Batang pohon itu beralur tidak teratur, percabangannya merunduk, daunnya kaku menyerupai kulit, lonjong, dan daun muda berwarna pink. Aku mendongak ke atas memperhatikan buah pohon itu bulat seperti ginjal. Ah benar ini adalah pohon gayam. Pohon sebesar ini umurnya sudah berapa tahun ya.
Rasa penasaran yang tinggi membuatku berani mendekati pohon besar itu, ternyata di bawah pohon itu mengalir air yang cukup deras. Melihat air yang bergolak itu tiba-tiba hatiku ikut bergolak dan sesak. Sesosok bayangan laki-laki kecil yang sangat kukenal melompat ke dalam air di bawah pohon itu.
"Tir..... Tirta" aku memanggilnya dengan gemetar dan bayangan itu tetap saja tidak mendengar panggilanku. Dia masih asyik berlompatan di dalam air.
"Tirta.....ini aku Nira" aku memanggilnya semakin keras dan mencoba semakin mendekat.
Dia menoleh dan tersenyum melambaikan tangannya seakan menyuruhku mendekat. Oh senyumnya masih sama seperti dulu. Hatiku seperti meluap karena bahagia. Setengah berlari aku mendekatinya.....ketika tanganku hamper menyentuh tangannya, tiba-tiba aku merasa semuanya menjadi gelap.
"Bu, Bu Nira ....sadar Bu"
Aku membuka mata dan terlihat beberapa pasang mata memandangku kuatir. Beberapa wali murid dan teman guru bahkan sudah menangis.
"Syukurlah" kata Bu Iis, sahabat dekatku " Bu Nira tadi pingsan dipinggir mata air itu, untungnya ada penjaga yang menolong"
"Ke mana Tirta?" tanyaku lemah
"Siapa Tirta Bu?"
"Anak kecil yang bermain di mata air itu" jelasku