Alarm berbunyi tepat pukul lima pagi, yang mengharuskan Kami beranjak dari tempat tidur dan bergegas mandi. Kebetulan persiapan sudah Kami lakukan semalam untuk perjalanan ke Kepulauan Sangihe.Â
Udara di Manado pagi itu cukup cerah, perjalanan ke bandara pun cukup lancar karena jalanan belum hingga masuk pesawat pun cukup cepat tidak ada kendala yang berarti.
Hanya ada satu penerbangan setiap hari ke Sangihe dari Manado, itu pun menggunakan pesawat ukuran sedang, ATR 72-600 dari maskapai Wings Air. Take off pukul 07.00 WITA sesuai jadwal dengan waktu tempuh sekitar 50 menit dengan ketinggian 16.000 kaki, dalam cuaca pagi yang cerah pesawat menyentuh landasan Bandara Naha sesuai waktu yang dijadwalkan. Keluar di Bandara pun sudah ada teman yang menjemput dengan mobil.
Jalan darat selama 20 menit mengantar Kami ke Tahuna Barat, Ibukota Kabupaten Kepulauan Sangihe, yang terletak di sebuah teluk di sisi barat Pulau Sangihe. Tugu Pelabuhan Tua yang ada di Pelabuhan Tahuna bisa kita jumpai begitu kita memasuki kota. Tampak pula pelabuhan, dengan kapal TOL Laut yang sedang bersandar di kejauhan. Ombak laut cukup tenang, berbeda jauh dari besarnya ombak Samudera Hindia yang sering aku lihat.
Perjalanan Kami berhenti di sebuah hotel yang terletak di depan salah satu bank milik pemerintah. Hotel yang cukup bersih milik warga setempat yang dulunya adalah seorang pelaut.Â
Sudah ada makanan yang tersaji di situ, nasi goreng, telur rebus, kerupuk, mie dan tidak lupa teh panas serta kopi jahe juga disediakan. Dari hasil diskusi dengan pemilik hotel, makanan tersebut di sediakan oleh warga sekitar, pihak hotel tidak boleh menyediakan makanan, sehingga mereka berbagi rezeki dengan warga sekitar.
Selepas sarapan, Kami meluncur naik mobil selama 15 menit ke sebuah daerah bernama Pananekeng, yang masih terletak di pinggir laut, sisi barat Pulau Sangihe. Belum sampai 10 menit kami tiba di lokasi, tanah pun bergerak, dan teman-teman berhamburan, karena saat itu kami disambut oleh Gempa 5,3 SR yang pusat gempanya hanya 10 km dari lokasi kami berada. Beruntung tidak ada kelapa yang jatuh dari pohon di sekitar kami, karena di sepanjang kami melihat, pulau tersebut isinya pohon kelapa.
Kedatangan kami ke lokasi adalah untuk melihat Stasiun Fiber Optik yang telah menyentuh ke Pulau Sangihe, tepat di lokasi tersebut stasiun penerimaan didirikan. Sebuah bangunan kecil berukuran 3x4 meter yang di dalamnya berisikan rak, berisikan peralatan BTSÂ (base transceiver station) fiber optik.Â
Berbeda dengan BTS kebanyakan yang di lengkapi tower antena menjulang, BTS FO di Sangihe ini menerima koneksi dari Manado melalui jaringan fiber optik yang sudah terpasang di bawah laut.
Sangihe adalah wilayah yang jaringan komunikasinya baru ada satu operator yang beroperasi, yaitu Telkomsel. Tetapi selama Kami di lokasi, sangat lah sulit menerima sinyal dengan kualitas bagus. Kemarin sempat Saya coba menerima kiriman melalui aplikasi Whatsapp sebuah file, dalam 9 menit file kecil itu baru masuk ke ponsel yang Saya pakai.
Di lokasi BTS FO tersebut kami berkesempatan mencoba koneksi yang diujicobakan oleh BAKTI (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi) sebagai pihak yang dipercaya pemerintah untuk merealisasikan Proyek Palapa Ring, sebuah proyek yang mengkoneksikan daerah-daerah terdepan (pulau terluar) agar mendapatkan sarana komunikasi yang cepat berbasis fiber optik.Â