Minggu ini kita disuguhi oleh banyak berita, terutama berita longsor dan banjir yang menerpa Bogor, Jakarta dan Banten. Hujan yang berkepanjangan di wilayah Bogor, cukup membuat repot banyak pihak, terutama di daerah rawan bencana. Selain pohon yang tumbang, terjadi longsor di beberapa titik yang kontur tanahnya cukup miring.
Bila DKI Jakarta mempunyai peta daerah rawan banjir, demikian juga dengan bogor, yang mempunyai peta rawan longsor. Adapun keduanya mempunyai ciri-ciri yang tersendiri. Daerah rawan banjir mempunyai ciri utama adalah letaknya yang lebih rendah dibanding wilayah lain disekitarnya, dengan saluran pembuangan air yang tidak baik, dan menjadi wilayah muara air disaat hujan turun. Banjir juga menyapa bantaran sungai yang mempunyai ketinggian sama / di bawah ketinggian air sungai, sehingga saat arus sungai deras, akan mudah terkena banjir luapan air sungai.
Sedangkan untuk daerah rawan longsor mempunyai beberapa ciri, diantaranya adalah:
- 1Kontur tanah punya kemiringan cukup terjal, bisa sampai 40 derajat, apalagi di daerah rawan gempa.
- Kawasan dengan banyak alur dan mata air di sekitar sungai.
- Lereng-lereng pada kelokan sungai, yang sering tergerus oleh erosi akibat air sungai yang deras.
- Daerah tekuk lereng (peralihan dari lereng curam ke lereng landai), biasanya daerah ini yang sering dipakai jadi tempat hunian / pemukiman. Daerah ini cukup sensitif, karena merupakan zona akumulasi air yang meresap dari lereng curam, sehingga tanah menjadi lebih lunak karena banyaknya air dalam kandungan tanah.
- Daerah struktur patahan. Sering kita temui pada daerah dengan kemiringan diatas 30 derajat, dengan beberapa bagian tebing berbatuan disertai retakan, dan munculnya sumber air. Daerah ini punya resiko pergerakan yang tinggi, apalagi bila disertai gempa.
Mereka yang tinggal di wilayah rawan longsor, perlu mewaspadai bencana longsor apabila terjadi hujan terus menerus dalam intensitas yang tinggi. Karena disaat turun hujan, akan terjadi peningkatan kadar air tanah, sehingga ketahanan tanah akan turun terhadap beban mekanik yang disangganya.
Penyebab lain adalah adanya kegiatan manusia yang kadang tidak memperhatikan lingkungan, seperti halnya penambangan liar yang mengabaikan resiko longsor. Hal ini biasanya dilakukan tanpa mengindahkan tata ruang wilayah. Ada juga pembangunan yang menghilangkan daerah resapan air hujan, sehingga pada saat hujan lebat air cenderung mengumpul ke celah tanah tertentu dalam jumlah yang banyak, tekanan yang terus menerus secara instan bisa menimbulkan kelongsoran/erosi. Ada juga pemotongan/penebangan pohon-pohon dalam di perbukitan dimana akar-akar pohon tersebut adalah pengikat tanah, saat pohon dihilangkan, otomatis  tanah akan mudah bergerak saat kadar air cukup tinggi.
Melihat beberapa hal penyebab longsor di atas, kita harus mewaspadai banyak hal. Hal paling fatal adalah bila kesalahan terletak pada manusianya, alias human error. Apa saja kategori humam error yang saya maksudkan?
Berikut beberapa hal yang saya kategorikan sebagai human error:
- Sengaja membuat hunian / bangunan pada tanah dengan ciri-ciri daerah longsor di atas.
- Sengaja melakukan aktivitas yang bisa menyebabkan longsor, misalnya penggalian di wilayah rawan longsor.
- Sengaja tinggal di wilayah yang punya resiko banjir karena daerah ini biasanya sangat murah, bahkan gratis karena orang yang waras harusnya tidak mau tinggal di tempat tersebut.
- Kesalahan hitungan saat membuat suatu proyek, atau lebih sering di sebut dengan kesalahan civil engineering/tehnik sipil, kita masih ingat dengan Proyek Hambalang sebagai contoh paling besar kegagalan civil engineering. Dimana proyek tersebut menjadi mangkrak tidak bisa digunakan karena tanahnya gerak dan semua bangunan jadi retak dan roboh.
Bila kita melihat dua kejadian longsor yang menimbulkan korban minggu ini, bisa kita bedakan menjadi dua hal. Kejadian di Cijeruk, Bogor lebih masuk dalam kategori Bencana alam, karena daerah tersebut sudah berpuluh-puluh tahun tidak pernah terjadi peristiwa longsor. Kejadian kemarin benar diluar dugaan. Meskipun demikian pembuatan pemukiman di daerah tekuk lereng, yang memang kategori rawan bancana. Hal ini bisa menjadi pengingat bagi kita semua untuk mengindari pembuatan pemukiman di wilayah tekuk lereng.
Sedangkan kejadian bencana longsornya dinding underpass sepanjang 20 meter pada terowongan rel kereta api Bandara Soekarno Hatta, Banten merupakan kegagalan civil engineering. Hal demikian seperti disampaikan oleh Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Rudy Suhendar (05/02/2018) kepada media.
Dalam kesempatan lain PT Waskita sebagai pelaksana pengerjaan terowongan tersebut juga sedang melakukan evaluasi atas kejadian tersebut, agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi. Semua pihak pasti tidak berharap bencana menimpa, hal yang sudah terjadi tentu tidak bisa kita hindari, tetapi dari peristiwa yang sudah terjadi, kita semua bisa mencegah kejadian lainnya agar tidak terjadi lagi.
Jogja, 7 Februari 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H