A. Bagaiman filosofi Ki Hajar Dewantara dengan pratap triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin.
Tentunya masih diingat dalam jiwa kita, bahwa Ki Hajar Dewantara menjelaskan, pendidikan itu suatu 'tuntunan' di dalam hidup tumbuhnya anak-anak kita. Artinya, bahwa hidup tumbuhnya anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak kita kaum pendidik. Anak-anak itu sebagai makhluk, manusia, dan benda hidup, sehingga mereka hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri.Â
Seperti penjelasan sebelumnya, bahwa 'kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu' tiada lain ialah segala kekuatan yang ada dalam hidup batin dan hidup lahir dari anak-anak itu karena kekuasaan kodrat. Kita kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan-kekuatan itu, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu.
Uraian tersebut akan lebih jelas jika kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.Â
Meskipun pertumbuhan tanaman padi dapat diperbaiki, tetapi ia tidak dapat mengganti kodrat iradatnya padi. Misalnya ia tak akan dapat menjadikan padi yang ditanamnya itu tumbuh sebagai jagung. Selain itu, ia juga tidak dapat memelihara tanaman padi tersebut seperti hanya cara memelihara tanaman kedelai atau tanaman lainnya.Â
Memang benar, ia dapat memperbaiki keadaan padi yang ditanam, bahkan ia dapat juga menghasilkan tanaman padi itu lebih besar daripada tanaman yang tidak dipelihara, tetapi mengganti kodrat padi itu tetap mustahil. Demikianlah pendidikan itu, walaupun hanya dapat 'menuntun', akan tetapi faedahnya bagi hidup tumbuhnya anak-anak sangatlah besar.
Pak Tani dalam memelihara padi tentu memiliki strategi dalam menentukan tindakan yang paling tepat ketika terjadi masalah atau dilema pada tanamannya. Seperti halnya dalam menentukan pupuk yang tepat. Pupuk apa yang dapat menyuburkan padi namun disisi lain tidak membahayakan ekosistem sekitar.Â
Begitupun seorang pemimpin dalam dunia pendidikan tentunya memiliki berbagai strategi dalam melakukan 'tuntunan' tersebut. Andaikan keberhasilan Pak Tani adalah ketika panennya berlimpah, masyarakat sejahtera. Maka seorang pemimpin atau kepala sekolah akan merasa Bahagia dan berhasil ketika mampu memfasilitasi, memberikan keputusan yang bijaksana berdasarkan nilai-nilai kebajikan kepada warga sekolahnya.
Perlu diingat bahwa kegiatan pengambilan keputusan adalah suatu keterampilan, semakin sering kita melakukannya maka semakin terlatih, fokus, dan tepat sasaran. Sesulit apapun keputusan yang harus diambil untuk permasalahan yang sama-sama benar, sebagai seorang pemimpin, kita perlu mendasarkan keputusan kita pada 3 unsur yaitu berpihak pada murid, berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal, dan bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi dari keputusan yang diambil.
Sekolah sebagai 'institusi moral' yang dirancang untuk membentuk karakter setiap warganya. Peran pimpinan (kepala sekolah) sejalan dengan filosofi Pendidikan Kihajar Dewantara melalui "ing ngarso sung tulodlo, ing madya mangun karso, tutwuri handayani". Ketiga filosofi ini semuanya merupakan wujud keberpihakan kepada murid.
Sebagai sebuah institusi moral, sekolah adalah sebuah miniatur dunia yang berkontribusi terhadap terbangunnya budaya, nilai-nilai, dan moralitas dalam diri setiap murid. Perilaku warga sekolah dalam menegakkan penerapan nilai-nilai yang diyakini dan dianggap penting oleh sekolah, adalah teladan bagi murid. Kepemimpinan kepala sekolah tentunya berperan sangat besar untuk menciptakan sekolah sebagai institusi moral.