Mohon tunggu...
Piter Huang
Piter Huang Mohon Tunggu... -

tinggal di salah satu kota di sumut, aktif dalam kegiatan pelestarian lingkungan, gemar membaca, mencoba utk menulis, belajar melatih diri utk menjalani kehidupan dengan benar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pesan Kotak Suara

4 Oktober 2014   14:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:25 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di Taiwan ada seorang ayah berusia 70-an tahun yang setiap hari menelpon ke ponsel puterinya.
Namun setiap kali yang terdengar adalah pesan dalam kotak suara: “Maaf, saya lagi sibuk, harap tinggalkan pesan anda setelah nada berikut ini ... tiit”.
Suara yang penuh gairah dan menarik itu membuat ayah ini tidak bisa menahan senyumnya, biar pun dia tahu kalau putrinya tidak berada di ujung telepon sana, namun dia tetap saja menjawab dengan penuh kasih sayang: “Baiklah, silahkan sibukkan dirimu, ayah akan menelpon kembali besok.”
Padahal sebetulnya sang pemilik suara sudah meninggal dunia pada tiga tahun lalu akibat kecelakaan lalu lintas, pesan pada kotak suara yang akrab dan ramah ini merupakan satu-satunya cara sang ayah untuk menemukan putrinya.
Dia bagaikan sebuah kunci ajaib yang setiap saat dapat dipergunakan untuk membuka sebuah pintu gerbang ke sebuah taman rahasia, semua memori indah yang berhubungan dengan putrinya di sana.
Setelah kepergian putrinya, ponsel ini tiada lagi orang yang memakainya, namun sang ayah tetap membayar biaya bulanannya tepat waktu dan setiap hari mendengarkan pesan pada kotak suara ini, dia merasa kalau putrinya tidak pergi jauh dan masih bekerja di perusahaannya dulu.
Sang ayah merasa seolah-olah duduk di samping putrinya dan putrinya menatapnya dengan wajah penuh senyuman, dia seakan melihat putrinya sedang menekan keyboard dengan cekatan, melihat putrinya berbincang-boncang dengan teman sejawat di ruang rapat, melihat putrinya sedang memasukkan selembar dokumen ke mesin fotokopi ......
Dalam fantasi manis ini, sang ayah melewati malam-malam yang panjang dan melupakan kepiluan di hatinya.
Pada samudra nan luas, kadang kala hanya butuh sepatah kata saja untuk mengangkut sebuah hati yang lembut.
Namun pada suatu hari, ketika menjalankan kebiasaannya menelpon ke ponsel putrinya, ternyata pesan suara itu tiada lagi!
Yang terdengar adalah informasi yang memberitahukan bahwa nomor yang dipanggil sudah tidak aktif lagi.
Seketika sang ayah menjadi panik, seakan kehilangan seluruh dunia.
Dengan susah payah, akhirnya ia berhasil menemukan nomor layanan pelanggan dari operator ponsel putrinya.
Begitu panggilan tersambung, seketika  air matanya bercucuran dan bicaranya menjadi tidak jelas.
Setelah pihak sana jelas akan masalahnya, lalu memberikan penjelasan kepadanya dengan sabar.
Ternyata perusahaan telekomunikasi telah memberitahukan para pelanggan melalui SMS kalau sistem pesan suara akan diupgrade dan meminta pelanggan agar memindahkan pesan suara yang lama ke sistim yang baru, jika tidak maka pesan suara akan hilang.
Sang ayah ini tidak pernah membaca SMS di ponsel putrinya, sehingga setelah sistem yang baru berjalan selama seminggu, ia pun kehilangan pesan suara yang sangat berharga itu.
Sang ayah benar-benar ambruk: “Ini adalah pesan suara dari putriku yang sudah meninggal dunia, apa yang bisa saya lakukan di kemudian hari......” Orang tua berusia tujuh puluh tahun ini bicara dengan terisak-isak, seperti seorang anak yang tak berdaya.
Staf layanan pelanggan segera melaporkan hal ini kepada manajernya, sang manajer dengan cepat melaporkannya ke Departemen IT perusahaan.
Para staf IT menghabiskan waktu satu bulan untuk mencarinya di antara jutaan kotak suara lama dari jutaan pelanggan perusahaan dan akhirnya berhasil menemukan rekaman suara putrinya.
Mereka segera mulai mempelajari bagaimana caranya supaya suara tersebut bisa muncul kembali.
Para staf IT menggunakan cara primitif, mereka memakai telepon internal perusahaan untuk memasukkan suara ke dalam ponsel putrinya dan berhasil mendapatkan pesan penting itu, kemudian melalui sistem perekaman call center ditransfer ke sistim pesan suara yang baru.
Sang ayah yang menanti siang malam ini akhirnya berhasil mendengar kembali suara lincah dari putrinya.
Pada momen itu juga, ia tertawa senang: “Saya telah mendengarnya!”
Seakan-akan anak gadisnya yang penurut itu kembali bersandar di sampingnya, dengan mengulurkan tangan saja sudah bisa memeluknya.
Agar pesan ini tidak hilang selamanya, perusahaan tersebut juga menyalinkan data suaranya ke CD dan disampaikan kepada sang ayah.
Kita semua adalah manusia biasa yang tidak dapat mencegah terjadinya bencana alam atau musibah akibat uah manusia, tapi kita bisa menggunakan kesabaran yang gigih dan perhatian yang hangat untuk merajut hati seorang ayah yang hancur dan membuatnya tetap hangat.
Berbakti pada orangtua sebetulnya tidak membutuhkan waktu atau uang yang banyak, hanya cukup memebrikan sepatah kata, sepatah salam, sebuah ciuman, sebuah SMS, seikat bunga, sebuah pelukan ......
Kadang kala itu sudah cukup untuk membuat orangtua meneteskan air mata haru, sebab ayah bunda di dunia ini sebenarnya sangat mudah untuk merasa puas.
Pohon berharap diam, tapi angin tidak mau berhenti berhembus, anak ingin mengasuh orangtua, tapi sayangnya orangtua sudah tiada.
Disadur dari email Januari T. T.  Tzu Chi Medan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun