Tidak setiap tahun umat Islam merayakan Ramadhan. Mereka mengikuti kalender lunar, bukan kalender matahari. Tahun Islam sedikit lebih pendek dari tahun matahari. Akibatnya Ramadhan dimulai lebih awal setiap tahun. Tahun ini Ramadhan dimulai di tengah Prapaskah dan akan berakhir di tengah Musim Paskah. Bagaimana umat kristiani belajar dari Ramadhan ini?
Gagasan saling belajar, tentu, pendekatan berbeda untuk hubungan Muslim-Kristen. Biasanya, orang Kristen dan Muslim berpikir dalam kerangka polemik atau dialog. Di satu sisi, internet dipenuhi dengan perselisihan Muslim-Kristen. Ratusan situs web Islam, saluran YouTube, Instagram, dan Twitter memunculkan "dakwah", sering kali mencakup serangan polemik terhadap ajaran kristiani.
Orang Kristiani pun, beberapa apologis, membuat karikatur mencemooh Qur'an dan hadits Muhammad. Mereka menyebut Al-Qur'an mengajarkan Allah yang kejam dan bahwa Muhammad bersalah amoralitas seksual. Namun demikian, citra yang mereka berikan tidaklah otentik.
Di sisi lain, hierarki Gereja, terutama setelah Vatikan II, menggalang dialog yang akomodatif dan murah hati. Kita melihat sendiri dialog Konsili ini di lembaga Islam Sunni Mesir terkemuka al-Azhar beberapa tahun lalu. Perjumpaan tersebut menjadi latar belakang kunjungan Paus Fransiskus ke Mesir dan, akhirnya, dengan kepala al-Azhar (Ahmad al-Tayyeb) di Abu Dhabi di mana mereka bersama-sama menandatangani dokumen Persaudaraan Manusia. Dokumen ini dibuka dengan pengingat akan martabat semua orang.
Sebetulnya, kita dapat mencari pengetahuan di tempat-tempat yang mungkin tidak kita duga akan menemukannya. Kita ingat tradisi Islam hadits (yang keasliannya, diakui, dipertanyakan), mengutip ungkapan Muhammad: "Carilah ilmu, bahkan sampai ke Cina". Alkitab sendiri mengundang umat kristiani mendengarkan hikmat di mana pun itu ditemukan. Â Karena itu, kita juga dapat berkata, "Carilah ilmu, bahkan sampai Arab".
Bagi umat Islam, Yesus adalah salah satu dalam barisan para nabi, bahkan salah satu nabi besar. Allah membimbing dunia, dari rahmat-Nya, melalui para nabi. Manusia dapat menemukan tanda-tanda yang menunjukkan keberadaan Tuhan dan sifat-sifat-Nya di alam. Namun, banyak yang melewatkan tanda-tanda ini karena keberdosaannya. Seperti yang dijelaskan Al-Qur'an, "Nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan" (Q 12:53). Namun, Allah tidak menyerah pada manusia. Dia mengutus para nabi bernubuat tentang keesaan dan kedaulatan-Nya. Beberapa dari nabi-nabi, termasuk Yesus, membawa sebuah kitab surgawi kepada umat mereka. Pasal-pasal kitab ini dikenal sebagai ayat. Adapun Ayat adalah kata yang sama digunakan untuk tanda-tanda di alam (hujan, gunung, indera penglihatan, pendengaran, dan pemikiran manusia) yang menunjuk kepada Sang Pencipta. Allah membimbing baik melalui "tanda-tanda" di dunia dan "tanda-tanda" dalam Kitab Suci.
Yesus sendiri membawa sebuah kitab surgawi, yang dikenal dalam bahasa Arab sebagai Injil (Yunani: euangelion) dan menghasilkan mukjizat (juga dikenal sebagai ayat). Jadi Yesus dihormati sebagai utusan belas kasihan Allah.
Sifat mukjizat Yesus seperti dalam Al-Qur'an juga menonjol dalam Kelahiran Perawannya. Al-Qur'an, dalam surat-surat terpisah, menjelaskan kabar baik Perawan Maria yang Terberkati. Dalam bab 3 malaikat memberitahu Maria "Sesungguhnya Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu tentang sebuah kalimat (fir-man) dari-Nya (yaitu seorang putra), namanya Al-Masih Isa putra Maryam" (Q 3:45). Di tempat lain Al-Qur'an berbicara tentang Allah menciptakan Yesus dengan bernapas ke dalam Maria (Q 21:91). Jadi, Yesus bukan sekadar pembawa mukjizat (ayat) dalam Al-Qur'an. Dia sendiri adalah mukjizat.
Tentu, gambaran tersebut adalah visi Yesus yang sangat berbeda dari apa yang telah diajarkan Gereja. Memang ada beberapa tempat di mana Yesus dalam Al-Qur'an tidak hanya berbeda dengan Yesus orang Kristen, ia bahkan seolah-olah menegur orang Kristen. Misalnya, dalam bab lima, Allah bertanya kepada Yesus, "Engkaukah yang mengatakan kepada orang-orang, jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?" (Isa) menjawab, "Mahasuci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakannya tentulah Engkau telah mengetahuinya" (Q 5:116). Dalam ayat berikut, ia tampak membasuh tangannya dari orang-orang Kristen: "Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (yaitu), "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu" (Q 5:117).
Oleh karena itu, akan salah jika hanya mengatakan orang Kristen dan Muslim memiliki iman yang sama kepada Yesus. Isa Al-Qur'an bukanlah Anak Allah dan bukan penyelamat dunia. Memang, Al-Qur'an (menurut pemahaman umum Muslim) menyangkal sepenuhnya kematian Yesus. Pertanyaannya, apakah kita harus berbicara tentang Penyaliban dalam Al Qur'an?