Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Wiraswasta - Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Satwa dan Burung Enggang Selalu dalam Ancaman Nyata

12 Februari 2016   11:58 Diperbarui: 12 Februari 2016   14:03 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Paruh Enggang yang diburu oleh para pemburu. foto. dok. Yayasan Palung, Nop 2014"][/caption]Tidak pernah habis-habisnya, ancaman terhadap satwa (primata) terus saja terjadi. Mulai dari gajah, harimau, burung enggang, dan satwa lainnya seolah-olah tidak ada hentinya dalam ancaman nyata. Tidak hanya itu, ancaman lainnya juga ada terhadap habitat hidup mereka (satwa) dan enggang serta beberapa makhluk hidup lainnya.

Banjir datang menghampiri sejumlah wilayah di Tanah Air (Indonesia). Setidaknya ini sebagai (menjadi) bukti nyata tentang keberadaan habitat hidup penghuni hutan. Luasan tutupan hutan tidak lagi luas sehingga tidak kuat lagi menahan atau menyerap air dari datangnya hujan. Semakin sempitnya luasan tutupan hutan itu pula sebagai contoh fakta yang membukakan mata mengapa dan ada apa dengan satwa seperti orangutan (di Sumatera dan Kalimantan), gajah (di Sumatera, Riau) harimau (Jawa dan Sumatera), dan Enggang/rangkong di beberapa tempat seperti di Kalimantan atau julang di Sulawesi dan Sumba yang pupulasi dan habitatnya sama-sama semakin menurun (menjelang terkikis habis/punah) jika tidak ada langkah pasti untuk mencegah hal ini. Perburuan terhadap trenggiling dan sisiknya pun terus marak terjadi. Demikian pula halnya dengan apa yang terjadi di lautan dan terjadi pada hiu, paus, dan terumbu karang sebagai rumah ikan di lautan akibat adanya bom ikan atau pukat harimau.

Perburuan dan perdagangan, luasan hutan yang semakin berkurang memaksa beberapa spesies satwa dan burung enggang yang semakin diusir/terusir di rumah mereka. Upaya penyelamatan, perlindungan dan pelestarian pun kian gencar dilakukan namun terkadang hanya sebatas angin lalu. Kasus demi kasus semakin sering dan masif terjadi.

Apakah Penegakan hukum terhadap beberapa kasus masih belum membuat efek jera bagi para pelaku, penindakan hukuman hanya diganjar hukuman ringan. Mungkinkah ini indikasi ancaman nyata terhadap satwa dan burung enggang dan burung endemik lainnya terus terjadi?

Proses penyadartahuan pun sejatinya sudah dilakukan oleh banyak pihak seperti yayasan/lembaga, pemerintah atau pemerhati atau mereka yang memiliki kepedulian terhadap hutan dan satwa dilindungi ini.

Tahun 2012 (empat tahun lalu), Tim BKSDA Kalbar menangkap pemilik 2 (dua) buah tas koper berisi paruh burung enggang gading yang berjumlah sekitar 96 buah di Pos Bandar Udara Supadio, tanggal 25 April 2013 Operasi pengamanan peredaran TSL di wilayah Kabupaten Melawi dan sekitarnya oleh tim SPORC Brigade Bekantan. Dengan ditemukan 1 buah paruh burung enggang gading serta 34 gram potongan paruh dan tulang paruh burung enggang gading diperdagangkan.

Rekam jejak transaksi jual-beli satwa di pasar gelap kian marak dan berulang. Penindakan pun telah dilakukan, namun pelaku tidak pernah kapok. Dari tahun ke tahun fakta dan data menyuguhkan, hal dan perihal yang menyangkut ancaman nyata terhadap satwa dan tempat hidup mereka berupa hutan. Data dari Pro Fauna menyebutkan, setidaknya dalam rentang tahun 2015 ada terdapat 5.000 kasus perdagangan gelap terhadap satwa yang terungkap melalui media sosial.

Tidak hanya itu, data Yayasan Palung juga mengungkapkan beberapa jalur gelap perdagangan terhadap satwa dari tahun 2009-2015 yang terjadi di Tanah Kayong (Ketapang dan Kayong Utara), Kalimantan Barat. Berlanjut pada tahun 2015, tahun lalu petugas SPORC BKSDA Kalbar, menemukan 4 paruh burung enggang gading. Selain itu, petugas juga mengamankan hasil olahan paruh enggang berbentuk bola kecil yang sudah dirangkai menjadi gelang.

Adapun Jalur perdagangan gelap satwa banyak terjadi melalui beberapa pelabuhan seperti di Kendawangan, Teluk Melano, Teluk Batang dengan tujuan Jawa Timur, Semarang, Cirebon, dan Bandung.

[caption caption="Area perdagangan gelap burung enggang. data dok. Yayasan Palung"]

[/caption]Keterancaman beberapa satwa dilindungi yang terjadi sudah sepatutnya menjadi sebuah realitas nyata untuk diperhatikan oleh semua pihak pula. Sudah semestinya, rumah dari sejumlah satwa berupa hutan menjadi rumah kita bersama yang sejatinya pula untuk dilindungi dan dilestarikan.

Bukan tidak mungkin, hilangnya habitat (tempat hidup) satwa menjadi ancaman nyata bagi kita semua yang kini telah berlangsung atau nyata kita rasakan. Tengok saja banjir, perubahan iklim, dan beberapa contoh lainnya. Melindungi satwa, hutan berarti pula melindungi kita semua dari berbagai ancaman yang ada. Semoga saja.

By : Petrus Kanisius-Yayasan Palung

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun