Dalam artikel sebelumnya, "Sebongkah Batu Timor" untuk Mereka yang Sedang Berebut RI-1, saya sedikit menyinggung tentang inspirasi lagu Kolam Susu yang dipopulerkan Grup Musik beraliran rock 'n roll asal Tuban Jawa Timur, Koes Plus. Lagu yang dirilis tahun 1973 ini melegenda hingga sekarang karena syairnya yang ringan, nada yang indah dan menggambarkan dengan jelas betapa kayanya alam Indonesia. Bukan lautan hanya kolam susu. Kail dan jala cukup menghidupimu. Tiada badai, tiada topan kau temui. Ikan dan udang menghampiri dirimu. Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Begitulah bunyi syair lagu Kolam Susu. Tentu timbul pertanyaan, apakah gambaran alam dalam syair lagu itu sekedar lokasi imajiner untuk melukiskan kekayaan alam nusantara ataukah ada sebuah tempat nyata bernama Kolam Susu? Ternyata inspirasi lagu ini datang dari sebuah tempat yang benar-benar ada bernama asli Kolam Susuk yang terletak di Desa Dualaus, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kolam Susu, bukan Kolam Susuk dipilih menjadi judul lagu itu mungkin bertujuan agar memiliki makna yang lebih luas dan familiar di telinga semua orang Indonesia. Inspirasi lagu ini muncul ketika salah satu personel Koes Plus, Yon Koeswoyo sedang melakukan perjalanan dari Atambua ke Dili tahun 1972 dan menyempatkan diri mengunjungi lokasi yang berjarak sekitar 20 Km arah utara kota Atambua ini. Di sanalah Yon menyaksikan alam kita benar-benar kaya, elok dan unik. Tanah Timor yang kelihatan gersang justru memiliki kekayaan luar biasa tak ubahnya "tanah surga," mewakili alam nusantara yang gemah ripah loh jinawi. Kolam Susuk sendiri sebenarnya hanyalah tempat biasa berupa hamparan tambak-tambak ikan bandeng yang luas dan ditumbuhi pohon-pohon bakau yang hijau, dikelilingi bukit-bukit batu yang kokoh dan terjal. Legenda nama Kolam Susu konon berawal ketika tempat yang mulanya berupa kolam-kolam alamiah itu disinggahi oleh 7 orang gadis dari Oecusi, daerah enclave Timor Leste sekarang. Ketujuh gadis itu singgah dan menyempatkan diri mandi di sana. Raja setempat yang mengetahui hal ini lalu mengirimkan nyamuk yang banyak ke dalam kolam itu dengan tujuan agar nyamuk-nyamuk itu mengusik ketujuh gadis supaya tidak tertidur setelah membersihkan diri. Dengan gangguan nyamuk, mereka akan terus terjaga dan terbebas dari kemungkinan diserang orang-orang jahat. Karena itulah tempat itu diberi nama Kolam Susuk yang artinya kolam sarang nyamuk. Waktu berlalu dan melihat populasi nyamuk yang tinggi di tempat itu maka timbul ide untuk memelihara ikan bandeng yang akan membantu menyantap jentik-jentik nyamuk di sana dan warga sekitar bisa terbebas dari penyakit malaria yang mematikan sekaligus menjadi sumber penghasilan. Setiap musim panen bandeng, terlebih dahulu diadakan upacara adat di Kolam Susuk. Menurut cerita, setelah selesai upacara adat, biasanya ikan-ikan berlompatan dari dalam kolam dalam jumlah melimpah. Mungkin karena itulah, dalam lagu Kolam Susu Koes Plus menggambarkannya dengan "ikan dan udang menghampiri dirimu." Saya pernah mengunjungi tempat ini tapi bukan pada musim panen sehingga tidak tahu bagaimana upacaranya dan apakah benar ikan-ikan masih melompat dari dalam kolam setelah diadakan upacara adat. Kolam Susu dapat dijangkau dari Kota Atambua dengan menggunakan sepeda motor ataupun kendaraan roda empat selama kurang lebih setengah jam perjalanan. Sebagian besar jalan ke sana cukup mulus karena melewati jalan penghubung Kota Atambua dengan jalur "internasional" dari Timor Leste menuju wilayah enclave Oecusi. Namun walaupun sudah meng-indonesia sejak era 1970-an, tempat ini belum mendapat perhatian maksimal sebagai salah satu destinasi wisata oleh pemda setempat. Kolam Susu dibiarkan untuk berkembang secara alamiah tanpa sokongan fasilitas-fasilitas penunjang seperti jalan akses menuju Kolam Susu yang berjarak sekitar 5 Km dari jalan raya masih berlubang sini sana ataupun tempat pemberhentian bagi pengunjung yang berniat menikmati keindahan pemandangan Kolam Susu sambil menikmati ikan bandeng bakar segar dan bercita rasa khas. Tidak ada kesan kalau Kolam Susu adalah tempat yang unik dan telah mewakili gambaran kekayaan alam nusantara sejak empat dekade lalu. Masih minim promosi tempat ini sebagai tempat wisata padahal kawasan tersebut bersebelahan dengan obyek wisata pantai yang indah bernama Teluk Gurita. Ketika berkunjung ke pantai yang konon pernah ada kapal dagang asal Spanyol ditenggelamkan oleh seekor gurita raksasa ini, saya bersama teman-teman sempat membeli beberapa Kg bandeng di daerah Kolam Susu namun kami tidak menyadari kalau lokasi itu masuk dalam kawasan Kolam Susu karena sekilas tidak tertata untuk menunjukkan inilah tempat inspiratif bagi Indonesia sejak 40 tahun lalu. Nyesal juga karena tidak sempat mengambil gambar di Kolam Susu. Masyarakat Kota Atambua dan sekitarnya lebih memilih berwisata ke Teluk Gurita daripada Kolam Susu. Letak Kolam Susu terbilang cukup strategis mengingat lokasinya tidak jauh dari Jalan negara yang menghubungkan daratan induk Timor Leste dengan daerah enclave Oecusi. Di sepanjang 50-an Km jarak antara dua daerah Timor Leste itu, terdapat juga lokasi lain yang indah dan potensial untuk dikembangkan menjadi obyek wisata pantai maupun obyek wisata tambak, menyebar dari pantai Teluk Gurita-Atapupu di timur hingga pantai Tanjung Bastian-Wini di bagian barat berbatasan dengan wilayah Oecusi. Bila serius digarap, pantai utara Pulau Timor yang masih "perawan" dan memiliki banyak keunikan ini bisa menawarkan paket wisata alam dan budaya antar negara yang menarik baik bagi wisatawan domestik maupun internasional. Gambar: Kolam Susu (diambil dari http://andrifolk.blogspot.com/2011/10/kolam-susu-atambua.html).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H