus. Namun perkiraan saya salah, bahkan ketika tes Ta'lim Al-Quran saya mendapat kelas Asasi alias kelas terendah namun pada kelas membaca Tashih Al-Quran saya sering mendapat nilai A. Sampai sini saya mulai sadar jika diluar sana masih banyak orang-orang yang tentunya lebih baik daripada saya, saya baru menyadari hal itu ketika mulai masuk kuliah, itupun karena menyadari bahwa dikelas reguler banyak teman-teman saya yang menjadi Hafidz atau Hafidzah. 

Pada saat inilah pandangan terhadap diri saya sendiri berubah, dulu saya berpikir buat apa menghafal Al-Quran jika tidak mengerti apa isinya, apalagi untuk mengamalkannya. Namun sekarang saya sadar bahkan seseorang yang tidak bisa mengerti bahasa arab sekalipun akan tenang jika dia membaca Al-Quran dengan ikhlas. Saya tidak pernah bercita-cita untuk menjadi seorang  Hafidzah, bisa baca tulis Al-Quran saja sudah cukup, namun saat ini saya malah mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang Hafidzah yang baik, yang bisa membantu orang tua saya jika saya tidak bisa membantu mereka secara materi karena masih kuliah, setidaknya dengan menghafal Al-Quran akan bisa membantu mereka di akhirat nanti.

Seperti pepatah mengatakan "Seseorang yang ingin menjadi yang terbaik di suatu tempat, akan mengalami ujian di tempat itu". Seseorang yang ingin menjadi yang terbaik di kantor ya ujiannya di kantor. Entah itu ujiannya berupa iri dan dengki dengan sesama kolega, bos yang suka semena-mena dll. Orang yang ingin menjadi yang terbaik di kampus akan menghadapi ujian di kampus. Entah itu berupa dosen yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, matkul yang tidak disukai, terlalu banyak acara, dan lainnya. Seperti halnya saya yang ingin menjadi yang terbaik dalam menghafal Al-quran ya tentu ujiannya seputar hafalan Al-quran. Entah itu berupa kemalasan luar biasa yang harus dihadapi, selalu lupa dalam Muraja'ah, bingung dalam mengatur waktu dan lainnya. Namun hal-hal seperti itu tidaklah pantas untuk dijadikan alasan sebagai penghambat dalam menghafal Al-Quran karena seharusnya hal seperti itu dijadikan sebagai motivasi dalam mencapai tujuan karena jika tidak, maka hal itu akan terus berulang menjadi penghambat kita dalam menghafal Al-Quran. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi adalah niat yang tulus untuk menjaga kalam-Nya hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh ustadzah kami "jika kalian benar-benar tulus ingin menjadi penghafal Al-Quran maka kalian harus mengubah niat dari "Kuliah sambil Mondok" menjadi "Mondok sambil Kuliah" karena hal itu juga akan mempengaruhi tujuan kalian disini". Untuk merubah mindset memang tidak mudah, namun hal ini harus dipaksakan. Mungkin pada awalnya memang terpaksa namun lambat laun kita akan menyadari bahwa yang selama ini kita anggap sebagai paksaan justru adalah sesuatu yang dibutuhkan sehingga perasaan "dipaksa" juga akan hilang dengan sendirinya. Seperti halnya saya sendiri, sebelum saya mulai menghafal Al-Quran saya sering menghawatirkan masalah-masalah dunia misalnya masalah kiriman atau transfer-an dari orang tua, masalah tidak bisa seperti teman-teman yang lain yang bisa hidup lebih baik dari saya atau masalah-masalah yang lainnya. Namun setelah saya mulai menghafal pikiran-pikiran seperti itu sering tidak muncul, bahkan yang selalu muncul adalah pikiran bagaimana caranya menjaga hati agar selalu menjadi pribadi yang baik dan sebisa mungkin menjadi orang yang pantas untuk memantaskan diri sebagai bagian dari keluarga Allah. Selain mengalami beberapa perubahan pola pikir, kini saya menyadari beberapa keuntungan dalam menghafal Al-Quran yang mungkin saja sering tidak diperhatikan, diantaranya adalah fakta bahwa menghafal Al-Quran dapat melatih seseorang untuk berkonsentrasi tinggi. Semakin banyak ayat yang bisa dihafal oleh seseorang dan hafalannya tetap terpelihara dengan baik, berarti konsentrasi seorang tersebut menjadi semakin tinggi. Pada umumnya semakin banyak ayat yang dihafal maka semakin cepat untuk menghafal ayat-ayat lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi proses perbaikan konsentrasi menjadi semakin tinggi, apabila semakin banyak ayat-ayat Al-Quran yang dihafal. Konsentrasi yang tinggi akan melatih seseorang untuk memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi yang baik.

Sejauh ini saya hanya menyadari manfaat-manfaat yang didapat ketika menjadi seorang penghafal Al-Quran, belum pada bagaimana usaha untuk menyukai Al-Quran, menyempatkan waktu untuk muraja'ah (selain yang sudah ditentukan pondok), menjaga hati untuk tetap bersih, bagaimana menjaganya, sampai bagaimana mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang telah diketahui bahwa sebagai seorang mahasiswa saya masih memiliki beberapa kesibukan, hal tersebut sering dijadikan alasan untuk menjauh dari Al-Quran dengan alasan belum sempat baca, kehabisan waktu dan lain sebagainya. Entah mengapa tangan ini begitu kunyu untuk menjamah Al-Quran jangankan satu juz, setengah juz atau satu halaman terkadang masih terasa berat untuk terucap oleh lisan setiap harinya, padahal saya sudah tahu bahwa membaca Al-Quran sebelum mengawali segala aktivitas sehari-hari bisa menjadi investasi bagi kita. Semacam tabungan semangat dan tenaga untuk menuntaskan segala yang sudah terencana. Jika membaca masih terasa sangat memberatkan, saya mencoba untuk latihan mendengarkan murottal. Salah satu murottal yang saya suka adalah murottalnya Emid Al-Mansury karena temponya cepat dan iramnya nyaman untuk diikuti, terkadang saya juga suka mendengarkan imam besar masjidil haram yakni Abdurrahman as-Sudais beliau sering terisak saat membaca ayat-ayat tertentu dan ketika saya baca artinya memang membuat saya merinding, misalnya ayat yang menggambarkan hari kiamat atau siksaan di neraka. Dengan mendengarkan murottal ini saya kembali mengerti bahwa sekalipun kita tidak mengetahui arti dan tujuan dari ayatnya, tetap akan membuat hati tentram bukan? Karena sejatinya Al-Quran merupakan kalam Allah yang sudah terjamin isinya.

Dulu saya tidak pernah berpikir akan menjadi salah satu orang yang beruntung karena telah diundang Allah untuk menjadi bagian dari keluarga-Nya, untuk menjadi bagian dari orang-orang yang menghafal kalam suci-Nya. Mungkin banyak cerita yang lebih luar biasa tentang buah yang dipetik dari membaca dan menghafal Al-Quran. Namun sedikit dari apa yang yang saya alami telah cukup bagi saya untuk meyakininya.

Cinta itu indah

 Namun jika bagimu tidak, mungkin kamu salah memilih pasangan.

Begitupun dengan Al-Quran. Al-Quran adalah obat bagi segala hal

Namun jika bagimu beban, mungkin kamu belum mengerti.

(Ust. Abu Syamsuddin).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun