[caption id="attachment_356437" align="aligncenter" width="327" caption="Titip rindu buat ayah dan ibu. dok. berawan.com"][/caption]
Seorang Ibu tidak pernah menyangkal akan rasa rindu terhadap anak-anaknya. Rasa itu dikala ibu dan anak berada jauh dimata namun dekat dihati, demikian juga ayah. Namun rasa rindu itu sering membuat galau mendera. Rindu dan galau sudah mendarah daging bagi setiap anak kepada orangtuanya.
Rindu, mungkin ungkapan rasa tidak terkira pada cinta kasih kepada siapa saja yang kita sayangi, tentang kedekatan, tempat mengadu, mengaduh dan mengeluh seakan berpadu menjadi pikiran tidak karuan tentang keadaan (galau). Bila boleh dibilang, ibu dan ayah segalanya saat semua menjadi obat penawar sakti yang tidak bisa disangkal-sangkal pula.
Tidak sedikit pula, rindu mendera saat ingin menyapa tetapi apa daya tangan tak sampai. Demikian juga bagi kaum muda yang selalu rindu kepada pasangan mereka. Tengok saja, anak-anak yang rindu kepada Ibu dan ayah mereka hampir setiap saat bagi pada orangtua mereka selalu ada. Tetapi bagaimana mereka yang tidak memiliki dan tidak mengenal ibu dan ayah sejak lahir (anak-anak yang tidak diinginkan orangtuanya) atau bagi mereka yang telah ditinggal pergi ibu atau ayah mereka untuk selamanya. Maaf tidak bermaksud menyinggung atau membuat dan membuka luka lara. Tulisan ini hanya untuk sekedar rindu dikala ku jauh disamping kalian. Mereka pasti merasa ingin selalu dikasihi dengan ketulusan dan kemurnian seorang ayah dan ibu.
Saat jauh, rindu itu pasti datang. Anak-anak berada di luar kota, saat studi dan berumah tangga atau merantau mencari sesuap nasi dan seteguk air. Rasa rindu tidak terbendung, terbesit galau menebar pesona melalui berbagai media sosial. Kewajaran jika anak selalu mengubar kegalauan lewat jejaring sosial hanya karena rindu kepada orangtua.
Rasa rindu dan cintaku tidak akan berubah sampai kapanpun, mungkin itu kata-kata yang tepat disematkan kepada sosok seorang ibu dan ayah. Rindu dan kasih sayang ibu dan ayah tidak akan pernah berubah kepada anak-anaknya.
Memang, ada pula ibu dan ayah yang lupa anak, demikian pula sebaliknya anak lupa kepada ibu dan ayah mereka. Gambaran ini sepertinya menjadi dilema dan tumbuh menjadi subur di waktu musim hujan tiba. Perilaku menyimpang seakan tidak terhindarkan dari realita negeri ini. Semakin seringnya kejadian kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), penghilangan nyawa sesama akibat dendam, cemburu, iri dengki seakan tidak kunjung henti mendera. Yang sangat menyedihkan ketika dalam reaalita anak muda, tidak sedikit rindu berubah menjadi benci, benci menjadi rindu. Lagi-lagi rinduku menyapa galaupun mendera terpancar disetiap wajah insan manusia. Rindu dan galau tidak bisa dihindarkan dalam setiap sendi kehidupan. Rindu dan galaupun sering berbalik arah menjadi duka lara seakan hati dan kasih sayang, tidak berarti lagi.
Kerinduan dan kegalauan menjadi sebuah kebebasan dari setiap individu setiap insan bergelora berbaur dengan sebuah harmoni dan keberagaman yang tidak terbantahkan. Nyanyian rindu mengabarkan ungkapan dalam bingkai nuansa selalu baru. Jaman selalu berganti dan berubah secara perlahan mengikuti irama untaian kata ketika logika tergerus oleh bualan belaka, rindu terkulai layu. Begitu pula galau mendera menjalar sebagai benalu tidak bertuan. Rindu kasih sayang berbuah manis namun tidak sedikit pula ada yang hampa tidak berbuah.
Siapa yang tidak pernah rindu dan galau, sepertinya semua pernah merasakan ini. Sapaan dan deraan seolah telah menyatu dalam setiap hati sanubari sebagai sebuah tanda naluri alami cinta kasih/ kasih sayang dan jalinan ikatan yang tercurah untuk menjalani kehidupan ini.
Ada kala rindu tidak berujung dan ada pula galau tanpa arah, keduanya itu tentu memberi satu kesatuan yang mungkin sering mendera dikala rindu kepada ayah, ibu namun tak berdaya karena tidak berbentuk harus mengadu kepada siapa. Bila ayah, ibu masih ada tentu saja bisa mengadu tentang curhat rindu dan galau. Akan tetapi rasa rindu dan galau untuk bersandar kepada orangtua (ayah dan ibu) tidak tahu harus mengadu kepada siapa.
Semoga saja rinduku, rindumu, rindu kita semua kepada orangtua, sahabat dan semua untuk sesama bisa terus mengema, tersampaikan dan terpancar, demikian juga galau sebagai penawar rasa jika boleh dan bebagi cerita untuk penyejuk jiwa. Salam rindu buat semua.
By : Petrus Kanisius ‘Pit’- Yayasan Palung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H