Dear my friend!
Bagaimana kabarmu?
Dalam suratku ini, aku ingin bercerita tentang minatmu, sastra!
Hingga hari ini, hampir setiap wilayah di dunia yang dihuni, disuguhi literatur dunia dalam rupa sastra dan pengalaman budaya yang tak tertandingi.Â
Kamu pasti sependapat denganku. Tetapi keanekaragaman ini menimbulkan tantangan, karena semua karya sastra tidak bisa didekati dengan pengetahuan budaya dalam satu tradisi tunggal. Seorang pembaca Balzac mengetahui Paris tanpa mengunjungi kota itu, bahkan dapat memvisualisasikan adegan-adegan lebih baik di Baudelaire dan Proust.
Memang tradisi sastra secara spesifik budaya. Budaya mengembangkan asumsi berbeda tentang cara sastra harus dibuat dan dipahami. Jika teks dibaca terlepas dari asumsi dan nilai penulisnya, kamu berisiko menguranginya menjadi versi pucat, seolah-olah Homer ingin menulis novel, namun tidak bisa mengembangkan karakter.
Sahabatku! Rupanya sangat banyak karya yang menemukan pembaca di waktu dan tempat yang jauh; berbicara dengan kecepatan yang mendesak. Mungkin itulah zaman kita.Â
Tidak ada budaya sastra yang jauh daripada istana Raja Shulgi di Ur, pelindung sastra pertama yang dikenal di dunia dan memerintah Mesopotamia selatan empat ribu tahun yang lalu.Â
Sayangnya bahasa Sumeria tidak lagi diucapkan seribu tahun sebelum Homer, dan aksara runcingnya tidak dapat dibaca selama dua ribu tahun hingga akhir abad XIX. Syukurlah para sarjana modern telah dengan susah payah menguraikan bahasa kuno. Jadi kamu tidak butuh pengetahuan khusus membaca pesona nina bobo yang ditulis seorang putra Shulgi:
Sleep come, sleep come,
sleep come to my son,
sleep hasten to my son!
Put to sleep his open eyes,