Mohon tunggu...
Pither Yurhans Lakapu
Pither Yurhans Lakapu Mohon Tunggu... Penulis - Pemitra (pejuang mielitis transversa)

Penulis buku "TEGAR!; Catatan Perjuangan Melawan Mielitis Transversa". Twitter: @pitherpung, blog: https://pitherpung.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Rumah Sakit yang Belum Bersahabat dengan Kursi Roda

4 November 2012   06:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:00 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1352014878736507234

[caption id="attachment_207419" align="alignleft" width="1638" caption="Beberapa orang sedang mendorong seorang bapak dengan kursi roda didepan poliklinik penyakit dalam."][/caption] Hampir setahun ini saya sering memakai kursi roda untuk berhubungan dengan RSUD. WZ. Johannes Kupang demi perjuangan melawan penyakit Myelitis Transfersa yang telah membuatku lumpuh 2,5 tahun belakangan. Setidaknya satu bulan sekali saya harus kesana untuk kontrol, selain check up untuk kebutuhan administrasi kantor. Setelah mengalami dan mengamati masalah dan kebutuhan orang yang berkursi roda seperti saya, saya melihat sepertinya belum ada perlakuan khusus bagi mereka di RS ini. Padahal sebagai lembaga publik yang berhubungan dengan orang sakit dan kursi roda adalah salah satu alat penunjang utama, mestinya manajemen menaruh perhatian khusus terhadap masalah ini. Kenyamanan dan kemudahan berkursi roda sepertinya tidak menjadi perhatian khusus manajemen RSUD. WZ. Johannes Kupang, Rumah Sakit rujukan bagi semua RS di NTT. RS yang konon menghabiskan 73-76% total APBD NTT bidang kesehatan. Mengapa saya mengatakan RS ini tidak "ramah" kursi roda? Perhatikan saja, banyak lorong tempat berjalan kursi roda yang kemiringannya cukup curam sehingga bila mendorong kursi roda lewat sini, kursi roda harus dibawa mundur agar si pendorong bisa kuat menahannya dan kursi roda tidak melaju bebas. Misalnya, ada sekitar 5 meter ruas lorong menuju laboratorium dan lorong menuju poliklinik-poliklinik yang kemirigannya sekitar 30 derajat. Ini jelas berbahaya bagi kursi roda yang melewati tempat ini, jika kurang hati-hati atau orang yang mendorong tidak kuat menahan maka kursi rodanya akan melaju kencang dan terjadi kecelakaan. Selain itu, di pintu gerbang ke poliklinik-poliklinik, kursi roda harus didorong melewati tangga miring yang sangat terjal (kemiringan mencapai 45 derajat), seperti di pintu masuk ke poliklinik penyakit dalam dan THT. Untuk bisa masuk kesana, dibutuhkan 2-3 orang yang kuat untuk mendorongnya, tidak cukup hanya satu orang. Belum lagi lantainya bukan dibuat agak kasar tapi diberi keramik licin sehingga orang yang mendorong bisa tergelincir, lebih berbahaya kalau musim hujan. Bahkan di pintu masuk ke gedung poliklinik saraf, mata dan jiwa, tidak ada jalan untuk kursi roda. Bila ada kursi roda yang hendak masuk kesana, kursi roda bersama pasiennya harus diangkat 2-3 orang untuk diseberangkan melewati drainase selebar lebih kurang 30 cm. Saya juga melihat ada bagian tertentu pada gedung yang lantainya memiliki perbedaan elevasi tetapi lantainya tidak dibuat miring. Kursi roda harus sedikit diangkat, tidak bisa didorong langsung dengan mudah. Ini terlihat di lorong yang menghubungkan poliklinik penyakit dalam dengan poliklinik lain yang bersebelahan. Satu lagi yang membuat pengguna kursi roda merasa tidak nyaman adalah pintu masuk ke ruangan dokter sangat sempit, lebar pintu mungkin hanya 75 cm membuat pasien yang akan masuk ke ruangan dokter, kursi rodanya harus di atur dengan cermat agar bisa masuk dan tidak terjadi gesekan yang bisa merusak pintu maupun kursi rodanya. Ketika didorong lewat lorong-lorong di dalam poliklinikpun harus extra hati-hati menggingat di kiri-kanan terdapat kursi tempat pasien lain duduk menunggu antrian, sementara space untuk lalu-lalang kursi roda sangat sempit. Jika tidak perlahan dan hati-hati akan menabrak atau menginjak kaki mereka yang sedang duduk mengantri. Lorong yang cukup curam juga terlihat menuju bangsal jiwa, bangsal anak dan ruang bersalin. Saya tidak tahu tentang kondisi menuju bagian-bagian lain. Dari pengalamanku berkursi roda di RS ini, pasien yang menggunakan kursi roda tidak bisa ditemani hanya satu orang saja tapi minimal 2 orang yang bisa saling membantu mendorong dan mengatur agar menghindari hal yang tidak diinginkan. Sangat merepotkan, tidak nyaman dan tidak efisien. Saya memahami kontur di kawasan Rumah Sakit ini yang sangat bervariasi elevasinya tapi bukan berarti tidak mungkin untuk disiasati agar nyaman bagi pasien pengguna kursi roda. Sebagai tempat yang pasti setiap hari ada pasien berkursi roda, mestinya memperhatikan hal ini agar memberi kenyamanan bagi pasien sekaligus mempermudah keluarga yang membawa pasien dengan kursi roda. Pasien berkursi roda harus merasa nyaman beraktifitas di RS tanpa rasa takut akan terjadi kecelakaan yang bisa membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Semua pasien berhak untuk mendapat perhatian dan perlakuan yang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun