Mohon tunggu...
Pither Yurhans Lakapu
Pither Yurhans Lakapu Mohon Tunggu... Penulis - Pemitra (pejuang mielitis transversa)

Penulis buku "TEGAR!; Catatan Perjuangan Melawan Mielitis Transversa". Twitter: @pitherpung, blog: https://pitherpung.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Jangan Menjual Jagung di Pasar ini

21 Desember 2014   06:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:49 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Normalnya pasar Nualunat berlangsung 1/4 hari yaitu sejak pagi hingga siang (sekitar pukul 12.00-13.00). Biasanya transaksi berlangsung ramai hanya 3-4 jam setelah bonun, selanjutnya berangsur sepi karena semua pengunjung sudah membeli apa yang dibutuhkan. Pasar Nualunat tidak begitu luas, mungkin hanya sekitar 250x250 m2 sehingga tidak butuh waktu lama menjelajahi seluruh sudut pasar untuk mengetahui apa saja yang dijual di sana.

Lokasi pasar berada di pinggiran kampung di bawah rindang pohon-pohon cemara berusia puluhan tahun. Hampir semua lapak (lebih kurang 50an) mengandalkan bayangan pohon sebagai tempat berteduh, cuma 4-5 lapak yang menggunakan terpal. Jika pohon-pohon di lokasi pasar itu sudah tidak lagi rindang akibat aktifitas mingguan yang menyebabkan banyak pohon mati maka lokasi baru yang lebih rindang dan tidak jauh akan dibersihkan secara gotong royong dan ditetapkan sebagai lokasi pasar untuk minggu-minggu mendatang. Nanti kalau lokasi lama sudah hijau baru balik lagi, begitu seterusnya.

Walaupun berlangsung dalam waktu hanya beberapa jam, pasar ini menjadi wadah interaksi yang sangat penting bagi masyarakat setempat. Warga selalu menjadikan pasar sebagai tempat untuk bertemu dan menjalin silaturahmi dengan banyak orang, entah itu secara tidak sengaja ataupun sengaja. Masyarakat sering menjadikan pasar sebagai tempat janjian bertemu atau mencari orang tertertentu.

Di pasar ini, bisa dipastikan semua orang yang datang ke sana saling mengenal. Kalaupun tidak mengenal dengan pasti siapa namanya, setidaknya mereka bisa mengetahui berasal dari mana orang itu dan bermarga apa. Apakah berasal dari dalam desa, desa tetangga atau orang "asing." Dengn itu jika terjadi pelanggaran terhadap bonun atau terjadi perkelahian, bisa dengan mudah ditelusuri siapa pelakunya untuk disanksi.

Transaksi di pasar ini memang sudah menggunakan uang tapi sistim barter tetap berlaku di sana. Biasanya barter berlangsung belakangan menjelang bubarnya pasar karena di saat itulah barang yang hendak dijual tapi tidak laku ditukar dengan barang warga lain yang juga belum laku jualannya. Jenis barang yang dibarter sesuai kesepakatan bersama secara kekeluargaan.

Hal unik terakhir, ada semacam "tabu" di pasar ini kalau menjual atau membeli jagung. Ini bermula dari kenyataan bahwa jagung adalah makanan pokok semua masyarakat setempat, karena itu masyarakat juga harus memiliki kebun jagung untuk dipanen sebagai sumber pasokan makanan sepanjang tahun. Nah, jika ada warga yang ketahuan membeli jagung maka muncul anggapan negatif dari masyarakat bahwa orang tersebut sudah "kelaparan," tidak ada lagi makanan apa-apa di rumahnya. Sedangkan orang yang menjual akan dianggap pelit dan tega menjual jagung kepada orang yang sedang kelaparan.

Bagi mereka, membeli beras atau bahan makanan selain jagung adalah wajar tapi kalau sampai membeli jagung maka itu adalah sebuah aib. Bukan hanya aib bagi dari sendiri tapi juga bagi keluarga besar. Orang tersebut akan menjadi bahan pergunjingan dalam masyarakat yang sudah saling mengenal dan merasa sebagai keluarga besar. Dia akan dicap malas bekerja, tidak bisa mengatur stok makanan dengan baik dan stigma negatif lain. Jadi, dari pada menanggung malu plus mempermalukan keluarga besar maka sebaiknya bekerja keras mengelola kebun dan mengatur pasokan jagung dengan baik agar tidak kekurangan dan harus membeli jagung di pasar.*

Catatan:



Saya telah berusaha untuk mendapatkan foto aktifitas di pasar ini tapi sampai dengan "detik terakhir," saya belum mendapatkannya, mengingat lokasi pasar yang cukup terpencil dan ketiadaan sinyal GSM di sana untuk bisa berkomunikasi mengirim MMS.

Walaupun tanpa gambar, saya tetap mengupload tulisan ini sekedar untuk berbagi cerita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun