Catatan rupiah pada tahun 1997  berada diangka Rp 3.030 per USD dan catatan rupiah tahun 1998 berada di angka Rp 16.800 per USD.  Dalam rentang waktu  dari tahun 1997 sampai dengan tahun 1998, rupiah terdepresiasi sebesar 555 %. Artinya,  pelemahan rupiah yang terjadi dalam kurun waktu 1 (satu) tahun sangat drastis.
Sementara, data Jisdor Bank Indonesia tahun 2014 menyatakan bahwa rupiah berada pada angka Rp 12.000 per USD dan data Jisdor Bank Indonesia tahun 2018 menyatakan bahwa rupiah berada diangka Rp 14.000 per USD. Dalam rentang waktu dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2018, rupiah hanya terdepresiasi  sebesar 120 %. Artinya, pelemahan rupiah yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun berlangsung secara perlahan dan tidak sedrastis seperti tahun 1997-1998.
Kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan ke II pada tahun 1998, yaitu -13,34 % (year - of - year/yoy ). Sedangkan, kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan ke II tahun 2018 adalah 5,27 % (year - of - year/yoy).
Pada tahun 1998, tingkat inflasi Indonesia sangat tinggi, yakni mencapai 77,6 %, berdasarkan data Bappenas angka ini jauh lebih tinggi ketimbang inflasi pada Januari-Agustus 2018 sebesar 2,31 %.
Kemudian di tahun 1998 cadangan devisa Indonesia tercatat berkisar US$ 23,61 miliar. Sedangkan pada Juli 2018, cadangan devisa Indonesia tercatat  sekitar US$ 118,3 miliar. Dari jumlahnya sudah dapat dilihat bahwa cadangan devisa Indonesia tahun 2018  dapat menjadi modal untuk meredam gejolak nilai tukar rupiah pada tahun 2018, dan cadangan devisa tahun 2018 jauh lebih besar ketimbang 20 tahun yang lalu.
Dari segi angka kemiskinan juga cukup berbeda, ditahun 1998 di Indonesia ada 49,5 juta orang yang hidup dalam kemiskinan atau 24,2 % Â dari populasi. Sedangkan, berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia per maret 2018, tingkat kemiskinan single digit, yakni 9,82 % dari populasi. Adapun jumlahnya adalah 25,9 juta orang.
Perbedaan angka kemiskinan ini mengindikasikan bahwa keadaan ekonomi Indonesia tahun 2018 jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun 1998 sehingga masyarakat tidak mudah terpancing panik yang dapat menyebabkan kerusuhan.
Selanjutnya, pada tahun 1998 Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah di Indonesia sebesar 30 persen dan kini NPL hingga akhir Juni 2018 sebesar 2,7 persen. Dan untuk  rasio utang luar negeri pemerintah, tahun 1998 rasionya 100 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kini, rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 29,8 persen pada kuartal II 2018 dan pemerintah berkomitmen menjaga untuk tetap di bawah 30 persen secara keseluruhan hingga akhir tahun ini.
Perlu kita ketahui juga, perbedaan yang paling mendasar dalam perekonomian Indonesia antara tahun 1998 dengan tahun 2018 terletak pada instansi atau lembaga keuangan negara. Pada tahun 1998 lalu, pemerintah tidak memiliki Bank Indonesia (BI) yang independen. Sedangkan, pada tahun 2018 pemerintah memiliki Bank Indonesia (BI) sekaligus Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang independen untuk mengawasi sektor keuangan di Indonesia.
Salah satu peran Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam  mengawasi sektor keuangan di Indonesia khususnya mengantisipasi pelemahan rupiah ialah memantau pembelian valuta asing yang berdasarkan spekulasi dan tanpa dokumen jaminan pembelian valuta asing
Atas dasar inilah penulis memastikan bahwa ditahun 2018 rupiah tidak akan terjun bebas seperti tahun 1998 mengingat fundamental ekonomi Indonesia pada tahun 2018 sangat berbeda dengan tahun 1998.