Beberapa minggu terakhir kita melihat di beberapa media perihal pemberitaan polemik pembangunan kereta api bandara Soekarno Hatta, dimana ada beberapa pihak yang melakukan protes karena lahannya terpakai untuk jalur rel kereta api. Awal April 2017 ini kita jumpai warga Manggarai yang mengadukan proses pembangunan kereta bandara ini ke Ombudsman dan Komnas HAM. Hal yang wajar terjadi bila sebuah titik temu belum tercapai.
Dari sejarah kepemilikannya, tanah yang sekarang dipersoalkan  itu sejak zaman Hinda Belanda merupakan aset negara yang diserahkan kepada PT KAI. Seperti disampaikan Soeprapto, Senior Deputi Humas PT KAI Daop 1 Jakarta.  "Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1980 mulai sertifikat tersebut dinasionalisasikan menjadi sertifikat nasional. Tidak ada jeda waktu. Tidak ada peralihan. Itu aset negara yang diamanatkan kepada PT KAI," jelasnya.
"PT KAI melakukan pembangunan sesuai SOP, dan kita melakukan pembangunan nasional, jadi ya sesuai prosedur saja," tambahnyaDilain kesempatan Soeprapro menjelaskan "Pihak PT KAI hanya telah menyediakan uang pengantian bongkar sebesar Rp 250.000/m2 bagi bangunan permanen dan Rp 200.000/m2 bagi bangunan semi permanen. Hal ini dikarenakan ketentuan GCG (Good Corporate Goverment) yang harus dilaksanakan oleh semua instansi pemerintah termasuk PT KAI. Jadi tanah negara tidak mungkin dibeli lagi oleh negara dalam hal ini PT KAI".
Saat ini pihak PT KAI tengah koordinasi dengan beberapa pihak terkait untuk melaksanakan pembongkaran di Manggarai, salah satunya dalam tahap koordinasi kewilayahan, dan menunggu hasil korrdinasi tersebut untuk bisa melakukan langkah selanjutnya.
Mari kita tunggu sinergi selanjutnya antara semua pihak agar kereta Bandara segera terealisasi, demi kepentingan nasional sehingga pihak-pihak yang mengedepankan kepentingan pribadi bisa membantu realisasinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H